Take It Slow—CHAP. 10

69 copy

Take It Slow

Absurd story by PutrisafirA255

【Main Cast】

Sehun Hester | Hanna Lee

【Other Cast】

Baekhyun Byun | Helena Park | Chanyeol Park

Lee Hanbin| More

「Angst, AU, Drama, Hurt, Comfort, Romance, Friendship, Family」

『PG-16』

ǁEdinburgh, Scotlandǁ and ǁSeoul, South Koreaǁ

「Chaptered」

♠Part 1: First Look

♥ Part 2: What’s Wrong? ♥Part 3: The truth

♥ Part 4: The Trouble was Come ♦Part 5A: Confuse 

Part 5B: Confuse ♣Part 6: Just The Two of Us ∇ Side story of part 6: Gone

♦ Part 7: Ending & Beginning ♥ Part 8: Two Lovers 

♣Part 9 : Goodbye Edinburgh, Welcome Seoul ♥ Part 10: The Secret [NOW]

[It’s not just about miss, but about missing]

Setelah lama bertukar rindu, Sehun akhirnya melepaskan rengkuhan sepihak yang ia ciptakan guna menghilangkan semua ketakutannya selama ini. Ia tak bisa menahan diri ketika dihadapakan dengan sosok Hanna yang sudah lama ia rindukan dan sudah lama ia biarkan tenggelam dalam kubangan luka. Namun, Sehun dengan brengseknya pergi ke Cupertino tanpa melakukan apapun.

Sedangkan Junmyeon, pria itu sedari tadi hanya bisa melihat adegan roman picisan dari kedua insan itu. Ia tak bisa berbuat banyak, karena dari ekor matanya, ia bisa menangkap tak ada penolakan yang Hanna lontarkan. Yang menimbulkan spekulasi bahwa keduanya memang mengenal satu sama lain. Dan tak bisa menghentikan degup jantungnya yang bekerja dua kali lebih cepat, kentara menahan amarah yang luar biasa.

“Maafkan aku—”

“Katakan apa kesalahanmu, baru aku akan memaafkannya.” Sahut Hanna. Gadis itu tak mau memaafkan seseorang yang kesalahannya pun tak ia ketahui. Keduanya baru bertemu kali ini, dan rasanya aneh jika pria tak ia kenal meminta maaf tanpa alasan. Sehun yang mendapati kalimat maafnya diinterupsi—seperti dulu—pun tersenyum tipis. Ia mendengar banyak dari Baekhyun yang mengatakan bahwa gadisnya itu berubah. Namun nyatanya, gadisnya itu masih tetap sama. Menginginkan apa yang ia inginkan—masih saja keras kepala.

“Aku tahu semua masa lalumu, namun akan lebih baik jika kau—”

“Tak mengingatnya?” ucap Hanna menginterupsi kalimat Sehun. Gadis itu tahu betul semua orang yang mengatakan bahwa masa lalu tak untuk diingat, tapi ia membutuhkannya untuk mengetahui siapa ia sebenarnya. Karena, hanya dengan ingatannya-lah, ia bisa mengambil keputusan mengenai pertunangannya dengan Junmyeon. “Sungguh. Aku tak ingin kehilanganmu untuk yang kedua kalinya, Han.” Sehun berucap dengan kesungguhannya yang begitu kentara. Pria itu nampak melankonis di mata Hanna, hingga gadis itu akhirnya luluh dengan sendirinya.

“Kalau begitu, buktikan jika kau tak mau kehilangan aku untuk yang kedua kalinya. Meskipun aku tak mengenal siapa dirimu yang sebenarnya.” Ujar Hanna memberi kesempatan, namun enggan secara percuma. Hanya dengan menganalisis kalimat Sehun, Hanna tahu keduanya pernah menjalani hubungan yang lebih dari sekedar sahabat.

.

.

Pagi ini, ia harus mengantarkan Junmyeon menuju airport. Pria itu harus kembali ke kampusnya dengan alasan mendadak, dan Hanna pun hanya mengiyakan. Dan berakhir dirinya sendiri di lobby hotel setelah kembali dirinya dari bandara.

“Hanna!”

Suara bariton itu membuat Hanna refleks membalikkan badannya. Menampakkan pria berbadan tegap dengan kaos hitam bertuliskan ‘Heart broken feedback orchestra’ dan dibalut dengan jaket hitam. Dipadu dengan jeans biru yang menambah kesan ‘manly’ bagi Hanna.

a0f2f03c5baa662c977fdfe7cbc99c16

“Kau?” Hanna membeo. Tanpa diperintah pun Sehun lekas mengikis jarak guna mendekati sang gadis pujaan hati. “Kau belum pulang ke Seoul?” tanya Sehun setibanya di hadapan Hanna. Hanna pun menggeleng sebagai jawaban. “Aku masih ingin di sini,” jawab Hanna sekenanya. Sehun pun lantas mengangguk. Pria itu memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku jaket, lalu melirik asal sekitar lobby Hotel de Crillon.

“Kau tidak sibuk, ‘kan? Di sini banyak tempat wisata yang sayang kalau dilewatkan.” Ujarnya mencoba memberi kode pada Hanna yang masih menatapnya intens. Gadis itu tidak heran ataupun terpesona, ia hanya ingin menelaah seorang pria dihadapannya itu dengan analisisnya sendiri. “Kalau tidak keberatan aku ingin—”

“Jujur saja, kau itu playboy, ‘kan?” tebak Hanna. Gadis itu bisa menebaknya dengan mendengar kalimat Sehun yang begitu kentara ingin menggodanya. Sehun mendengus mendapati dirinya mendapat tuduhan yang sebenarnya memang benar. “Kau dulu menuduhku byuntae, sekarang kau mengatakan kalau aku playboy. Jadi, mana sebenarnya yang ingin kau tuduhkan padaku, huh?”

Dulu? Secara tidak langsung pria itu menyebutkan masa lalunya? Pertanyaan semacam itu memenuhi otak Hanna untuk yang kesekian kalinya. Namun, untuk menutupi rasa penasarannya, ia hanya menyahut kembali dengan singkat. “Keduanya,”

Alih-alih marah ataupun mengelak, Sehun justru membenarkan. “Yes, I am.” Ucapnya singkat. Hingga Sehun bisa melihat alis Hanna berjingkat satu tanda tak tahu apa dengan maksud kalimat Sehun. “Aku akan mengajakmu ke suatu tempat.” Ucapnya sembari menautkan jarinya pada tangan Hanna, lalu menariknya sepihak yang mau tak mau, Hanna pun ikut menurutinya.

Tak lama kemudian, keduanya pun sampai di Place de la Concorde, tak jauh dari hotel yang Hanna gunakan untuk menginap. Keduanya bahkan menempuh tempat itu dengan berjalan kaki, hingga membuat para pasang mata melirik iri. “Kau tahu, bangunan yang ada di utara itu dibuat dari batu. Itu bangunan untuk kantor pemerintahan.” Ujarnya sembari menunjuk objek yang dimaksud. Hanna pun hanya mengikuti arah yang ditunjuk Sehun tanpa berkomentar apapun. “Lalu, yang ada di timur itu bangunan Menteri Angkatan Laut Perancis.”

