1435 #8 —PutrisafirA255

77-copy

1435—Jealous!

.

Story from PutrisafirA255

.

Cast

Oh Sehun-Kim Hanna

Byun Baekhyun- Helena Jung

Other Cast

Jung Hyejin-Min Yoongi

etc

.

Genre

Marriage Life, Romance, AU, Fluff, Drama, Family, etc.

.

PG-16

.

Hope you like it and give me comment as appreciation

.

PutrisafirA255©2016 | Blackandwhite

.

Prolog  #1 [Restart] | #2[Propose] | #3 [Could I?]

| #4[The Past] | #5 [The Wedding] | #6 [After Many Years] | #7 [The Secret] |

| #8 [Jealous!] (NOW)|

.

.

.

.

Ruangan operasi kali ini benar-benar mencekam. Hyejin bersikeras akan mengambil alih operasi karena pasiennya adalah Yoongi, kekasihnya sendiri. Namun, Hanna lekas menyingkirkan tangan Hyejin yang gemetar ketika hendak membuat sayatan di sekitar luka.

Hyejin yang merasa terganggu pun akhirnya menoleh dengan tatapan tajam. Oh Tuhan, Hyejin terlalu kalut sampai-sampai ia merasa kesal pada Hanna, tetapi tak bisa ia ungkapkan. “Apa yang kau lakukan, Hyejin-ssi?” tanya Hanna dengan kalimat formalnya, juga penekanan disetiap silabel.

“Biarkan aku melakukannya,” Hyejin kembali mendekatkan ujung pisaunya pada tubuh Yoongi. Namun, sekali lagi Hanna mencegahnya. Yang membedakan adalah gadis Kim itu mencengkeram tangan Hyejin. “Dia pasienku, kau akan mendapatkan sanksi karena melanggar kebijakanku.”

Final, itu kalimat telak.

“Keluarlah, Hyejin-ah. Kumohon,” suaranya kembali lembut setelah menghembuskan napas kasarnya samar. Bukannya ia tak suka jika pasiennya di sentuh oleh dokter lain, hanya saja Hyejin nampak begitu gugup dan takut. Itu bisa berakibat fatal karena apa yang dipikirkan Hyejin tidak hanya pada satu sisi. Ia tahu, Hyejin takut jika sesuatu akan terjadi pada Yoongi.

Hati Hyejin mendongkol. Bagaimana pun Hanna bisa mengatakannya dengan cara yang lebih baik. Tetapi apa yang dilakukan Hanna ini sudah keterlaluan. Maka dari itu, ia memilih mengembalikan pisau bedah di genggamannya pada Chanyeol yang baru saja datang dan pergi keluar ruangan.

Setelah dirinya berada di depan pintu ruang operasi, ia melihat Sehun yang tengah duduk dengan suara ketukkan antara alas pantofel dan lantai ikut menggema. Pria itu mengigit ujung jarinya dan sesekali mendesah kasar.

“Hyejin?”

Suara bass milik Sehun terdengar seusai melihat sahabatnya itu sudah keluar. Pria itu pun lekas bangkit dan menghampiri Jung Hyejin yang masih bergeming sembari menatap ke arahnya. “Apakah operasinya sudah selesai? Mengapa kau keluar cepat sekali?”

Dicecar pertanyaan yang membuatnya mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. “Aku diusir oleh istrimu,” sahut Hyejin sembari membuang fokusnya sembarang. Ia jadi kesal sendiri dengan Hanna yang egois, mengambil alih operasi itu dengan kekuasaannya.

Dahi Sehun mengerut ketika yang dimaksud Hanna melakukan itu. Bagaimana bisa itu terjadi?

“Diusir?” Sehun membeo. Ia menatap Hyejin dengan tatapan selidik yang malah tak kunjung dijawab. Alih-alih membahasnya, Hyejin justru mengambil alih kursi tunggu dan menghempaskan punggungnya pada sandaran. Kelopak matanya terpejam juga tangannya yang terlipat di depan dadanya. Ia ingin menghilangkan emosinya sekarang agar tak semakin menjadi.

Namun, bukannya memberikan waktu untuk menenangkan diri, Sehun justru mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. “Bagaimana bisa Yoongi terluka, Hyejin-ah?”

Masih dengan mata tertutup, gadis itu menjawab. “Aku tidak tahu,” sahutnya singkat. Enggan mengungkit ingatan itu juga. Sehun yang semakin kesal pun menimpali lagi dengan pertanyaan yang terdengar begitu memaksa. “Bagaimana bisa kau tidak tahu sedangkan yang menemukannya adalah kau, Jung Hyejin!”

“Bisakah kau diam, Oh Sehun? Aku sedang tidak ingin membahas apapun mengenai Yoongi,” Kelopak mata Hyejin kembali terbuka, kemudian menatap Sehun tajam. “Aku kesal dengan semua yang terjadi.” Hyejin menatap lurus dan lekat ke depan, namun dengan tatapan kosong.

“Dia menyembunyikan fakta bahwa kalian saling mengenal dan membuatku bertengkar dengannya.” Hyejin mulai bercerita. Kendati demikian, nadanya kentara datar menahan amarah. “Kau juga tak pernah bercerita kalau sekretarismu adalah Min Yoongi,” Sekarang Sehun yang menjadi sasaran.

Tak mau disudutkan, Sehun pun meluruskannya dengan sebuah kalimat tanya. “Memangnya apa hubunganmu dengan—”

Kalimat Sehun terhenti ketika ia mengingat sebuah memori. Dimana Yoongi bercerita mengenai kekasihnya yang juga bekerja di Sanghae Hospital. Apakah yang dimaksud adalah Jung Hyejin, sahabatnya sendiri?

