1435 #9 —PutrisafirA255

77-copy

1435—Bad Dream

.

Story from PutrisafirA255

.

Cast

Oh Sehun-Kim Hanna

Byun Baekhyun- Helena Jung

Other Cast

Jung Hyejin-Min Yoongi

etc

.

Genre

Marriage Life, Romance, AU, Fluff, Drama, Family, etc.

.

PG-16

.

Hope you like it and give me comment as appreciation

.

PutrisafirA255©2016 | Blackandwhite

.

Prolog  #1 [Restart] | #2[Propose] | #3 [Could I?]

| #4[The Past] | #5 [The Wedding] | #6 [After Many Years] | #7 [The Secret]

| #8 [Jealously] | #9 [Bad Dream](NOW)

.

.

.

.

Hanna semakin gila jika setiap hari ia harus melewati semuanya seperti ini. Kai marah dan mengatakan akan membicarakannya kembali saat kembali dari New York. Sehun pulang entah ke rumah yang mana, tanpa kabar pula. Sedangkan Nara masih terbaring tak berdaya di ruangannya. Haruskah hidupnya dipenuhi dengan lika-liku seperti ini?

“Mau mendengar sebuah solusi dariku?”

Tak dinyana, suara Hyejin tiba-tiba menggema, membuatnya mendongak dan mengalihkan perhatiannya dari jus jeruk yang baru saja ia beli. Gadis itu datang dengan dua botol soju dengan beberapa cemilan. Tak lupa senyum mengembang yang begitu manis dari bibirnya.

“Di saat banyak masalah seperti ini, yang terbaik adalah—” Hyejin membuka salah satu tutup botol soju dan menuangkannya pada gelas kecil yang tak lupa juga ia bawa. “—soju.”

Senyum kecil pun terlukis di bibir Hanna. Hanya Hyejin yang tahu apapun mengenainya. Hanya gadis Jung itu yang bisa memahami perasaannya. “Jangan melamun dan cepat minum. Wajahmu semakin jelek tahu kalau seperti itu,” celanya dengan air muka yang dibuat sebaik muka untuk mencibir gadis Kim itu.

Tanpa basa-basi lagi, Hanna mengulurkan tangannya dan menerima gelas yang diberikan oleh Hyejin. Ia pun lekas menandaskannya dalam sekali teguk. Sungguh, agaknya beban yang ditopang gadis itu begitu besar dan banyak, sampai-sampai dirinya lupa kalau ia tak begitu kuat meminum banyak alkohol.

“Aku sangat membenci Sehun,” Hanna mulai meracau. Sepertinya rencana si cupid Hyejin akan berhasil kali ini. “Beraninya dia membawa gadis cantik ditengah pertengkaran kami,” tambahnya dengan nada yang begitu geram. Tentu saja Hanna marah. Katakanlah dirinya cemburu, tetapi Hanna tak akan mengakuinya dengan begitu cepat. Egonya terlalu besar untuk mengakui.

“Gadis cantik?’ Hyejin membeo. Apakah yang dimaksud dengan Hanna adalah wanita yang duduk di samping Sehun siang tadi? Wah, sepertinya Hanna mulai kembali menyukai Sehun. Kendati demikian, ia tahu kalau Hanna tak akan begitu saja menyerah. Gadis itu pasti akan menyangkalnya. Dasar Kim Hanna!

“Aku tidak tahu siapa dia. Tetapi—”

“Dia berbahaya, Hanna-ah.” Hyejin menimpali segera. Ia baru ingat kalau gadis itu berbahaya bagi hubungan Sehun dan Hanna. Tak perlu ditanya bagaimana, yang pasti Hyejin bisa melihat tatapan cinta dan kesedihan yang ditunjukkannya saat menatap Sehun. “Sepertinya gadis itu menyukai Sehun,” ujarnya sembari mengetukkan jari telunjuknya pada dagu berkali-kali.

Alih-alih marah, Hanna justru terkekeh bodoh. Akalnya sudah menguap entah kemana, digantikan oleh alam bawah sadar untuk berpikir. “Memangnya aku peduli, huh? Semua pria memang sama saja. Sekali diberi hati, maka mereka akan berpaling.” Hanna kemudian meredakan tawa sarkatisnya dan menunjuk Hyejin.