“Kau pernah ke sini sebelumnya?” tanya Hanna. Sehun yang awalnya masih sibuk menjelaskan akhirnya terdiam. Apakah ia harus jujur pernah ke Perancis bersama mantan kekasihnya? Padahal, sekarang ia sedang memperjuangkan kedudukannya sebagai satu-satunya pria yang bisa memiliki gadis itu. “A-aku. . membacanya di internet. Tapi, benar tidak ya?” jawabnya dengan nada dibuat-buat bingung agar Hanna bisa percaya. Namun, sebodoh-bodohnya Hanna, gadis itu tahu kalau pria dihadapannya berbohong.

“Kau penipu yang ulung, pantas saja aku pernah menyebutmu byuntae.” Ujar Hanna sarkastis. Sehun yang mendengar sebutannya dipanggil terperanjat, “Kau sudah mengingatnya? Secepat itu?” tanya Sehun tanpa jeda dengan satu tarikan napas. Pria itu menatap Hanna bingung. “Bukankah kau mengatakan kalau aku dulu mengataimu byuntae? Pria macam apa yang tak mengingat kata-katanya sendiri.”

Sehun berdehem guna membenahi kerongkongannya yang tak bisa lagi memproduksi suara. Ia kalah telak jika berdebat dengan Hanna. Dulu, ia akan mengaku kalah karena ia mencintai Hanna dan enggan berdebat. Namun sekarang, Sehun mengakui keunggulan dan kepintaran Hanna. Benar-benar perubahan yang luar biasa.

Hanna yang merasa menemukan cafe langganannya pun lantas menunjukkannya pada Sehun. “Apakah aku pernah ke sana sebelumnya?” tanya Hanna sembari menunjuk sebuah cafe yang hampir di semua negara ada. “Starbuck? Kita pernah berkelahi di Starbuck, tapi bukan di Perancis.” Ujar Sehun menjelaskan. Hanna pun menoleh ke arah pria Hesler yang berdiri di sampingnya, “Bertengkar?”

Sehun mengangguk, lalu ikut menoleh. “Mau tahu ceritanya? Kau tahu tak ada yang gratis di dunia ini,”

.

.

.

“Apa?”

Suara sopran itu menggema hingga kantor milik Hanna nampak berisik dari sebelumnya. Baekhyun yang kalut dengan keadaan pun hanya menganggukkan kepala—membenarkan. Sedangkan si pemilik sopran memijat pelipisnya. “Kau gila, Baek! Hanna seharusnya tak bertemu dengan Sehun—”

“Dia benar-benar mencintainya, Lena. Dia bahkan mencarinya setelah sekian lama.” Baekhyun melakukan pembelaan. Walaupun ia sudah katakan bahwa dirinya tak begitu yakin, ia hanya tak ingin kisah cinta keduanya semakin menjadi rumit. Dan jujur saja, sebagai sahabat yang mengerti semua mengenai Hanna, Baekhyun ingin membuat gadis Lee itu kembali seperti dulu.

“Lalu mengapa dia baru mencari Hanna, setelah-sekian-lama?” tanya Helena kembali dengan beberapa penekanan pada kalimat yang ia kutip dari Baekhyun. Helena bahkan melakukan penerbangan langsung Amerika-Korea Selatan setelah mendengar Sehun datang ke Seoul. Gadis itu bahkan tak peduli dengan pekikkan sang ayah yang tak menyetujui dirinya pergi sejauh itu sendirian.

“Setidaknya dia masih mau mencari Hanna.” Sahut Baekhyun lemah. Pria itu mendongak untuk menatap hazel Helena yang masih menatapnya marah. “Dan setidaknya dia ingin mengubah semuanya, walau dunia mereka benar-benar berbeda.” Tambahnya kemudian. Pria Byun itu mengikis jarak, namun enggan membawa sang gadis kedalam rengkuhan. “Uri cheoreom anhiya,” ucapnya dengan menekankan subjek yang dituju. Helena dan juga dirinya sendiri.

“Baek, kita tidak perlu membahas masalah—”

“Tapi, aku perlu.” Sahut Baekhyun ketus. Ia tak suka masalah pribadinya di sepelekan seperti ini. Bahkan dalam keadaan genting sekalipun. “Kenapa kau baru menemuiku setelah meninggalkanku tanpa kepastian, Helena?” Baekhyun akhirnya mengajukan pertanyaan sulit pada sosok gadis di hadapannya itu.

Helena hanya terdiam, enggan menjawab. Ia bahkan mengambil ponselnya dalam tas dan menghubungi Sehun untuk mengalihkan perhatian. Baekhyun yang mulai geram akhirnya merebut ponsel lima inchi itu, lantas dilemparkan pada tembok hingga hancur tak berbentuk. Kedua tangannya mencengkeram kedua lengan Helena, lalu menatapnya tajam. “Kau bilang demi kebaikanku, nyatanya kau tak pernah memberikan alasannya.”

Helena berpaling agar irisnya tak bertumbrukan dengan hazel coklat milik Baekhyun. Namun, ia masih sempat menjawab, “Karena aku punya alasan yang sama seperti Hanna,”

“KATAKAN PADAKU APA ALASANNYA!”

Suara bariton itu tak mampu lagi mengendalikan emosi. Agaknya tingkat kesabaran itu sudah diambang batas. Ia tak bermaksud membentak Helena, ia hanya ingin semua jelas sebelum Baekhyun benar-benar melupakan Helena untuk selama-lamanya—seperti yang gadis itu inginkan dua tahun yang lalu. Perpisahan mereka tanpa kejelasan, bahkan hanya sepucuk surat yang dilayangkan tanpa adanya alasan yang dapat diterima.

“Ayahku akan membunuhmu jika kita tetap menjalin hubungan, Byun Baekhyun!” pekik Helena tak mampu menahan kuasa. Bahkan liquid-nya sudah membasahi pipi setelah memberanikan diri menatap Baekhyun yang agaknya tak mampu membaca medan perang. “Aku melakukan semuanya untukmu, bodoh! Kau harus tahu itu!”

Perlahan, tangan Baekhyun terlepas. Pria itu mati-matian menahan bulir tangisnya agar tak pecah. Namun, sebagai gantinya, kaki tak mampu lagi menopang badan hingga ambruk berlutut di hadapan Helena. Walaupun Helena tahu Baekhyun tak bisa menerima kenyataan, gadis itu tetap melanjutkan kalimatnya yang sudah terpendam sejak lama. “Maafkan aku. Aku hanya ingin melindungimu.”

“Seharusnya kau mengatakannya dari dulu, Lena.” Akhirnya suara parau Baekhyun terdengar kembali setelah suara sopran Helena yang lebih mendominasi. “Aku tak peduli jika nyawaku hilang hanya karena melindungimu. Aku akan mati terhormat jika seperti itu.” Tambahnya kemudian. Pria itu mendongak hanya demi menatap wajah pujaan hatinya itu. Helena hanya bisa bungkam, tak mau menimpali lebih lanjut. Ini salahnya karena dengan sok jagoan datang menemui masalah tanpa mau menyelesaikannya.

“Kembalilah padaku, Lena. Aku hanya menginginkanmu.”

.

.

.

“Kau memang terlihat kasar dan egois.” Hanna menimpali kalimat Sehun dengan sarkastis, walaupun itu memang benar adanya. Sehun mendengus kasar mendapati penilaian buruk dari gadisnya itu. “Bukankah aku mengatakan kalau aku membentakmu karena terkejut? Tapi kenapa kau malah menuduhku seperti itu?!”