“Jangan bilang kalau kau adalah kekasih Min Yoongi—” Sehun kembali menghentikan kinerja vokalnya setelah Hyejin menoleh dan menatapnya. “Apa dia bercerita kalau aku pembantunya?” tanyanya sarkatis. Damn it! Ia baru tahu kalau Yoongi menyembunyikan fakta sebesar ini.

“Sepertinya aku juga akan membencinya,” gumam Sehun sembari memijat pelipisnya. Agaknya ia mulai pening memikirkan semua fakta yang sudah melenceng begitu jauh dari ekspektasi. “Tetapi,” Bariton Sehun kembali menginterupsi. Pasalnya, banyak sekali pertanyaan di otaknya yang harus mendapat jawaban se-spesifik mungkin.

“Mengapa kau marah kalau tahu bahwa aku dan Yoongi berteman?”

Hyejin yang tadinya menatap kosong ujung sepatunya pun bergelut dalam hati. Bisakah ia bercerita pada Sehun sekarang?

“Aku hanya tak suka pria yang berkarir dibidang politik,” jawabnya kemudian. Dalam hati ia meminta maaf pada Sehun yang berbohong. “Yoongi mengatakan bahwa ia bekerja di sebuah kantor pemerintah. Tapi, dia tidak pernah bercerita lebih selain itu,” ucapnya menjelaskan.

Sehun yang mendengarkan pun memicingkan matanya. “Mengapa para wanita begitu membenci politik, huh?” tanyanya dengan nada-nada seolah menyindir. Ibu Hanna juga membenci politik karena ayahnya meninggal saat menjabat sebagai perdana menteri—yang entah pada masa jabatan berapa Sehun tak tahu—dan meninggalkan keluarganya. Dan yang satu ini, juga membencinya. Ada apa sebenarnya dengan para wanita jaman sekarang?

“Aku bukan membencinya—ah, maksudku. . aku hanya tak suka jika Yoongi menyembunyikan apapun dariku,” Hyejin mencoba beralibi, semoga saja Sehun tak curiga, batinnya. Sehun mendengar dan kemudian menganggukkan kepalanya acuh. Terserah, itu urusan mereka.

Diam menjadi aktivitas keduanya kemudian. Membiarkan hening merajai beberapa menit hingga suara bass yang tak jauh terdengar. “Oh Sehun, maaf aku terlambat.” Ujar pria itu dengan napasnya yang tersenggal-senggal. Hyejin yang menyadari kedatangan kakak laki-laki tertua keluarga Kim pun menatap Junmyeon. Untuk apa pria itu datang?

“Bagaimana semuanya bisa terjadi?” Junmyeon mulai bertanya untuk memenuhi kuriositasnya, bukan untuk investigasi—karena ada beberapa prosedur untuk melakukannya. “Kita hanya bisa menunggu sampai Yoongi sadar dan bercerita,” Sehun menatap Hyejin dan kembali berujar, “Karena yang mengetahui lebih detail hanyalah dia.”

Hyejin menoleh kepada Sehun. Apa pria itu mencoba melindunginya? Atau mungkin Sehun tak mau jika ia terlibat?

“Lalu, siapakah orang yang mengetahui kejadian itu?”

Untuk yang ini, Sehun tak bisa membantu. Pertanyaan yang Junmyeon ajukan begitu singkat, padat dan tepat. Tak diragukan jika ia menjabat sebagai ketua tim investigasi. “Itu—”

Belum sempat Hyejin membalas, Hanna lebih dulu datang dari balik pintu dengan raut cemas. Sehun yang ikut panik pun mulai mendekati Hanna. “Apa yang terjadi?”

“Aku membutuhkanmu, Yoongi mengalami pendarahan dan dia membutuhkanmu, Oh Sehun.”

.

.

.

Hari ini ia akan berangkat kembali ke New York. Ingin sekali rasanya ia menghubungi Hanna terlebih dahulu. Tetapi sekarang sudah tengah malam. Ia tak mau mengganggu gadis kesayangannya itu. Meskipun ia mencium gelagat aneh dari Hanna—karena gadis itu meninggalkannya tiba-tiba dan tak kembali setelahnya. Kemudian, ponsel Hanna sulit dihubungi. Memangnya apa yang Hanna lakukan?

Kai kemudian menghela napas setelahnya. Kepalanya begitu pening ketika memikirkan semuanya. Ia kembali untuk Hanna dan ingin membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Jika diperlukan, ia ingin sekali mengesahkan hubungan mereka di hadapan Tuhan.

Tangannya pun tergerak menuju sakunya. Sebenarnya, selain memberikan lolipop dan bunga, Kai juga ingin memberikan sebuah cincin yang terbungkus apik dengan wadah berwarna navi. Ia membelinya dari sebuah perangcang perhiasan ternama di New York. Jangan tanya berapa harganya, karena semahal apapun itu Kai tetap akan memberikannya—hanya untuk Hanna.

Katakanlah Kai sudah dibutakan oleh cinta karena ia memang mencintai Hanna sejak gadis itu belum mengenalnya. Pertama kali dirinya melihat Hanna saat gadis itu perjamuan yang diadakan oleh Perdana Menteri Kim—sebelum ayahnya meninggal. Gadis itu mungkin masih berumur sekitar delapan atau sepuluh tahun. Memakai dress selutut dengan warna peach dan hiasan pita di pinggangnya. Rambutnya dikuncir kuda dengan poni yang menutupi dahinya. Hanna begitu cantik saat itu.

Namun, Hanna sangat pemalu, bahkan hanya tersenyum ketika namanya disinggung. Kai juga sempat menyapa Hanna saat berpapasan, tetapi yang dilakukannnya hanya menatap dan kemudian melenggang pergi. Meskipun begitu dingin dan pemalu sikap Hanna saat itu, Kai begitu menyukainya.