“Mungkin saja Yoongi juga begitu,” celetuknya. Oh, tidak! Kau baru saja menghidupkan lilin yang baru saja padam, Kim Hanna!

Jika ini bukan pertama kalinya Hanna mabuk dan berbicara sembarangan mengenai dirinya maupun orang lain, mungkin Hyejin akan menendang bokong gadis Kim itu hingga terjerembab di lantai. Ia yakin Yoongi tidak mungkin melakukan itu. “Terserahlah,” gumamnya kasar, namun tak terlalu keras.

“Memangnya kau mau Sehun diambil gadis lain?” tanya Hyejin tiba-tiba, seolah menembak gadis itu tepat pada sasaran.

Hanna yang baru saja meringis karena kembali meneguk soju pun terdiam. Ia akhirnya memikirkannya meskipun sekarang tak ada kebohongan maupun egois yang memang sejak lama sudah bersarang diotaknya. Setengah hatinya mengatakan bahwa Sehun hanya miliknya. Namun, setengahnya lagi berteriak bahwa Sehun hanya memanfaatkannya untuk kepentingan Nara. Selama ini, Hanna memang menganggap bahwa itulah yang dilakukan Sehun padanya. Saling menguntungkan kendati menyakiti satu sama lain tanpa sadar.

“Untuk sekarang,” Hanna menjeda kalimatnya dan menggelengkan kepalanya bar-bar agar tetap terjaga guna melanjutkan kalimatnya. “Aku tak akan membiarkannya,” Jari telunjuknya terangkat ke atas dan menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

.

.

.

Sehun bergeming di tempatnya. Awalnya, ia pikir Hanna tak menyukainya apa yang ia lakukan kendati dirinya sendiri menyukai, sedangkan Hanna mungkin menganggapnya sebagai perjanjian semata—atau mungkin juga keuntungan yang akan didapatkan. Namun, setelah mendapati Hanna tak membiarkannya, senyum Sehun mengembang penuh.

Ia datang ke ruangan Hanna karena Hyejin yang meminta. Gadis Jung itu bilang kalau Hanna mabuk dan tak seharusnya melakukan itu di rumah sakit. Maka dari itu, Sehun bergegas meminta izin undur diri dari rapat dan pergi ke rumah sakit untuk membawa Hanna pulang.

Rencana yang bagus, bukan?

Sehun yang tadinya berada di ambang pintu pun memasuki ruangan Hanna. Bisa ia lihat betapa kacaunya Hanna dan bau soju yang begitu menyeruak. Hyejin yang menyadari kedatangan Sehun pun lekas bangkit dan berdiri di hadapannya. “Hanna bukan orang yang pintar meminta maaf. Kuharap kau—”

“Aku bisa mengerti itu,” Sehun menyela lebih dulu. Hyejin berdecak dan meluruskan maksudnya. “Bukan itu bodoh! Kuharap kau tak menginginkan permintaan maaf. Apalagi kau sudah berselingkuh dari sahabatku, Hanna.”

Tunggu! Berselingkuh? Apa maksud Hyejin mengatakan semua itu?

Menangkap guratan di dahi Sehun, Hyejin pun lekas menjelaskan tanpa diminta. “Gadis yang kau bawa siang tadi. Aku hanya dengan sekali melihatnya pun tahu kalau dia menyukaimu. Atau mungkin lebih.” Ia sengaja menggantungkan kalimatnya, agar Sehun bisa menyadari sendiri keganjilan dari gadis itu.

“Dia hanya sekretarisku. Aku tidak ada hubungan—”

“Katakan itu pada Hanna. Yang jelas, aku akan membunuhmu jika kau berniat menyakiti Hanna,” Tepukan di bahu pun diberikan pada Sehun. “Lagi,” tambahnya sebelum ia memberitahu pada Sehun bahwa Hyejin yang akan membereskan kekacauan itu.

Sehun pun lekas menatap Hanna. Apakah Hanna juga satu pikiran dengan Hyejin? Menganggapnya berselingkuh? Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan.

Tak menunggu lebih lama, Sehun mendekati Hanna dan mengangkatnya tubuh gadis itu menuju ke mobilnya yang terparkir di basement. Sesekali, jika ada kesempatan, Sehun menatap ke arah Hanna dan melayangkan satu kecupan singkat di bibir guna melepaskan rasa rindunya.