Sehun sebelumnya mengatakan perihal bagaimana mereka bertengkar di Starbuck, namun akhirnya berbaikan. Sayangnya, maksud yang ditangkap oleh Hanna sangatlah berbeda. Gadis itu mulai menilai Sehun sesuai dengan penampilan dan juga suara datar yang sering terbawa perasaan.

Hanna melipat tangannya di depan dada, lantas memicingkan mata. “Lihat! Kau bahkan membentakku. Bukankah itu nampak jelas?”

Untuk yang kesekian kalinya, Sehun kalah telak. Pria itu menghela napasnya kasar, lalu menghempaskan punggung tegapnya pada sandaran kursi. “Aku benar-benar kalah, Lee Hanna.” Ujarnya sembari menatap Hanna, lalu membuang fokusnya sembarang. “Kau menyerah?” tanya Hanna. Gadis itu mulai ragu mempercayai pria Hesler dihadapannya itu.

“Apakah terdengar seperti itu? Kenapa kau itu selalu—” Sehun menghentikan kalimatnya kala ia menelaah kembali sebelum mengucapkannya. Jangan sampai ia di skak mat lagi oleh gadis Lee itu. “Memangnya aku selalu apa?” Hanna kembali bertanya. Banyak fakta yang ia dengarkan dari Sehun, namun jujur saja ia agak ragu mempercayai pria Hesler itu.

“Kau tampak cantik dan menawan di waktu yang bersamaan.” Lanjutnya pada kalimat rumpang yang ia hentikan sebelumnya. Hanna pun tersenyum remeh, “Jadi, selain belajar bisnis, kau juga belajar merayu?”

Sehun terdiam beberapa saat. Bukan karena kalimat yang menjurus sarkastis itu berkumandang, namun bagaimana keduanya melakukan percakapan seperti dulu ketika mereka berdua bersama. Ketika untuk pertama kalinya Sehun memakan masakan Hanna—Tenderloin Steak—dan juga mengungkapkan perasaan sukanya. Tunggu—apakah Hanna sudah mengingatnya?

“Kau mengingat masa lalu kita?” tanya Sehun dengan raut muka penuh rasa terkejut. Namun, gadis dihadapannya itu menggeleng pasti dengan wajah polosnya. “Tidak,” sahutnya singkat. Tak tahu bahwa setelah ia mengatakan itu, seluruh rasa bahagia hancur lebur dalam satu waktu. “Damn it!” gerutu Sehun pelan. Melihat Sehun yang berbicara entah apa, membuat Hanna berspekulasi menurut observasinya.

“Kau sedang mengumpat. . . padaku?” tanya Hanna sembari menunjuk dirinya dengan jari telunjuk. Merasa dituduh—lagi—Sehun akhirnya menyesap mocchachino miliknya, lantas bangkit dari peraduan. “Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Dimana kau tak bisa menuduhku sembarangan, Noona.”

.

Tak lama kemudian, keduanya sampai di sebuah jembatan yang menjadi destinasi wisata bagi para pasangan. Hanna pun tak bodoh untuk menyadari apa maksud Sehun, karena ia yakin pria itu akan merayunya lagi. Seperti yang sebelum-sebelumnya. Hanna jadi tidak yakin, namun bodohnya ia masih saja mau mengikuti pria itu.

Love bridge?”

Sehun mengangguk sebagai jawaban. Pria Hesler itu lantas merogoh saku dalam jaketnya, lalu mengeluarkan satu gembok berwarna merah muda dari saku dalam jaketnya. “Jaketmu seperti kantong ajaib.” Ujar Hanna asal. Entah mengapa, Hanna merasa nyaman bersama pria itu. Jika dibandingkan dengan Junmyeon, Sehun lebih banyak bicara namun bisa menghiburnya. Singkatnya, mereka berbeda dari berbagai aspek.

“Ini,” ujar Sehun tanpa memperdulikan pujian atau sindiran yang dilontarkan Hanna. Pria Hesler itu hanya ingin Hanna mengunci gemboknya di pagar dan ia yang akan membuangnya ke sungai. “Kau yang menguncinya dan aku yang membuang kuncinya,” instruksi Sehun. Ia lekas mengulurkan gembok yang ia beli sebelumnya.

Alih-alih menerima, Hanna justru menyernyitkan alisnya. “Kenapa harus aku?” tanya Hanna bingung. Gadis itu masih saja menatap gembok di atas telapak tangan Sehun, walaupun pertanyaan yang digemakan untuk pria dihadapannya. “Karena namamu tertulis di situ,” jawabnya sembari menunjuk gembok di tangannya dengan dagunya.

Tak ingin berdebat, Hanna akhirnya menyetujui. Ia lekas mengambil gembok itu, lantas mengikuti instruksi yang diberikan Sehun. Setelah selesai, Hanna memberikan kuncinya pada Sehun. “Thanks, Hanna.” Ucap Sehun. Pria itu lekas mengambil kunci yang diulurkan sang pujaan hati. Ah, andai kalian tahu betapa bahagianya Sehun bisa memiliki momen seperti ini. Bahkan senyumnya masih terpatri hingga sekarang mereka meninggalkan jembatan itu.

“Sekarang mau kemana?”

Suara sopran itu membuyarkan lamunan Sehun. Pria Hesler itu memutar akal. Ia harus memanfaatkan kesempatan baik yang entah kapan akan datang untuk yang kedua kalinya. “Ah! Aku tahu kita harus kemana lagi.” Sehun berujar, lalu menggenggam tangan Hanna.

.

.

4caabd254767b1d17ff6514ceb837ddd.jpg

Baekhyun lekas bangkit dari sofanya kala suara sopran menerobos masuk ke rumahnya tanpa permisi. Pria Byun itu bahkan masih mengusap kelopak matanya, lalu menguap dengan imutnya. Membuat Helena yang masih mengedepankan harga diri pun memilih diam. “Bagaimana kau bisa masuk?”

“Kau tak mengganti password apartemenmu?” tanya Helena sembari merajut langkah mendekati pria yang kini kembali padanya setelah hampir dua tahun tak bertemu. Bukannya menjawab, Baekhyun justru menarik tangan gadis itu hingga jatuh tepat di atasnya. “Kenapa? Kau benar-benar ingin tahu?” tanyanya dengan nada yang dibuat selembut mungkin, hingga Helena yang mendengarnya pun terlena arus.

“Kau mengodaku, huh?” tanya Helena. Enggan mendengar penuturan Baekhyun selanjutnya, Helena lantas mengecup lama bibir tipis pria itu. Sedangkan Baekhyun yang belum sadar sepenuhnya pun kini membulatkan mata. Agaknya terkejut dengan gerakan refleks sang gadis yang sudah kembali menjadi kekasihnya itu.

Di menit ketiga, Helena lebih dulu menghentikan aktivitas yang ia mulai itu. Ia enggan menggoda Baekhyun lebih lama, karena pria itu akan menuntut lebih—walau sebenarnya lebih tepat disebut merayu ala Byun Baekhyun. “Sudah?” Baekhyun membeo. Agaknya berat melepas peraduan manis milik Helena yang sudah lama tak menyapa bibirnya.

Helena segera bangkit ketika Baekhyun menanyakan dua silabel tak bermutu itu. Hari ini keadaan mereka benar-benar berbeda. Jika dahulu Helena akan menghindari Baekhyun dan selalu seperti itu, maka sekarang ia yang akan memperbaikinya. Benar apa yang dikatakan Baekhyun kemarin, kalau kau takut untuk melangkah lebih jauh dalam mengambil keputusan, maka tak akan ada jalan lain yang dapat diambil selain menyerah sebagai pecundang.