Kai juga ingat ketika ia tak sengaja menumpahkan jus jeruk yang digenggamnya. Ia begitu panik saat itu, takut jika ayahya memarahi atau semua orang menatapnya tak suka. Namun, saat itu Hanna datang dan membersihkan bajunya dengan sapu tangan yang dipinjamnya dari sang ayah. Gadis itu pendiam, tapi ia peduli.

“Kau laki-laki. Tak perlu menangis hanya karena jus jeruk,” ujar Hanna datar. Tetapi, tak dinyana setelahnya gadis itu memberikan senyum tipisnya. “Namaku Kim Hanna. Siapa namamu?” tanya Hanna pada Kai yang masih saja bergeming sembari menatapnya.

Kai pun menjawabnya, “Namaku Kim Jongin.”

Ya, Kim Jongin. Itulah namanya yang sebenarnya. Ia menggantinya menjadi Kim Kai karena ia akan teringat dengan kematian ayahnya jika dirinya masih memakai nama Kim Jongin. Ayahnya meninggal karena serangan jantung dan meminta sebuah bantuan kepada keluarga Kim agar mengangkatnya menjadi bagian dari keluarga.

Sebegitu dekatkah keluarga ayahnya dengan Perdana Menteri Kim?

Sangat dekat. Ayah Kai adalah wakil perdana menteri dan ayahnya Hanna selalu meminta bantuan kepadanya. Sehingga Tn. Kim begitu berhutang budi kepada ayahnya Kai. Dan saat ayahnya Kai meninggal, beliau akan menjalankan permintaan terakhir sahabatnya itu.

Sejak itu, Hanna dan Junmyeon yang sudah remaja pun menerimanya dengan begitu antusias. Kai selalu menjadi penengah yang baik antara kedua bersaudara itu dan selalu mendengarkan juga menuruti permintaan Hanna. Tak peduli apakah ia mampu ataukah tidak, ia selalu mengusahakannya. Benar, hanya untuk Hanna.

Namun, kesedihan kembali menyapa kembali setelahnya. Tn. Kim dan Ny. Kim resmi bercerai. Dan beberapa tahun kemudian, Tn. Kim meninggal. Hanna begitu terpukul. Seolah semua bangunan yang dulunya berdiri dengan pondasi kokoh runtuh hanya dalam sekejap mata. Gadis itu mengunci diri selama dua hari tanpa makan dan berakhir terbaring lemah di kasurnya.

Setelah semua yang terjadi, ia, Junmyeon dan Hanna akhirnya tinggal dengan Ny. Kim. Pemerintahan juga ikut ambruk. Pemilihan umum terjadi begitu ketat, padahal mereka sedang berkabung. Persaingan tak melihat kemanusiaan, melainkan mengikuti keegoisan diri sendiri. Mencari kepuasan yang sebenarnya tak akan habis meskipun telah mendapatkan hasil yang diinginkan.

Tentu. Kai masih mengingat semuanya dengan begitu baik. Semua detailnya. Dan sejak saat itu, ia bersumpah akan menjaga Hanna, akan membuat rakyat Korea mengingat dengan baik bagaimana ayahnya dan ayah Hanna menderita dalam keegoisan mereka.

.

.

.

Setelah melewati banyak kejadian menakutkan hari ini, Hanna akhirnya bisa menyelesaikan operasi Yoongi dengan baik. Ia kemudian keluar ruangan dan memberitahukan pada semua orang yang sudah menunggu di luar ruang operasi agar mereka tak lagi khawatir.

“Semuanya berjalan dengan baik. Mungkin besok ia akan sadar,” ujarnya, kemudian menatap Hyejin lekat-lekat. “Hyejin-ah, aku minta maaf atas sikapku tadi. Aku tidak bermaksud—” kalimat Hanna terinterupsi ketika telapal tangan Hyejin terangkat guna menghentikan kerja vokalnya. “Tak apa, aku paham. Aku minta maaf karena begitu egois, Han.”

Mereka selalu seperti ini. Ada saatnya mereka bertengkar, entah itu masalah kecil maupun masalah besar. Namun, setelahnya mereka akan kembali seperti sebelumnya. Semarah apapun mereka, satu sama lain tetap saling membutuhkan.

“Kalau begitu aku akan memindahkan Yoongi ke ruang inap,” ujar Hyejin, meminta izin untuk undur diri lebih dulu. Hanna hanya menimpali dengan anggukan dan tepukan pelan di bahu gadis Jung itu sebelum ditinggal berdua dengan Sehun.

Setelah kepergian Hyejin, Sehun mengambil alih kembali tempat duduk dan memejamkan matanya. Nampaknya ia begitu lelah. “Kau lelah, Sehun-ah,”

Itu sepatutnya menjadi sebuah pertanyaan. Tetapi karena ia tahu jawabannya dengan begitu pasti, maka itu berubah menjadi pernyataan yang membuatnya semakin khawatir. Seharusnya ia bersyukur karena Sehun malah memberinya sebuah senyuman dan menarik lengannya hingga terduduk dan tenggelam dalam rengkuhan pria Oh itu.

Hanna tak memberontak dan hanya terdiam. Rengkuhannya begitu hangat dan ia juga begitu lelah mengalami banyak hal dalam satu hari. Mungkin jika ada kesempatan Hanna akan melingkari hari ini menjadi hari yang paling buruk dan baik yang bisa terjadi dalam sehari.

“Ini sudah jam dua pagi, kau tak mau tidur, Sehun-ah?” tanya Hanna pada Sehun yang malah memejamkan matanya. Gadis itu mencoba mendongak guna menatap manik coklat pekat si pria, namun ditolak. “Tetap seperti ini, Hanna-ah. Aku lelah, sungguh.”