Katakanlah bahwa Sehun itu pengecut. Tetapi, ia memang menyukainya. Alasan mengapa dirinya tak mencium bibir Hanna setelah mengucapkan janji suci pernikahan, karena ia ingin menikmati momen berciumannya dengan Hanna hanya berdua. Terdengar egois memang, tetapi ketika ia melakukannya, maka dirinya akan merasa bahwa Hanna miliknya.

Meskipun terkadang ia lupa apa akan apa yang terjadi sebelum momen romantis ini terjadi, tetap saja ia akan mengingat perihal Hanna yang lebih memilih Kai dibandingkan dengan dirinya. Siang tadi adalah momentum yang paling menyedihkan baginya.

Jika bisa dirangkum, Hanna memilih Kai, mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama. Tak perlu ditanya bagaimana cara Sehun menggambarkan, mereka pasti saling bertukar canda dan saling—tidak. Jangan dipikirkan Oh Sehun! Si pemilik pemikiran mulai gusar.

Sesampainya di mobil, Hanna masih terlelap dalam tidurnya. Sangat lelap, sampai-sampai Sehun tak tega hanya untuk mempercepat laju mobilnya. Ketika Hanna tidur, dirinya justru terkagum-kagum akan paras gadis Kim itu yang begitu cantik. Wajahnya nampak begitu lembut, namun juga tegas. Garis matanya begitu indah, apalagi ketika Sehun mengingat Hanna tertawa. Kendati akhir-akhir ini Hanna jarang tersenyum padanya.

Satu lagi yang tak bisa Sehun lupakan. Salju pertama. Ketika mereka di bawah salju dan untuk pertama kalinya mereka berciuman. Sungguh, itu adalah hadiah natal yang paling indah untuknya. Tetapi, menurutnya kado yang paling terindah dalam hidupnya ia dapatkan tahun ini ada banyak. Salah satunya adalah Hanna sudah sah menjadi miliknya.

Jadi, bisakah kebahagiaan itu selalu Sehun dapatkan? Atau lebih tepatnya bisa ia pertahankan?

.

.

.

Hyejin memandang sekelilingnya dengan senyum yang mengembang. Ia sudah berbuat kebaikan hari ini dengan membahagiakan kedua sahabatnya. Ia merasa bahwa sekarang dirinya bisa membalas semua kebaikan yang pernah mereka berikan padanya.

Sehun begitu banyak membantunya. Dari segi ekonomi, maupun kasih sayang sebagai seorang kakak laki-laki. Kemudian, bagaimana semua itu bisa terjadi?

Awalnya, Hyejin hanyalah seorang gadis tomboy yang beteman dengan Hanna. Dia tak pernah memikirkan semacam; bagaimana cara merayu pria atau sebagainya. Namun, karena parasnya yang manis dan mudah bergaul dengan orang lain, maka banyak sekali laki-laki yang mendekatinya. Namun, terkecuali bagi Sehun.

Sehun sendiri mendekati Hyejin bukan hanya sebagai seorang gadis yang ‘agak’ menarik perhatian, melainkan dijadikan perantara untuk mendekatkan dirinya dengan Hanna—yang notabene-nya adalah sahabat Hyejin saat itu.

Kendati demikian, semakin lama Sehun semakin dekat dengan Hyejin. Pria itu mengetahui kehidupan serta apapun mengenai gadis Jung itu. Keluarga Hyejin tidak mampu untuk membiayai kenginannya untuk sekolah di kedokteran. Seolah datang sebagai santa claus, Sehun memberikan bantuan kepada Hyejin. Tak secara langsung dan to the point memang, tetapi Hyejin tentu tahu siapa yang melakukannya. Sehun bukan pembohong yang baik.

Ada beberapa hal lagi yang membuat Hyejin begitu dekat dengan Sehun. Gadis itu sempat menyukai kakak Sehun, Oh Jaehyun. Entah apa roh semacam apa yang bisa mempengaruhi seorang tomboy seperti Hyejin, yang pasti ia begitu berubah. Dimulai dari penampilan, sikap, dan juga tutur katanya. Sehun, Chanyeol dan Hanna bahkan sering sekali menetertawakannya.

Namun, semuanya berubah ketika Jaehyun memilih untuk menikah dengan seorang gadis yang lebih cantik dan kaya. Semua harapan Hyejin pupus dan berakhirlah dengan patah hati yang membuatnya enggan kembali merajut kisah cinta.