“Cepat mandi, aku ingin mengajakmu bertemu calon mertua.”

Baekhyun yang awalnya masih sempat mendekap tangan Helena pun menghentikan aktivitasnya. Pria itu membulatkan mata sebelum akhirnya bangkit dari sofa. “Mertua. . Ayahmu?!”

Pekikan dari suara bass itu berhasil mengembangkan senyum Helena yang sedari tadi ia sembunyikan. Helena suka ketika Baekhyun menjadi panik, namun akhirnya menjadi manly ketika menghadapi masalah. Ia semakin yakin bahwa keputusan yang ia ambil tak salah. “Iya, Byun Baekhyun. Jadi, persiapkan dirimu dalam tiga puluh menit. Karena ayahku tak suka punya menantu yang malas.”

.

.

.

Hasil gambar untuk Cathedral Notre Dame Paris

Cathredal Notre Dame Paris menjadi destinasi terakhir yang ingin Sehun tunjukkan untuk Hanna. Pria itu sudah merangkai sejumlah keyakinan yang akan ia ungkapkan untuk Hanna. Ia akan mengatakan semuanya tanpa ditutupi lagi. Ia tak mau menjadi egois dengan memanfaatkan ingatan Hanna yang hilang, lalu menggantinya dengan kepalsuan.

Playboy byuntae sepertimu masih mengingat Tuhan, ya?” tanya Hanna sarkastis, namun mengandung kejujuran diatas kadar. Gadis itu kelewat jujur untuk kali ini. Dan itu yang membuat Sehun mengulum senyumnya agar tak menertawai kalimat Hanna yang menggema hingga ke telinganya. “Aku bahkan sering ke gereja, kalau kau mau tahu.” Sahut Sehun mengundang tatapan selidik Hanna. Gadis itu tak percaya, bahkan jikalau itu benar adanya. “Pria sepertimu mudah ditemukan di hotel terdekat.”

Sehun menunduk demi menyembunyikan gigi taringnya yang nampak jika ia tertawa. Hanna benar-benar manis seperti ini—batin Sehun. Hanna yang baru menyadari dirinya menjadi objek yang ditertawai kembali melayangkan tatapan tajam. “Kau menertawakan apa?”

“Dirimu, Lee Hanna. Kau itu lucu,” ujar Sehun jujur. Benarkah? Apa lelucon Hanna benar-benar lucu? Jikalau Sehun jujur, maka Hanna akan bertepuk tangan dalam diam. Untuk pertama kalinya selain Hanbin yang memahami lelucon seperti itu, Sehun menjadi orang kedua yang tak menganggap itu sebagai ejekan semata. “Benarkah?”

Sehun mengangguk mantap. Kedua tangannya menangkup kedua sisi wajah Hanna, lantas menjawab, “Kau itu lucu, hanya saja nadamu yang terlalu sarkastis. Dan aku bisa memahaminya.” Kemudian, dengan lembut ia mengusap pipi pualam Hanna. “Semua kenangan kita ada di Edinburgh. Tapi, kenapa kita malah mengunjungi Paris?” tanya Sehun pada dirinya sendiri.

“Di St. Giles’ Cathedral, untuk pertama kalinya kita bertemu. Untuk pertama kalinya kita bertengkar dan untuk pertama kalinya aku menyukaimu.” Sehun akhirnya memulai pembicaraan sebenarnya. Hanna yang masih ingin mendengarkan kelanjutannya pun hanya menatap manik coklat Sehun. “Dan University of Edinburgh menjadi tempat kedua kalinya kita bertemu.”

Hanna masih tetap bergeming. Gadis itu masih ingin mendengarkan kelanjutannya walau rasa pening mulai menyerang kepalanya. Namun, Hanna masih tetap bersikeras mendengarnya. “Dan setelah semua yang aku katakan, aku berharap kau bisa mengingatnya. Karena, aku harus berangkat ke Cupertino sore nanti.” Sambungnya kemudian. Pupus sudah harapan Hanna mengingat semuanya melalui bantuan seseorang yang mulai bisa ia percaya.

“Kau kembali ke Seoul hari ini, ‘kan? Kita bisa berangkat bersama.”

.

.

.

Baekhyun mati-matian menahan pekikkannya agar tak terdengar di mansion itu. Disaat ia mulai kebingungan mengambil sikap, gadis disampingnya malah menahan tawa melalui kuluman senyum yang sengaja disembunyikan. “Jadi, apa pekerjaanmu, Byun Baekhyun-ssi?”

Suara bass berat itu mengambil atensi Baekhyun agar lekas menegapkan badan lagi. Di sofa, pria Byun itu sangat tak nyaman. Bisa dilihat dari gerakan membenarkan posisi duduk yang selalu ia lakukan. Sebelum menjawab, Baekhyun berdehem dahulu untuk meredam sisa-sisa gugup yang sejak tadi sudah membuat jantungnya berdegup. “Saya bekerja di Samsung Corp. sebagai sekertaris CEO.”

Mendengar dua jabatan yang berbeda kasta dalam satu kalimat itu menjadi atensi Tn. Jacobs—ayah Helena—menganggukkan kepalanya pelan. “Lalu berapa gajimu sebulan?” tanyanya lagi yang membuat Helena menggeram dalam hati. Ayahnya selalu saja menyangkutkan masalah kedudukan daripada kenyamanan anaknya sendiri. “Ayah!” panggil Helena mengingatkan. Gadis itu sudah memasang tatapan tajam untuk ayahnya yang rela terbang dari Cupertino menuju Seoul hanya demi bertemu calon menantu.

“Aku hanya bercanda, Lena. Lagipula kekasihmu saja tidak keberatan. Bukankah begitu Baekhyun-ssi?” tanya Tn. Jacobs sembari melenparkan fokusnya menuju Baekhyun yang nampak tergeragap dengan pertanyaan tiba-tiba itu. “N-ne, aku tidak keberatan sama sekali.” Jawabnya dengan kekehan yang dibuatnya agar tak membawa efek canggung lebih jauh lagi.

“Helena sangat mencintaimu, tahu? Aku bahkan harus terbang dua belas jam hanya untuk menemuimu.” Ucap Tn. Jacobs jujur dengan raut muka bahagia setelah direpotkan oleh sang putri semata wayangnya. “Saya juga mencintainya, Tn. Jacobs.” Ujar Baekhyun lantang dengan wajah yakin miliknya. Keduanya—Helena dan ayahnya—terdiam barang sejenak, pun juga dengan atensi penuh yang dilemparkan pada satu-satunya fokus—Baekhyun. Baekhyun berani mengungkapkan hal sebesar itu?

“Kau yakin bisa membiayai hidup Helena hingga akhir hayatnya dengan uang yang kau hasilkan?” tanya Tn. Jacobs serius. Agaknya ia ikut terbawa arus percakapan serius yang Baekhyun mulai. Tanpa ada keraguan sedikitpun, Baekhyun kembali mengangguk. “Setiap bulan gaji sebesar sepuluh juta won ditambah dengan uang tambahan yang CEO Hanna berikan sebesar lima juta won. Total uang yang bisa saya dapatkan dalam satu bulan sebesar lima belas juta won.”

“Saya juga sudah mempunyai apartemen di Busan dan juga satu mobil. Tabungan yang saya miliki sebesar enam puluh juta won.