Hanna tahu itu. Tapi, tidak baik ‘kan tidur dengan posisi duduk seperti itu, meskipun Hanna yakin kalau itu bukan pertama kalinya Sehun tertidur di kantornya tanpa ada kenyaman sekalipun. Tapi Hanna tak bisa hanya diam untuk saat ini. Ia punya hak untuk mengatur Sehun sekarang.

“Pulanglah, aku akan menjaga Nara di sini,” Hanna berpendapat, namun lekas disanggah oleh Sehun yang tak setuju. “Aku akan tetap di sini. Aku ingin—” Belum sempat merampungkan kalimat, Hanna menarik lengannya tiba-tiba.

“Mau kemana?” Sehun bangun dari tidurnya dan mengikuti langkah Hanna. Gadis itu mengajaknya ke sebuah tempat. Ia tak tahu ruangan apa, tapi yang pasti pikiran kotor tak bisa ia hindarkan. “Tidurlah di sini, ini kamar untuk perawat laki-laki.” Hanna berujar memberitahu.

Sehun pun lekas menggeleng. “Tidak. Aku tidak berhak tidur—”

“Siapa yang bilang? Cepat tidur atau aku akan membencimu seumur hidup!” ancamnya dengan nada yang begitu meyakinkan sehingga Sehun pun tergeragap dan akhirnya masuk ke kamar itu. Setelahnya, mendudukkan diri di salah satu tempat tidur yang kosong.

“Aku akan kembali ke ruangan Nara. Maaf tak bisa menempatkan Nara di ruang rawat inap,” ujarnya menyesal. Ia tak bisa menempatkan Nara di ruang inap seperti pasien yang lainnya karena gadis kecil itu butuh perhatian yang khusus pasca kecelakaannya dan juga harus dijaga ketat agar tak ada lagi kejadian seperti tadi. Hanya beberapa dokter dan petugas yang berkepentingan saja yang boleh masuk.

“Untuk apa kau meminta maf, huh? Jangan menyalahkan diri sendiri!” ucapnya menenangkan sembari mengusap telapak tangan Hanna yang digenggamnya. “Seharusnya aku yang patut di salahkan karena tidak bisa menjaga anakku dengan baik,” sambungnya kemudian.

Well, Sehun memang patut disalahkan, tetapi yang salah adalah dirinya karena telah mengajak Sehun pulang. Hanna mengakui kesalahannya, semua terjadi karenanya. Setelah Sehun menikah dengannya, Nara mengalami kecelakaan. Kemudian ketika mereka kembali berdekatan, kejadian yang lebih buruk terjadi. Hanna merasa bahwa dirinya yang menyebabkan Sehun se-sial ini.

“Baiklah,” Hanna bangkit setelah berjongkok di hadapan Sehun yang duduk di atas ranjang. “Aku akan memeriksa kondisi Nara dan menemaninya di sana. Selamat malam,” tukasnya menghentikan konversasi dan beranjak pergi. Namun, belum selangkah ia meninggalkan si jangkung Sehun, pria itu menariknya kembali.

“Tetap di sini sampai aku tertidur. Kau tahu ‘kan aku tak terbiasa tidur dengan—”

“Baiklah, cepat tidur, tukang memerintah!”

.

.

.

Hyejin begitu sedih ketika melihat Yoongi terbaring lemah dihadapannya. Ketika ia melihat Yoongi berlumuran darah di kamar mandi tadi, itu seperti mimpi buruk yang begitu menakutkan. Tetapi, daripada seperti ini, ia lebih baik bermimpi seperti itu dan berharap tak akan terjadi ketika bangun.

Sayangnya, Tuhan sudah berkehendak. Yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa bahwa kekasihnya itu akan segera sembuh dan kembali seperti biasa. Ia begitu rindu ketika dirinya dan Yoongi bertengkar. Ia merindukan Yoongi menyulut amarahnya dengan tak acuhnya pria itu padanya.

Jarum jam pendek sudah menunjukkan pukul delapan. Pagi ini ia tak ingin pergi kemanapun. Ia hanya ingin menunggu pria Min itu hingga tersadar dan mencercanya dengan berbagai pertanyaan. Pria itu hampir mati! Hyejin tak bisa tinggal diam seolah tak mengetahui apa yang terjadi, bukan?

“Aku rasa White Chocolate Mocha dan Caramel Macchiato di pagi hari tidak buruk juga.”

Suara khas Hanna terdengar. Gadis itu datang tanpa permisi dan tiba-tiba menawarkan minuman kesukaan Hyejin. “Aku tidak selera, Hanna-ah.” Sahut Hyejin sembari menatap Yoongi.

Hanna mencibir dalam hati. Mari kita lihat bagaimana Hyejin menolak apa yang sudah ia bawa dari Starbuck beberapa menit yang lalu. “Kau yakin? Baiklah, aku akan memberikan Ca-ra-mel Macchiatonya pada Chanyeol.” Ucapnya dengan penekanan pada kata ‘caramel’ dan memutar tubuh hendak pergi.

Dua langkah Hanna terhenti ketika Hyejin merampas minuman itu dari tangan kanannya. “Aku kalah,”

Hanna pun tersenyum kemenangan. “Kau tak mungkin bisa melawan enaknya Caramel Macchiato, Hyejin-ah.” Ucap Hanna sembari mendekati kembali Hyejin yang duduk di samping Yoongi. “Dia akan segera sadar. Jangan cemas seperti itu,” Hanna mencoba menenangkan.

“Aku menemukannya sekarat, Kim Hanna! Bagaimana aku bisa—”

“Aku masih ingin hidup,” Sebuah suara bariton menggema seiring kalimatnya menginterupsi Hyejin. Tanpa tedeng aling akan bangun, Yoongi justru malah ikut andil dalam konversasi itu. Hyejin yang agaknya terkejut pun lekas menoleh.