Tetapi, tak ada yang bisa menyalahkan kehendak Tuhan, bukan? Ketika Hyejin duduk berdua bersama Hanna sesaat setelah selesai bekerja, ia tak sengaja bertabrakan dengan Yoongi. Keduanya pun melewati waktu bersama, kendati hanya saling melempar senyum semata. Melangkah ke tahap yang lebih, mereka saling bertukar nomor, berkencan, dan berakhir dengan sebuah hubungan.

Kisah cinta yang indah, bukan?

“Wah, sepertinya aku sedang diacuhkan.” Kelakar Yoongi yang baru saja bersandar di headboard kasur. Sudah beberapa menit yang lalu gadis Jung itu terdiam dan tak seperti biasanya. Tentu saja Yoongi tak bisa dibohongi untuk masalah seperti ini.

Hyejin yang menangkap suara bass pada rungunya pun mendongak. Wajah yang nampak sekali kesal dibuat-buat itu menatapnya. “Kau menginginkan sesuatu? Aku akan mengambilkannya untukmu,” ujarnya sembari bersiap bangkit ketika Yoongi hendak mengatakan sesuatu.

“Aku menginginkanmu,” Yoongi berujar dengan begitu tulus, namun terselip nada mengoda di setiap silabelnya. Oh, siapa yang tidak merasa meleleh ketika mendengar seorang pria mengatakan seperti itu? Apalagi yang baru saja menyuarakannya adalah kekasihnya sendiri.

Hyejin lekas mendelik, “Jangan berbicara yang aneh-aneh, Min Yoongi!” Ia pun membuang napasnya kesal. Mengapa Yoongi senang sekali membuat pipinya memerah? Apakah ia sudah beralih dari pekerjaannya dan menjadi perayu yang begitu ulung? Well, menurut Yoongi, itu adalah hobi baik yang akan memberikan kepuasan sendiri baginya.

“Ah!” pekiknya kemudian, melanjutkan opera yang sudah ia rancang sedimikian rupa. Hyejin yang begitu terkejut pun lekas mendekati Yoongi yang ada tepat di hadapannya. “Ada yang sakit?”

“Aku rasa bibirku sakit, bisakah kau mengobatinya?” Yoongi menatap Hyejin penuh harap. Ia bahkan lupa kapan terakhir kalinya berciuman dengan kekasihnya itu. Ditambah lagi belakangan ini ia sering berpikiran mengenai bagaimana kehidupan Sehun setelah menikah. Pasti pria itu sangat bahagia. Bisa mencium istrinya tanpa perlu meminta izin.

Tak lebih dari sepuluh detik Hyejin mencerna kalimat itu, tangannya lekas terulur untuk menunjuk luka Yoongi yang belum sepenuhnya pulih. “Butuh luka baru, ya?” nadanya terkesan mengancam, namun Yoongi tak peduli. Ia justru menarik lengan Hyejin hingga jatuh dalam rengkuhannya.

“Apa yang kau lakukan, Min Yoongi? Ini rumah sakit!” Hyejin mencoba kembali bangkit, namun Yoongi lebih dulu mencegahnya. “Sebenarnya, apa yang kau pikirkan, Hyejin-ah?” tanya pria Min itu dengan nada yang berubah drastis. Tidak dengan sebuah pekikkan, melainkan sebuah suara lembut yang mulai meruntuhkan pertahanannya.

Untuk apa yang ia pikirkan sebelumnya—mengenai masa lalunya dengan Sehun, Hanna maupun Chanyeol—tidak begitu penting untuk dibahas. Toh, Yoongi sudah mengetahuinya. Atau mungkin pria itu hafal setiap kata yang pernah Hyejin katakan. Tetapi, ada yang lebih penting dari semua itu. Mengenai keluarga Yoongi maupun orang lain yang bisa membahayakan nyawa sahabatnya.

“Bisakah kau menghentikan balas dendam itu?” Hyejin akhirnya membuka suara setelah lama berkutat dengan hening. Pemikirannya sudah matang dan ia ingin membahas semua itu sekarang. Meskipun ia sudah menerka apa yang akan Yoongi katakan padanya, ia sudah menyiapkan diri. Semuanya harus berhenti dimulai dari sekarang.