“Dengan semua yang Saya miliki, Saya ingin mempersunting Helena Jacobs sebagai istri Saya.”

.

.

.

Hanna tak tahu menahu mengenai tiket yang dibelikan Sehun untuknya dengan dalih; permohonan maaf tak bisa menemani lebih lama. Ingin rasanya menolak, namun nyatanya bibir berat ingin mengucapkan. Dan akhirnya keduanya menunggu pesawat take off bersama.

“Aku akan segera menemuimu di Seoul. Kau jangan lupa makan, huh?”

“Siapa kau yang mengatur—”

“Dan juga jangan memaksakan dirimu bekerja. Aku akan mengawasimu,” tambahnya tak membiarkan Hanna menginterupsi kalimat perintahnya. Hanna yang enggan menimpali lebih lanjut hanya bisa terdiam. Gadis itu melipat tangan di depan dada, lalu menelisik airport yang sudah ramai sejak pagi. “Bolehkah aku bertanya?”

Sehun lekas menoleh kala merasa diajak bicara sang pujaan hati. Ia pun mengangguk pasti sebelum suara sopran Hanna mempertanyakan kalimat yang membuatnya terhenyak. “Apakah ada kenangan kita di airport sebelumnya?” tanyanya. Sehun membulatkan mata kala mendengar pertanyaan semacam itu menggema. Haruskah ia memberi tahu mengenai perpisahan mereka yang tak berakhir dengan baik? Jikalau tidak, sampai kapan Sehun akan menyembunyikannya?

“K-kenapa kau bertanya seperti itu?” Sehun mencoba mengalihkan pembicaraan walau pada akhirnya masih menyangkut topik yang sama. Hanna menggendikkan bahunya acuh, “Aku hanya penasaran saja. Setiap aku ada di bandara, perasaan ini terus muncul. Seolah aku punya kenangan buruk yang sangat menyakitkan.” Jelas Hanna. Gadis itu mengedarkan pandangan sekali lagi pada pelataran airport sebelum kembali menuju manik coklat gelap Sehun.

“Ya, tapi aku tak akan pernah menceritakannya. Karena ada banyak rahasia yang kau sembunyikan dari insiden di bandara yang seharusnya aku ketahui. Maka dari itu aku membutuhkan ingatanmu, Honey.” Ujarnya dengan melayangkan satu usapan lembut di puncak kepala Hanna. Gadis itu tak memperhatikan gesture Sehun yang lembut dan bisa membuat darahnya berdesir cepat, ia justru memikirkan seberapa penting ingatannya sekarang.

“Maafkan aku,” Hanna berucap pelan. Ia merasa bersalah dengan banyak orang yang dirugikan karena memorinya di masa lalu. “Maaf? Untuk apa?” tanya Sehun tak paham. Pria itu masih enggan mengalihkan hazelnya dari iris coklat Hanna. “Untuk semuanya,” sahut Hanna.

“Tak perlu meminta maaf. Ini semua bukan salahmu dan juga bukan salah siapa-siapa. Tuhan sudah menakdirkan kita seperti ini. Kita hanya perlu memperbaiki semuanya.” Ujar Sehun mencoba menenangkan Hanna. Gadis Lee itu mengusap kelopak matanya, lalu mengerjapkannya beberapa kali. Bisa Sehun tangkap rasa bersalah yang begitu besar dari Hanna, hingga Sehun hanya bisa membawanya menuju dekapan hangat.

Baru beberapa menit Hanna menyandarkan kepalanya pada dada bidang Sehun, ia harus melepas kepergian pria Hesler itu. Pasalnya, menurut jadwal, pesawat Sehun take off lebih dulu. Dan panggilan kepada penumpang pesawat yang sama dengan Sehun harus segera memasuki pesawat.

“Jangan lupa pesanku tadi, okay? Tak lama, hanya butuh tiga hari dan aku akan kembali lagi ke Seoul.” Ucap Sehun pada Hanna. Tak lupa, satu kecupan ia tinggalkan di dahi sang gadis, lantas mengumbar senyum. “Jaga dirimu.”

Hanna hanya mengangguk, gadis itu masih bergeming di tempatnya dengan segala macam asumsi yang sudah memenuhi kepalanya. Sekelebat bayangan hitam putih muncul tanpa perintah dari sang pemilik. Menghantarkannya menuju memori tersedih walaupun hanya berupa sepenggal adegan.

Dalam ingatannya itu, Hanna melihat seorang laki-laki berlutut di depannya dengan menggumamkan beberapa kata yang tak bisa dicerna baik oleh Hanna, hingga ia hanya bisa memijat pelipisnya dan ambruk di tempat duduk. “Are you okay, Miss?”

Hanna menganggukkan kepalanya ketika suara bass mendekatinya. Menanyakan keadaannya yang tiba-tiba saja terduduk dengan tangan memijat pelipis. Ia hanya ingin mengingat semua memorinya, namun kenapa rasanya sulit sekali?

.

.

.

“Baekhyun-ah? Kau darimana saja? Aku mencarimu, tahu!”

Suara itu membawa Baekhyun terbang menuju alam sadar yang sesungguhnya. Dimana ia sekarang duduk di kursi miliknya, dan Hanbin ada di hadapannya. “Aku bertemu calon mertua.” Sahutnya simple. Pria Byun itu masih merutuki keberaniannya yang menyatakan perang terhadap keluarga Jacobs. Damn it!

Alih-alih percaya, Hanbin justru menertawai Baekhyun yang masih kalut. “Kau bercanda ‘kan? Apakah kau baru saja menemui ayah mantan pacarmu itu?”

Satu anggukan Baekhyun loloskan sebagai jawaban. “Iya,” sahutnya malas. Jika bukan karena pria dihadapannya itu lebih tua, maka Baekhyun lekas menendang pria itu keluar dan membiarkannya sendiri. Ia butuh ketenganan untuk menghilangkan segala kegelisahan yang melingkupi dirinya sekarang.

Satu dengusan Hanbin loloskan. Pria Lee itu mengendurkan lilitan dasi merah maroon-nya, lalu menghempaskan punggung tegapnya pada sandaran kursi. “Apa kau tahu tentang pria utusan Apple Inc. yang membatalkan pertemuan dan mengundurnya menjadi minggu depan?” tanya Hanbin sembari mengerjapkan mata dan mengadah. Baekhyun hanya mengangguk, lalu menimpali, “Dia mantan kekasih Hanna.”

“Ah. . jadi dia mantan kekasih—” Kalimat Hanbin terhenti kala dua silabel pembawa nama sang adik terucap bersama kalimat itu. Untuk memastikan bahwa ia tak salah dengar, Hanbin kembali mengumandangkan nama sang adik, namun dengan nada yang kentara terkejut. “—Hanna?!”

“Orang yang bernama Sehun Hesler itu. . mantan kekasih Hanna?”

Seperti orang bodoh yang kehabisan kata-kata, Hanbin terus mengulangi kalimat tanyanya dengan topik yang sama untuk memastikan bahwa semuanya hanya lelucon Baekhyun yang tak tepat. “Aku tak terlalu yakin mereka pernah menjalin hubungan. Yang pasti, mereka pernah bersama. Ia membatalkan pertemuannya karena ingin mencari Hanna dan memerbaiki semuanya.”