“Yoongi?” panggil Hyejin dengan nada lemahnya. Matanya membulat samar, antara terkejut juga tak percaya jika kekasihnya itu akan bangun secepat ini. Adegan seperti itu memang terlihat seolah orang yang sudah mati kembali hidup. Tetapi, ini adalah kenyataan, Yoongi sudah sadar setelah lebih dari sembilan jam. “Kau sudah sadar?”

Yoongi pun hanya tersenyum. Pria itu mengalihkan pandangannya menuju Hanna yang berada di samping Hyejin. “Bagaimana keadaan Sehun dan Nara? Apakah dia baik-baik saja?” tanyanya pada Hanna.

Bukannya menjawab, Hanna justru mengalihkan tatapannya pada Hyejin yang mengambil alih konversasi. “Kau menanyakan kabar orang lain sedangkan aku menemukanmu dalam keadaan sekarat, Min Yoongi!” Hyejin murka. “Bisakah kau peduli dengan dirimu sendiri saat ini, huh?”

Setelah mengatakan semua itu, Hyejin lebih memilih untuk undur diri dengan perasaan yang menggebu-gebu. Gadis itu bahkan menggerutu juga mengepalkan tangannya di sisi tubuh. Ya, Hanna akui jika dirinya ada di posisi Hyejin tentu akan marah. Tapi, ada sebabnya ‘kan pria seperti Yoongi menanyakan hal seperti itu.

“Maafkan Hyejin. Kau pasti sudah mengenalnya, bukan?”

Yoongi mengangguk. Bukan hal yang baru jika Hyejin mudah tersinggung seperti itu. Ia memang sengaja melakukannya agar dirinya bisa berbicara dengan privasi bersama Hanna. Ada begitu banyak permasalahan yang ingin ia bicarakan dengan gadis Kim itu. “Bagaimana kabar Sehun dan Nara, Hanna-ssi?” tanyanya kembali mengulang pertanyaan sebelumnya.

Hanna melukiskan segaris senyum di bibir juga dengan iris coklatnya yang begitu teduh. “Mereka baik-baik saja. Terima kasih sudah melindungi mereka selama ini,”

Mendengar penuturan Hanna, Yoongi pun mengernyitkan dahinya. “Maksudmu?”

Hanna bukan gadis dungu dan bodoh yang tidak bisa membaca situasinya. Yoongi berada di ruang inap Nara dan kemudian terluka. Apalagi sebagai ahli bedah yang pernah menuntut ilmu di luar negeri, pengetahuannya jauh lebih banyak. Luka yang dialami Yoongi adalah luka tusukan senjata tajam.

“Kau berusaha menutupinya dariku?”

Akhirnya, Yoongi tahu kemana arah pembicaraan Hanna. “Ya, semua spekulasi itu benar. Aku mendapatkan pesan singkat mengenai ancaman untuk Nara. Aku mencoba menyerang pria itu,”

“Dan kau membiarkan dirimu terluka, bukankah begitu Min Yoongi-ssi?” Hanna melanjutkan kalimat pria Min itu. “Aku sangat berhutang budi padamu. Meskipun kita belum mengenal lama, tapi aku tahu kalau kau adalah pria yang baik.” Hanna tersenyum begitu tulus.

Kekehan ringan yang digemakan Yoongi pun terdengar. “Aku tidak sebaik yang kau kira. Ehm. . maksudku, Bukankah kita—manusia—selalu berbuat salah?” Rasa canggung tiba-tiba menyerangnya.

Hanna memasukkan kedua tangannya pada saku jas. “Ya, benar juga.” Ujarnya meredakan tawanya, kemudian mengantinya dengan senyum manisnya. “Bisakah aku meminta balasan darimu, Hanna-ssi? Meskipun terdengar buru-buru, ini sangat penting.”

Senyum yang terpatri di wajah Hanna pun memudar. “Apa itu?”

.

.

.

Kantornya sekarang nampak berbeda dari sebelumnya. Banyak yang mengucapkan selamat atas pernikahannya, juga ada yang mencibir—diam-diam tentunya—karena pernikahan itu terlalu cepat. Mereka beranggapan kalau wanita yang dinikahinya itu hamil diluar nikah. Tahu apa mereka tentang hidupnya? Yang pasti, Sehun bersyukur sekarang ia bisa bersama dengan Hanna.

“Selamat datang kembali, Tn. Oh Sehun,”

Meskipun sapaan itu akan membuat orang senang, tidak dengan Sehun. Ia tahu kalau suara wanita yang mengatakannya itu masih kesal dengannya karena kemarin malam dirinya tak mengindahkan perintah Bae Joohyun. Atau mungkin ada sesuatu lain yang tak ia ketahui.

“Nampaknya kau masih marah denganku, bukankah begitu?” Sehun bertopang dagu diatas meja kerjanya. Joohyun yang mengambil alih kursi di depannya pun lekas menyindir. “Aku manusia biasa yang hanya bisa melakukan satu jabatan saja Perdana Menteri Oh,” ujarnya sembari memicingkan matanya.

Tengah malam tadi ia diberi tahu oleh Sehun sendiri bahwa Yoongi terluka dan harus dirawat beberapa hari di rumah sakit. Dan tak ada orang yang ia percaya selain Bae Joohyun dalam menggantikan tugas Yoongi sementara waktu. Sehun tentu tak bisa melakukan apapun sendiri tanpa sekretaris. Ia makhluk sosial, jika itu perlu dicatat.