Yoongi pun merespon dengan cepat. Ia kemudian mendorong tubuh Hyejin dengan lembut. Memberi jarak diantara keduanya untuk saling bertatapan satu sama lain. “Tatap mataku ketika aku sedang berbicara,” pintanya yang kemudian dituruti oleh sang kekasih.

Setelah mendapatkan atensi Hyejin, barulah Yoongi kembali bersuara. “Yang mencelakai Nara adalah ayahku,” Yoongi memberitahu, namun ketika Hyejin hendak mundur, pria itu menahannya. “Dimulai sejak kecelakaan mobil dan di rumah sakit,” tambahnya melengkapi kalimat yang rumpang.

Hyejin terbelalak. Ia tak percaya mengenai kalimat yang baru saja digemakan oleh Yoongi. Seumpama tombak yang tepat mengenai jantungnya, raganya hampir saja melayang jika organ pernapasan tak lagi mau andil.Ia masih mengingat betul bagaimana Yoongi menerka bahwa yang melakukan itu adalah Helena—ibunda dari Nara. Tetapi, bagaimana dengan mudahnya sekarang Yoongi berbalik mengarahkan kasus itu pada Min Joonsik—ayah Yoongi?

“Mengapa kau melakukannya, Yoon-ah? Bukankah kau sudah berjanji—”

“Bukan aku yang melakukannya, Hyejin-ah. Jika aku yang melakukannya, aku tidak mungkin mencegah suruhan ayah untuk membunuh Nara dan meminta Hanna untuk menjaga mereka. Sehun dalam bahaya dengan kedudukannya yang semakin meninggi! Apa kau tahu bagaimana posisiku sekarang ini?!” Agaknya Yoongi makin naik pitam. Ia ingin sekali mengendalikan emosinya, namun tak bisa karena beban yang ia pangku sudah begitu banyak.

“Lantas bagaimana dengan rencana ayahmu yang memasukkan namamu dalam daftar partai mereka? Apa kau tak bisa menjaga perasaan Sehun kedepannya jika ia tahu?” Hyejin malah ikut terbawa suasana. Semakin tak bisa menahan amarahnya, sahabatnya tak bisa diperlakukan seperti ini.

“Apa?” Yoongi membeo. Untuk apa yang dikatakan oleh Hyejin, dirinya tak tahu mengenai itu. “Bagaimana kau bisa mengetahui—”

Hyejin lekas mengambil ponselnya dan menunjukkan sebuah artikel yang memang sudah ia siapkan sebelumnya. Artikel yang membahas mengenai pengumuman beberapa penambahan anggota dalam partai yang dipimpin oleh Min Joonsik. Berita itu sudah diterbitkan beberapa jam yang lalu, tapi ia tak tahu apakah Sehun sudah melihatnya atau belum.

“Politik memang bukan bidangku, tapi aku tidak buta untuk tahu apa yang akan terjadi setelah ini, Min Yoongi-ssi!”

Setelah kalimat itu terucap, Hyejin lekas meninggalkan Yoongi di ruang inapnya dan pergi entah kemana.

.

.

.

Sehun tak henti-hentinya dibuat terkejut oleh perilaku Hanna. Pasalnya, dari kebanyakan yang orang tahu, istrinya itu adalah wanita dingin, menjunjung tinggi harga diri, dan tak ingin dianggap rendah. Tetapi, apa yang Sehun lihat sekarang benar-benar diluar dugaannya.

“Hei, kau yang di sana!”

Hanna menunjuk dirinya ketika sedang asyik menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Gadis itu masih dibawah alam sadarnya dan pengaruh alkohol begitu kuat. Tak lama setelah memanggil, Hanna menyerukan sebuah kalimat. “Mengapa kau diam saja? Ayo ikut menari denganku!”

Oh Tuhan! Seru Sehun dalam hati. Ia memang suka menari, tapi itu dulu. Dulu sekali sampai dirinya sendiri pun lupa kapan terakhir kalinya itu terjadi. Kendati demikian, apa yang akan ia tarikan ketika wanita yang memintanya sedang berdiri di atas kasur?

“Turunlah, Kim Hanna. Kumohon,” pinta Sehun dengan lembut, kendati nadanya terdengar putus asa. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, karena ini pertama kalinya ia menangani Hanna ketika sedang mabuk. “Wah, aku telah melewatkan perkembanganmu,” gumam Sehun, namun masih terdengar oleh Hanna.