Hanbin hampir saja menggebrak meja jika tak ingat dimana keduanya berdiri. Ia menganalisis sendiri maksud kalimat Baekhyun. Dan melalui pemahamannya, sekarang ia tahu siapa yang sudah membuat adikknya bunuh diri dengan cara tak masuk akal—bunuh diri—hingga lupa ingatan.

“Kau bilang memerbaiki? Siapa kau sudah mengambil keputusan sepihak seperti ini!”

Hanbin bangkit. Pria itu sudah tak bisa meredam amarah kendati ingin menyelesaikannya dengan kepala dingin. Ia tak habis pikir dengan mantan sekertarisnya itu. Siapa dirinya bisa mengubah alur hidup Hanna dan merencanakan semuanya seperti ini? Bahkan jika Hanbin tahu kalau pria yang seharusnya ditemui itu adalah pria brengsek yang sudah menyakiti Hanna, tentu saja ia tak akan tinggal diam.

“Hanya Sehun yang bisa mengembalikan ingatan Hanna, Hyung. Kumohon biarkan Hanna mengingatnya. Jikalau Hanna tak menyukainya, ia pasti akan menjauhi Sehun dengan sendirinya.” Timpal Baekhyun. Pria itu mengadah demi menatap iris coklat yang semakin kelam tersulut amarah. Mengambil sikap, Baekhyun lekas berdiri dan menghampiri Hanbin yang tak jauh darinya. Hanya terpisah oleh meja kerjanya.

“Hanna itu kuat dibalik kelemahannya. Jika ia bisa mengingat masa lalunya, maka itu juga akan berdampak untuk Hanna sendiri. Bukankah semua orang belajar dari pengalaman?” ujarnya ditutup dengan kalimat tanya yang berhasil membuat Hanbin meluluh. Pria Lee itu paham maksud baik Baekhyun, tapi sekali lagi ia tekankan, kalau Hanna itu adalah adiknya dan ia juga ingin andil dalam kehidupan adiknya. Sebagai seorang kakak, teman, dan juga orang yang bisa dipercaya.

“Maafkan sikap kekanak-kanakanku. Aku hanya ingin mengetahui semuanya tentang adikku.”

Gwenchanha, Hyung. Aku paham,”

.

.

.

695bf2b8fde5192b51f6501a2023be46.jpg

Setelah kurang lebih dua belas jam mengudara, Hanna akhirnya sampai di Incheon airport. Gadis itu keluar dengan baju terakhir yang ia pakai di bandara Paris; kemeja yang dilipat diatas siku dipadi rok sebatas lutut dengan warna yang senada. Membuat Taeyeong yang sudah menunggu satu jam lebih awal berdecak kagum. Gadis itu berhasil mengumpulkan tatapan iri para wanita yang memiliki style kelas atas.

“Taeyeong-ah!”

Hanna lekas melambaikan tangan. Memberikan tanda bahwa ia sudah datang dan segera menghampiri Taeyeong lebih dulu. “Noona, bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja?” tanyanya sembari membalas rengkuhan sang sepupu yang sudah lama tak ia temui. Hanna mengangguk sebagai jawaban. “I’m okay.”

Taeyeong mengulas senyumnya. “Kau pasti lelah, Han ahjussi sudah menunggu kita. Ayo,” ajak Taeyeong sembari melingkarkan tangan pada lengn Hanna. Seolah gadis itu adalah kakak kandungnya sendiri. Hanna yang bahagia kedatangannya disambut Taeyeong pun lekas menarik sang sepupu satu marga itu menuju mobil yang tak jauh diparkir.

Namun, belum sempat melangkahkan kakinya, Hanna dikejutkan oleh sebuah panggilan yang tak tahu siapa pemiliknya. Memutuskan menunda perjalanan mereka untuk mengangkat panggilan. Bagaimana jika itu mengenai pekerjaannya? Hanna akan mendahulukannya, karena ia rasa Taeyeong akan mengerti.

Yeobeoseo?”

“Hi, honey! Kau sudah sampai di Seoul?”

Hanna hanya memutar irisnya malas. Tanpa menanyakan siapa suara bass yang menggema melalui speaker ponselnya, ia sudah tahu. “I’m in Incheon airport.” Balasnya singkat. Sekarang ia tahu, tipe seperti apa Sehun itu; playboy kurang kerjaan yang tampan dan protektif. Baiklah, ia harus berhati besar mulai sekarang. Karena ia tahu setelah semua hiburan yang diberikan beserta cerita masa lalu yang dikumandangkan, maka ia akan membalasnya sesuai apa yang pria itu inginkan. Toh, keinginannya hanya menjawab panggilan dan menimpali pertanyaan simple itu.

“Dua hari lagi aku akan ke Seoul untuk membicarakan bisnis kita.” Ujarnya memberitahu. Hanna hanya bisa menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Ia akhirnya menarik lengan Taeyeong agar lekas meninggalkan tempat. Sembari merajut langkah, Hanna masih menempelkan ponselnya ke cuping telinga. “Bisnis? Bisnis apa?”

“Kau tidak tahu? Akulah yang menjadi perwakilan dari Apple Inc. untuk membicarakan masalah layar OLED itu.” Jawabnya ringan. Hanna pun hanya menganggukkan kepala. Ia sekarang sudah sampai di ambang pintu mobil yang sudah ia buka. “Jadi, bagaimana pertemuan sebelumnya yang sudah direncanakan kemarin? Tidak jadi?”

Bisa ia dengar keheningan menyapa untuk sesaat. Agaknya bingung akan menjawab apa. Namun, setengah menit berlalu, suara bariton itu menimpali. “Aku mengundurnya,” jawabnya dengan nada pelan. Takut-takut kalau Hanna mengamuk dan membatalkan kontrak. Jika itu sampai terjadi, maka Sehun-lah orang pertama yang akan didepak keluar dari Apple Inc.

Ketakutan Sehun semakin menjadi ketika ia mendengar suara helaan napas sang gadis pujaan. Jantungnya bahkan berdegup dengan kerasnya seiring dengan dentuman jarum jam yang sudah melewati detik-detik lama. “Kau—”

Sekali lagi helaan napas terdengar. Hanna menahan emosinya untuk beberapa saat hingga akhirnya ia menduduki jok dan menutup pintu mobil sedikit kasar. Hingga Taeyeong yang duduk di sampingnya menoleh. “Wae geurae?” tanyanya pada Hanna. Gadis itu hanya mengusap tangan Taeyeong pelan. “Eobseo,” sahutnya.

Beralih dari Taeyeong, gadis itu kembali pada Sehun yang masih menunggu kalimatnya yang rumpang. “—kau itu pria yang tidak konsisten, ya? Bagaimana nanti kalau kita punya hubungan dan kau seperti itu,” ujarnya dengan dingin dan terkesan sarkatis, namun sangat mengejutkan ditelinga Sehun. Pria Hesler itu kembali menganalisis kalimat Hanna. “Apa kau bilang? Hu-hubungan?”

Damn it! Hanna salah bicara. Kenapa dari sekian subjek yang sudah diajarkan bahasa korea, terpilih ‘kita’ sebagai perumpamaan? Hanna sudah gila!

“Maksudku—”

“Baiklah, aku tak akan menggulanginya lagi. Agar hubungan kita berjalan sesuai harapan. Good night!”

Hanna mengacak surai coklatnya gusar setelah sambungan itu terputus. Gadis itu merutuki kebodohannya memilih kata yang salah—Ani! Ia berbicara dan bertemu dengan pria seperti itu adalah kesalahan yang besar. Sungguh!