“Jadi, kau marah karena itu?” tanya Sehun pada Joohyun dengan senyum tipis di bibirnya. “Kau tahu ‘kan tak banyak orang yang bisa kupercaya di sini, Joohyun-ah.” Sehun mencoba memberitahukan alasannya dengan lembut. Joohyun adalah teman baiknya yang selalu mendukungnya setiap saat. Namun, kemarin ia baru saja melihat Joohyun begitu marah dan egois. Itu bukan jati dirinya yang sebenarnya.

“Aku tahu,” Joohyun menyahut akhirnya. Ia terdiam sejenak guna menjeda kalimat yang akan ia sampaikan selanjutnya. “Bagaimana dengan istrimu? Aku belum bertemu dengannya,” Joohyun menyinggung perihal Hanna. Ia tak tahu menahu bagaimana Sehun bisa menikah tanpanya. Bukankah baru saja pria itu katakan kalau dirinya itu adalah satu diantara beberapa orang yang bisa ia percaya? Tapi buktinya tak seperti itu.

“Dia cantik,” Sehun menyahut, kemudian menambahkan. “Namanya Kim Hanna.”

Kim Hanna. Sehun bahkan terang-terangan mengatakan kalau gadis itu cantik. Mungkin saja gadis itu memang cantik, bukan? Tetapi mengapa hati Joohyun seperti terkoyak—begitu sakit?

“Aku jadi penasaran bagaimana cantiknya Kim Hanna-mu itu.”

“Mau bertemu dengannya?”

.

.

.

Kedua pria itu masih saja saling beradu pandang. Jika bukan karena si jangkung yang terlebih dahulu menghadangnya, ia tak mungkin berakhir duduk di kantin rumah sakit. Apalagi tujuannya adalah bertemu dengan Hanna, bukan dengan pria bermarga Park itu.

“Aku ingin bertemu Hanna,” Kai bangkit dan hendak beranjak, namun suara bass Chanyeol lebih dulu menginterupsi langkahnya. “Duduk!”

Kai menaikkan sebelah matanya. Apakah pria ini baru saja mempermainkanku? Batin Kai. Namun, karena ia sedang baik hati dan tak mau menciptakan keributan, akhirnya ia menuruti titah Chanyeol dan kembali duduk berhadapan.

Dengan begitu angkuhnya, Chanyeol menatap kembali pria Kim itu dan melipat tangannya di depan dada. “Kuharap kau bisa menjauhi Hanna sekarang,” ujarnya memohon, namun dengan nada yang begitu tegas. Apakah ada orang yang menganggap adiknya sendiri sebagai wanita yang ia cintai?

“Hanna itu adikmu. Nama kalian ada dalam satu kartu keluarga. Apakah kau tidak malu?” Chanyeol semakin tak bisa mengendalikan emosinya ketika tak ada tanggapan dari Kai yang fokusnya berpihak padanya, kendati entah apa yang ada dipikirannya.

Chanyeol pun mencondongkan badannya dan mengetuk meja dua kali. “Excusme, can you hear me, Kim Kai-ssi?” ia tak suka diabaikan. Ia tahu pasti banyak pemikiran ataupun spekulasi yang bermunculan di otak politikus itu. Apalagi untuk mendapatkan pekerjaan sebaik itu di New York butuh otak pintar juga, ‘kan? Setidaknya satu pertanyaan akan diajukan untuknya.

Diam menjadi langkah yang Kai ambil sebelumnya. Namun, kini ia akan menimpalinya. “Ini hidupku. Urus saja hidupmu sendiri.”

Setelahnya, Kai kembali berdiri dan meninggalkan Chanyeol sendiri. Beranjak menuju ruangan Hanna yang tak begitu jauh dari kantin. Kai mengigit bibirnya—kebiasaannya ketika kesal. Mengapa banyak sekali orang yang senang ikut campur atas kehidupannya?

Setelah pintu lift terbuka, Kai lekas melangkah menuju ruangan Hanna. Namun sebuah lengan kekar menahannya di tempat. Ia lekas berbalik untuk melihat siapakah orang yang ingin membuat kekacauan lagi dengannya.

Awalnya, Kai pikir itu adalah Chanyeol. Pria yang menahannya lebih dulu di kantin rumah sakit. Tetapi, ini lain cerita. Sosok jangkung yang tingginya tak lebih dari Chanyeol pun menampakkan diri dengan beberapa guratan otot kekarnya yang menonjol di lengannya. Menampakkan betapa kuatnya genggaman seorang Sehun untuk menahannya.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Sehun dengan tatapan yang begitu tajam. Kedua ujung alisnya terangkat, menahan amarah.

Tatapan Kai teralih pada cengkeraman Sehun yang diberikan padanya. Bukannya lekas melepaskan, pria Kim itu justru terkekeh remeh. “Siapa Anda yang menyentuh Saya tanpa permisi?”

Kai memang tak mengetahui siapakah gerangan orang yang menahan lengannya dengan tak begitu sopannya. Kendati raut muka itu tak lagi asing, tetapi ia tak suka jika ada orang yang sibuk mengurusi urusan dan hidup orang lain.

“K-kau bertanya siapa aku?” Sehun keheranan ketika pria itu tak mengetahui dirinya yang sangat diagungkan di seluruh penjuru negeri. “Aku—”

“Kai!”

Suara Hanna menggema ditengah ketegangan yang melanda. Gadis itu berlari sekuat tenaga ketika Sehun bertemu dengan kakak angkatnya itu. Tidak, Kai tidak boleh tahu kalau ia sudah menikah dengan Sehun. Kai pasti akan marah dan tak mau menemuinya lagi.