.

.

.

Sehun hampir tertawa memekik jika saja tak ada Kai yang sudah membuat darahnya naik ke ubun-ubun. Bagaimana tidak? Kai menyembunyikan rahasia mengenai siapa yang akan menjadi wakil pihak Samsung untuk memerbincangkan urusan bisnis. Dan nyatanya bukan Hanna yang ia temui, melainkan orang lain yang tak diharapkan kedatangannya.

“Urusan kita belum selesai, Man,”

Sehun berucap ketika Kai hendak bangkit dan bersiap dengan semua pembelaan yang sudah dirangkai. Nyatanya, Sehun tak akan membiarkan pembohong itu lari dari hukumannya. Dan satu helaan napas pun menjadi syarat akan pasrahnya seorang Kai Kim. “Baiklah, aku mengaku salah. Kau bisa menghukumku—”

Never,” sahut Sehun lantang. Pria Hesler itu mengikis jarak demi terciptanya kedamaian. “Aku tahu kau salah. Tapi, tidak sepenuhnya apa yang kau lakukan itu salah.” Tambahnya kemudian. Pria itu menggariskan segaris senyum tanpa paksaan dari hatinya yang paling dalam.

“Apa maksudmu?”

Alih-alih menjawab, Sehun malah mengambil tempat di sisi sofa yang tak terhuni. “Kau secara tak langsung mengajarkanku apa itu definisi dari perjuangan. Gomawo, chingu-ya.”

Kai menyernyit. Ia bahkan sempat menempelkan punggung tangannya di dahi Sehun. Raut mukanya semakin tak menentu kala tak terasa panas sedikitpun untuk mengindikasikan pria tegap itu sakit. “Kau tidak demam. Tapi, kenapa otakmu bisa bergeser sebegitu jauhnya, sih?”

Sehun lekas menciptakan sebuah pukulan telak untuk dahi Kai. Pria itu sedang mengatainya?

“Ah! Sakit tahu! Bukankah aku benar? Kau tidak terkena Skizofrenia, bukan?”

Jika sebelumnya pria itu membalas dengan pukulan menyakitkan, Sehun justru terseyum senang. Sekelebat memori kembali teringat, ketika Hanna mengatakan satu kalimat yang membuatnya melayang. Hubungan. Bukankah itu berarti Hanna memang merasakan mereka dulu punya hubungan walaupun hanya sebatas mencintai tanpa memiliki?

“Memangnya apa yang membuatmu sadar dari setan brengsek itu?” tanya Kai sarkatis. Pria itu tahu, Sehun pasti baru saja mengalami sesuatu hingga kembali sadar menuju sifatnya tiga tahun yang lalu. Bukankah ini seperti sebuah keajaiban di bulan Desember? Bukan! Ini bahkan masih jauh dari bulan Desember. “Di telepon tadi, ia mengatakan sebuah kalimat yang membuatku bergidik ngeri. Kau tahu?”

“Ia juga mengatai aku adalah pria yang tidak konsisten. Karena aku membatalkan pertemuan secara sepihak, ia memertanyakan bagaimana jika kami mempunyai hubungan nantinya. Bukankah hanya mendengarnya saja kau tahu mengenai perasaannya?” ujar Sehun sembari menerawangnya melalui angan-angan berlandaskan impian yang entah kapan terwujud. Atau mungkin tidak.

Kai yang mendengarkan kalimat Sehun akhirnya tersenyum. Ia senang sahabatnya itu bisa kembali menjadi pria yang baik dan tak sebrengsek dulu. Mengedepankan perasaan daripada rasa egois yang hanya akan merugikan dirinya sendiri. “Man, perjuangkan cintamu. Kau tak akan tinggal diam, ‘kan?”

Sure,” sahutnya semangat. “Aku akan meyakinkan dia bahwa aku memang mencintainya dan bisa mendapatkan hatinya. Dengan begitu ia akan membatalkan pertunangan itu.”

“Ingat, kau berkompetisi dengan Junmyeon. Kau harus sportif, okay?

.

.

.

Hanna hanya bisa berujar mengenai keindahan Edinburgh dan makan malamnya bersama Junmyeon. Sisanya, Hanna memotong adegan dimana ia bertemu dengan Sehun. Tidak mungkin ‘kan Hanna mengatakannya sekarang?

“Gwenchanha?”

“A-Apa?”

Hanna tergeragap ketika mendapati pertanyaan Taeyeong terlontar begitu saja. Ia baru saja menikmati pemandangan malam yang disajikan oleh kota Seoul, yang sialnya baru ia sadari. “Kau pasti sedang memikirkan sesuatu, iya ‘kan?” tebak Taeyeong yang memang benar adanya. Apakah Hanna harus katakan sekarang?

“Sebenarnya, ada yang ingin aku katakan, Taeyeong-ah.

“Katakan saja, Nuna. Aku akan mendengarkannya.” Sahut Taeyeong bersemangat. Pria itu menoleh agar bisa mendengar suara sopran Hanna lebih jelas. Hanna membuang pandangannya ke depan. “Sebenarnya ada sesuatu yang lain terjadi di Paris. Hanya saja—”

Belum Hanna merampungkan kalimatnya, tiba-tiba saja suara decitan berkat ban dan aspal yang dipaksakan bekerja sama disaat kegentingan menjadi waktu yang tak tepat. Memaksakan sang sopir lekas membanting setir demi menyelamatkan dua jiwa yang menjadi tanggung jawabnya. Tak peduli dengan nyawa sendiri yang menjadi taruhannya.

Berkat keputusan yang diambil oleh sang supir pribadi, membuat bagian depan mobil Mercedes Benz milik keluarga Lee hancur. Kepulan asap putih pun menjadi pelengkap betapa kerasnya mobil mereka menghantam sebuah toko yang untungnya sudah tutup.

“Anda baik-baik saja?” tanya sang supir dengan raut muka kentara khawatir. Beliau selamat dengan bantuan air bag yang menjaga benturan antara kepala dan juga setir mobil. Hanna hanya mengangguk, sedangkan Taeyeong sibuk menutupi luka di pelipisnya. “Taeyeong-ah, gwenchanha?”

Tak lama setelah kejadian itu terjadi, beberapa orang yang masih mengelilingi kota Seoul lekas mendekat. Membantu mereka kelur dari mobil, lalu memastikan apakah mereka mengalami luka serius. Untungnya hanya luka kecil yang tercipta, hingga tak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Noona, kau berdarah.” Ujar seorang pemuda yang ikut membantu ketika tangan Hanna sibuk mengobati pelipis Taeyeong yang hanya tergores. Hanna menghiraukan, ia masih sibuk berkutat dengan luka Taeyeong yang membuatnya cemas setengah mati. Hingga tak lama kemudian, ia merasakan kepalanya berdenyut nyeri dan akhirnya pingsan. Setelah itu semuanya menjadi hitam kelam.

.

Sehun masih berkutat dengan proposal yang acaranya sudah ia kacaukan. Dan berakhir dengan tumpukan map yang harus ia revisi kembali untuk pertemuan kemudian dengan pihak Samsung. Dan ketika jenuh mulai melanda, Sehun terpaksa berhenti sejenak. Bangkit dari kursi kerjanya untuk menengok ke belakang. Kantornya memang didesain sedemikian rupa sesuai dengan keinginannya. Mejanya menghadap pintu, sedangkan belakangnya adalah kaca tebal yang dijadikan sebagai pembatas untuk melihat betapa indahnya pemandangan di sekitar lingkungan kerjanya.

“Aku merindukanmu,” Sehun bergumam. Ia nampaknya sangat merindukan sang gadis pujaan. Pasalnya, ada saja sesuatu yang membuatnya susah menghubungi Hanna. Ia terlalu sibuk, bahkan untuk menelpon Hanna. Akhirnya, semua lamunan itu hancur kala ponsel lima inci-nya berdering. Menampakkan sebuah ID caller bertuliskan Byun Baekhyun. Pria itu. . untuk apa menelponnya?

Tak berpikir lama, Sehun akhirnya mengambil ponselnya yang tergeletak di meja kerja, lekas menjawab. “Ada apa, Byun Baekhyun-ssi?” tanya Sehun tanpa saapaan. Agaknya ia tahu apa yang terjadi, karena jujur, entah kenapa ia merasa dadanya sesak sedari tadi. Bahkan pikirannya dirasuki sosok bayangan Hanna. “Sehun—”

“Ada apa?!”

“Hanna—”

“Ha-Hanna, kenapa?!”

“Dia—”

“Oh, damn it!

[TBC]

Hai semua makhluk yang tersesat di fanfict-ku! Apa kabar?

Aku sekarang gak bisa seaktif dulu yang biasanya update lebih dari dua kali di setiap minggunya. Alasannya:

  1. Kuota tidak mendukung
  2. Setiap pegang laptop dimarahin emak
  3. Ide numpuk tapi bingung waktu mau ngetik/?
  4. Lagi sibuk-sibuknya ngurusin tugas gegara sering dispensasi/dulu/
  5. Sok jagoan daftar jadi artworker, padahal poster aja editannya sungguh anjay/bunuh author!/

Dan masih banyak lagi lainnya yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Pokoknya gitu deh.. mohon maklum. Kalo boleh minta saran, fanfict-ku kepanjangan gak sih? Kok kalo aku liat yang lain berasa bikin twoshoot dalam satu chapter. Takutnya readers semua bosen dan meninggalkan daku sendiri di sini/?

Dan aku sekarang gencar bikin advertisment. Dateng ke blog pribadiku ya. . sekarang aku pindah ke http://blackandwhitesnowblog.wordpress.com Di situ, bukan hanya aku aja yang ada, melainkan ada author yang diksinya bagus banget dan harus kalian baca. Dia itu satu kelas sama aku dan karyanya luar biasa. Jadi yang berminat silahkan dateng.

Kalo kalian tanya kenapa ada dua author padahal blog pribadi, aku jawab, “Kami itu sudah seperti saudara, yang punya kesamaan hobi.” Dan ada ide buat bikin, kita sepakat, dan terciptalah blog itu. 😀

Namun.. jangan lupa tinggalkan jejak di bawah, ya. . kalau sempet menyapa, aku akan menyapa kalian dengan segenap jiwa raga yang ada/apaan coba?/

Have a nice day!

25 thoughts on “Take It Slow—CHAP. 10”

  1. kenapa saat lagi asyik2nya harus TBC????
    salutt dehh ama perjuangannya sehun. terus perjuangkan cintamu hun !!

    itu hanna gimana keadaanya.. gimana kalo amnesianya semakin parah(?) atau malah inget semuanya..
    semoga hanna baik2 aja

    chap 11 nya jangan lama2 ya putri.. hehehe
    pkok.nya aku akan terus dukung kamu di barisan terdepan sambil teriak fighting fighting fighting fighting/lebaaaayyyy amat ya gue/

    Like

    1. Iya, aku lagi suka ngerjain readers, kayak ada kepuasan batin gituh../hajar author/

      Chap 11? yang sepuluh aja baru bikin kemarin malem,/haha/

      Cie. eonni yang suka mendukung adiknya/bow/

      Like

  2. Eyyy untuk kedua kalinya kamu bikin aku geregetan gara gara tbc,, ish
    Ciee kan yg sibuk.,, untung ga pernah sibuk /sombong dikit wkwk/

    Ff kamu engga kepanjangan kok tenang aja, panjang pendek aku nikmatin (?)
    Wkwk btw taeyeong disitu taeyeong nct? Yg terlintas dia soalnya wkk

    Yaudah ditunggu ya lanjutannya
    Semangat semoga urusannya cepet selesai dan ga numpuk numpuk amat

    Like

    1. Iya, aku suka bikin semua eonni-eonniku gak sabaran :D/rumah besok hangus/

      Kak tari, ntar kalo sibuk awas ajah ya.. /kkk/ *devil smile

      Manikmati apaan coba?/smirk ke eonni/

      Iya, dia kak. Lagi suka fire truck soalnya 😀

      Iya, semoga gurunya toleran dikit yak.. gak kasih tugas banyak-banyak 😀

      Like

      1. Wkwk nikmatin apa aja deh yg penting nikmat (?) wkwk
        Bakar aja udah sekolahnya biar libur trus ga ngurusin tugas wkwkwk /pemikiran anak anak pemalas ini wkwk/

        Like

      2. Mulai menjurus ke arah byuntae/hentikan!/

        Ayo, kak. Aku pinjem mobil pertamina dulu,/pergi ke POM bensin/

        /enggak eonni enggak dongseng sama aja malasnya/

        Like

  3. Wah asyique dilanjutin❤
    Tbc nya jelek banget ih kenapa pas seru mulu. FF nya enakkan panjang jadi bikin nya panjang aja yah jangan dipendekin😂✌
    Aku penasaran nih sama chapter selanjutnya~
    Cepat di post yah aku tidak sabar membacanya~
    Fighting!!

    Like

  4. Yaelah, lg seru”nya padahal si oseh sama hanna, eeh malah tbc :v

    Gpp kepanjangan, yg penting puas bacanya soal nya update nya agak lama hehe..
    Its ok, semua punya alasan knp lama update. Keep writing ^.^

    Like

  5. Sebenernya helena tau kan kalo ayahnya sehin ga ngerestuin hubungan sehun sma hanna..??
    Skrg baru ayahnya sehun yang tau..
    Gmana kalo ayahnya hanna juga tau??
    Makin susah mereka bersatu dong..
    Skrg ajah hampir semua yg kenal merka pada ga setuju mereka ketemu lagi..
    Pengecualian steven sma baekhyun yang meskipun ga suka tapi tetep berfikir bijak..

    Like

  6. Kecelakaan lagiiiii???
    Semoga ingatan hanna balik lagiii
    Tapi kenapa harus kecelakaan lagii:((
    Kasian hannaaaa
    Oh ya akhirnya baek ketemu sama camer:3
    Semoga direstui yaaa:3
    Btw aku masih penasaran sama sosok(?) taeyong ituu:3

    Like

  7. ceritannya semakin seruh, sehun dan hanna gemesin.
    Hanna kecelakaan apa yang akan dilakukan setelah sehun tau klu hanna kecelakaan? apakah setelah kecelakaan memori ingatan hanna kembali dan mengigat sehun lg?
    penasaran deh.

    Liked by 1 person

  8. Semoga aja hanna pas ingatannya kembali dia gak marah marah dan menjauh dari sehun, nyesek cuy nyesek. Apa kabar suho itu hatinya? Baekbaek lagi berbunga bunga hatinya wkwkwk

    Liked by 1 person

Your Feedback, Please!