“Apa yang kau lakukan di sini?” Hanna mencoba mengambil alih percakapan dan berharap bahwa dengan sikap yang ia ambil ini akan meredam amarah bagi keduanya. Apalagi ada Chanyeol yang tiba-tiba datang di belakang Kai. Ia tahu kalau Chanyeol begitu membenci Kai, begitu juga dengan Sehun. Tak perlu meminta Hanna untuk menjelaskan, ia tahu itu.

“Aku ingin menemuimu,” Kai beralih menatap Sehun, kemudian Chanyeol. “Mereka mencegahku tanpa alasan,” tatapannya itu kembali beralih pada Hanna. Menatap seolah memberitahu padanya bahwa ia begitu tersiksa dengan keadaan yang tak ia ketahui sendiri. Semacam tahu medan perang, tapi tak tahu dalam rangka apa perang itu terjadi.

“Itu,” Hanna memegang telapak tangan Sehun yang masih mencengkeram Kai dan memaksa pria itu agar melepaskannnya. Tak butuh waktu lama juga berdebat, Sehun melepaskannya—dengan berat hati tentunya. Ia sedang tak ingin bertengkar, apalagi ada Joohyun yang tak tahu apapun mengenai masalah itu.

“Bisakah kita bicara berdua—”

“Aku tidak menginzinkan kalian berdua!” Sehun bersikeras. Sebenarnya, apa yang ada di otak Hanna sampai suaminya sendiri diabaikan dan lebih memilih pria yang tak ada hubungan darah dengannya seperti itu? Bukankah seharusnya ia membela suaminya daripada membela pria lain yang asal usulnya pun dipertanyakan.

“Sehun—” Hanna semakin putus asa. Tak ada yang bisa ia lakukan selain membawa Kai pergi dan menyelesaikan masalah ini berdua. Namun, Sehun masih saja bersikeras dan enggan mengalah. Ia pikir, Sehun akan bertindak seperti seseorang yang bayangkan. Bersikap bijaksana dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Nyatanya, itu tak sesuai pengharapan Hanna.

“Siapa kau berani mengatur kehidupan Kim Hanna, huh?!” Tak peduli bicara dengan siapa, Kai akhirnya meluapkan emosinya. Kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuh, siap melayangkan tinjunya jika pria itu kembali menyulut amarahnya lebih lama. Pria yang belum pernah ia temui itu sudah berani melakukan  hal diluar batas.

“Namanya Oh Hanna. Bukan lagi Kim Hanna, kalau kau mau tahu.”

Awalnya, Kai bergeming saat mendengar penuturan dari pria asing tak tahu malu di hadapannya itu. Namun, ketika ia mencerna apa yang sebenarnya ingin dikatakannya, barulah ia sadar. Bahwa ada hal tidak beres yang tak ia ketahui. Ia butuh penjelasan yang lebih dari bibir Hanna sendiri. Ia tak mau menjadi orang bodoh ketika seharusnya dirinya-lah yang mengetahui apapun mengenai Kim Hanna.

“Hanna, jelaskan padaku! Sekarang!” Pria tan itu naik pitam. Melihat Hanna yang hanya bisa menatap ujung sepatunya pun tak bisa lagi menahan amarah.

Sedangkan Hanna, entah apa yang mengarahkannya untuk mengalihkan fokus pada sepasang heels yang ada di samping Sehun. Kemana saja selama pertengkaran berlangsung hingga Hanna tak menyadari ada wanita tak ia kenal mendampingi sang suami?

Tanpa ragu, gadis Kim itu mendongak guna menatap siapakah wanita yang ada di sebelah suaminya. Ia melontarkan pertanyaan sesuai keinginan tahunya yang melebihi keinginannya untuk melerai dua pria itu. “Nuguseyo (Anda siapa)?” tanyanya.

Joohyun yang merasa diajak bicara pun membuka bibirnya guna menjawab, namun kembali diinterupsi oleh si pria Kim. “Jangan mengalihkan pembicaraan!” pekikknya kesal karena permintaannya tak lekas dituruti.

“Jaga bicaramu, bung!” Sehun mencengkeram kerah kemeja putih Kai hingga empunya mendongak. Tak terima jika ada orang lain yang membentak istrinya, apalagi seorang pria. “Kau sedang berbicara dengan wanita,” suaranya pelan, tetapi penuh dengan penekanan di setiap silabelnya.

“Sehun!”

“Kau membelanya?”

“Berikan aku waktu untuk menceritakan padanya,” Suaranya kembali merendah. “Kumohon,”

Tangan Sehun mengendur seiring otaknya mencerna kalimat Hanna. Gadis itu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Seolah menyerah dengan dirinya yang bersikukuh harus dituruti keinginannya. Tetapi, bukankah itu tugas seorang istri? Apakah statusnya sebagai suami tak berarti di sini?

.

.

.

Hyejin yang tak tahu bagaimana Sehun dan Hanna juga Kai bertengkar pun lekas mendatangi lokasi yang diberitahukan Chanyeol melalui pesan singkat. Ia bahkan rela meninggalkan Yoongi dan menitipkannya dengan beberapa pengawal—Sehun yang menyuruh setelah kejadian yang menimpa pria Min itu—untuk menjaganya sebentar.

Namun, sebelum sampai di tempat kejadian, Hyejin mendapati Sehun dan seorang wanita tengah duduk berdampingan di kursi tunggu depan sebuah ruangan. Wanita itu sangat cantik, lumayan tinggi dan tubuhnya begitu ramping. Ah, Hyejin bahkan iri karena berat badannya yang bertambah. Jika kebanyakan pria akan meminta pacarnya melakukan diet, Yoongi justru membebaskannya. Asalkan tidak berlebihan.

“Dia tadi yang bernama Hanna?” si wanita—Joohyun—membuka percakapan. Mendengar penuturan itu, Hyejin lekas bersembunyi, namun memasang pendengaran yang tajam guna mengawasi percakapan keduanya. Sehun yang tadinya menunduk sembari memijat pelipisnya pun mendongak. Ia kemudian menganggukkan kepalanya guna menjawab pertanyaan rekannya tersebut. Tak berniat membalasnya dengan sepatah katapun.

“Aku rasa pernah melihat mereka berdua sebelumnya,” Joohyun kembali menimpali. Dahinya pun mengerut, mencoba mengingat dan juga memastikan apakah ingatannya itu benar. “Kau bertemu mereka? Kapan?” Sehun mulai tertarik dengan bahan pembicaraan yang Joohyun ajukan.

“Sekitar dua hari yang lalu?” ia mencoba mengingat. Rasa pening yang ia rasakan semakin menjadi-jadi, namun Sehun tetap bersikeras mendengarkan. “Mereka mengunjungi sebuah toko jam tangan.” Tambahnya menjelaskan.

Dua hari yang lalu. Bukankah itu berarti mereka pergi di saat pihak wanita sudah menjadi istri orang lain. Oh, apa yang sebenarnya terjadi dengan pernikahannya? Mengapa malah semua ini menjadi begitu rumit? Bisakah ia bahagia tanpa ada masalah seperti ini? Yang satu belum selesai dan satunya lagi akan menambahkannya. Sebegitukah kuat Tuhan menganggapnya bisa menyelesaikan masalah sesulit ini?

“Mereka juga kelihatannya begitu dekat, memangnya siapa pria yang—”

Setelahnya, Hyejin tidak mau mendengarkan lebih lanjut. Ia tak butuh penjelasan karena ia bukan orang bodoh yang tak bisa membaca situasi. Sepertinya, kedua sahabatnya itu butuh seorang cupid sepertinya untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Karena, jika ini terus saja dibiarkan, hubungan Sehun dan Hanna akan berakhir dengan buruk.

.

.

.

.

Halo..

Maaf sebelumnya yang gak bisa buka, ada kesalahan teknis. Maklum, jomblo nganggur 😀

Okay, gimana chap ini? Penuh dengan lika-liku dan pengkhianatan? 😀 Ya, kalo ujiannya semakin berat dan bisa melewati, hubungannya pasti bisa langgeng 🙂 Ini belum mendekati maupun akan end ya.. so always stay tune. Mengingat aku juga sudah comeback, okay?

Love you guys as always

Thank you.

Wattpad : @putrisafira255

32 thoughts on “1435 #8 —PutrisafirA255”

  1. Finally akhirnya yg di tunggu update juga 😭 itu si joohyun suka sama sehun ya …Aku jadi takut dia bakal ngerusak hub sehun sama Hana ….Dan kai please kai Hana adik kmu walaupun adik angkat jangan ambil dia dri sehun please please

    Like

  2. Akhirnyaaa comeback jugaaa aku setia nihh nungguin tiap hariii😂
    Kangen bangettt sama ff iniiii💖
    Ahh kai sama hanna udah deuh gausah banyakin scene nya aku sebel sama kai–
    Banyakinn scene sehun sama hanna donggg
    Oiyaaa aku takut nara nya kenapa kenapa ihh😂
    Pokoknyaa fighting thor!!

    Like

    1. Wah, akhirnya ada yang nungguin #curhat
      .
      Tenang aja, akan ada saatnya momen romantis mereka bikin diabetes.
      .
      .
      Thanks for comment😆

      Like

    1. Biar greget, ntar kalo galau malah kelihatan melankonis😂
      .
      Abis mbak irene terlalu cantik untuk dijadikan cast protagonis. Buat Yoongi, chap depan mungkin udah dijelasin (aku lupa di chap mana).
      .
      Thanks buat komentarnya😄

      Liked by 1 person

    1. Wah, seneng kalo suka ceritanya. Masalahnya, aku ngerasa makin banyak chapnya, makin bosen readersnya. Semoga enggak, ya?😅
      .
      .
      Thanks untuk komennya😘

      Like

  3. akhirnyaa update jugaaa 😉

    hanna kok ngebelain kai banget siiih, sehunnya dicuekin, kzl 😦
    jangan-jangan joohyun suka sama sehun yaa?

    aaaaaa aku tunggu kelanjutannyaaa
    semoga mereka baik-baik ajaa..

    Liked by 1 person

    1. Efek terlalu percaya. Kadang sampe kita lupa diri kalo udah kaya gitu.
      .
      Maapkan dakuh kalo mbak joohyun jadi pho😟 abis dia terlalu cantik untuk tidak dinistakan *eh🤔
      .
      Makasih atas komennya🤗

      Like

  4. Wah makin kompleks aja nih permasalahannya, Hanna jangan sampe masuk perngkap bangkai ralat bang-kai. Seru…. 😄

    Like

  5. ihhh knpa disini aku jadii sebel bgt sm kai.. dasar sii kkamjong omes haduuhh saking keselnya kk, baru baca nama kai uhhhh rasa”ny mo udahan aja baca scene kai apalagi di chap ini dia mo ketemu sm hanna ehh uda ktmu sih makin greget, mana bagian dia banyak lagi di chap ini.. serius kk, baca nama kai aja udah bikin deg”an ohhh astagaaaaaa

    Like

  6. Ouw…ternyata yang ad di kamar mandi itu min yoongi… Terus siapa pelaku sebenarnya…? Masalah semakin rumit kayaknya… Bnyak kebohongan yang belum terungkap… Ditunggu next chapter kakak

    Liked by 1 person

  7. lah bukannya kai itu oppanya hanna ya?
    wajarlah sehun cemburu, knp jg ad kai yg ganggu rumah tangganya sehun-hanna?
    untungnya si yoongi ga parah bgt dapet luka,, ok next

    Like

Your Feedback, Please!