“Apa kau bilang?! Jangan sampai aku menyuntikmu dengan jarum yang besar, ya!” ancamnya, dengan sedikit terbata-bata juga tubuh yang mulai terhuyung ke kanan dan juga ke kiri. Sehun yang takut jika Hanna akan jatuh pun mendudukkan diri di atas ranjang. Menarik telapak tangan wanita itu hingga tubuhnya terduduk di sampingnya. “Hanna dengarkan aku—”

“Aku tidak mau mendengarkanmu!” sanggahnya dengan ketus, agaknya masih kesal karena seorang gadis yang membuatnya berpikir seribu kali—seolah tak ada ujungnya. Ia pun menghempaskan tangan Sehun yang mencengkeram lengannya. “Kau berselingkuh, Oh Sehun!”

Mendapatkan tudingan tak berdasar seperti itu, Sehun lekas menginterupsi. “Siapa yang berselingkuh?!”

“Oh.. jadi kau membentakku dan mencoba mengelak? Lucu sekali!” Hanna mendengus. Meskipun kesadarannya sedang hilang, tetap saja sifat tak mau kalahnya tetap ada. “Apa terdengar seperti itu?” tanya Sehun bingung, ia jadi salah tingkah. Takut-takut kalau Hanna akan berbalik marah padanya. “Maaf kalau begitu,” tambahnya guna menjaga perdamaian.

Alih-alih mengucapkan pekikkan kembali, Hanna justru mengangguk seperti anak kecil. Kemudian, ia mengerucutkan bibirnya lucu dengan wajah yang begitu kosong. Apakah Hanna akan seperti ini jika sedang mabuk? Well, tentu hanya Hyejin yang mengetahui jawabannya. Karena Hanna tidak pernah mabuk tanpa sepengetahuan gadis Jung itu. Apa jadinya jika Hanna mabuk dan ada di tangan orang lain? Itu juga yang sempat terpikirkan oleh Sehun.

“Ehm,” Sehun membasahi bibirnya sejenak. “Aku punya hal yang lebih bagus daripada menari. Mau tahu?” ujarnya memecah keheningan. Tatapan sayu Hanna mengedip hanya beberapa kali, enggan merespon dengan suara. Membiarkan pria itu melakukan apa yang ia mau. “Aku yakin kau akan menyukainya.”

Hanna pun hanya mengikuti pergerakan Sehun yang duduk bersila di hadapannya. Mencondongkan badannya, lantas menarik tangan Hanna dan mendaratkan bibirnya pada peraduan manis milik istrinya. Menyesapnya dengan perlahan, lantas melumatnya manis dengan penuh kehati-hatian. Tak ada ciuman yang kasar, panas ataupun selebihnya. Yang ada hanyalah kisah manis yang terjadi di tengah perang yang sedang melanda.

Ya. . mulanya memang seperti itu. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, ‘kan?

.

.

.

“Selamat pagi, amore!”

Suara bass Sehun dari ambang pintu kamar menggema lebih dulu. Mengucapkan sebuah sapaan ketika Hanna baru saja selesai berganti baju. Sang empunya yang mendapatkan sapaan pun hanya menoleh, kemudian menedekati Sehun dengan membawa sebuah jas hitam yang memang pemiliknya hendak mengambil.

Senyum pun mengembang sekilas di bibir pria Oh itu. “Terima ka—”

Kerja vokalnya terhenti ketika ia melihat leher jenjang Hanna. Gadis itu hanya memakai kemeja putih dengan satu kancing teratas dibuka. Membuat lehernya nampak begitu jelas. Sebenarnya, apa yang Sehun lihat?

“Hanna-ah,” Sehun memanggil Hanna. “Itu. . hm..lehermu,” Sehun mencoba memberikan kode non verbal dengan dagunya yang runcing untuk menunjuk apa yang ia maksud. Mengerti pesan tersirat yang diberikan padanya, Hanna pun lekas mendekati cermin dan melihatnya.

“Bagaimana . . kissmark?!” Hanna begitu terkejut. Sepertinya, ia tak melakukan apapun, tetapi mengapa ada tanda menjijikkan seperti ini? Teriaknya dalam hati. Kelopak matanya pun semakin membulat. Sepersekian sekon, ia lansung menatap Sehun tajam. “Apa yang terjadi saat aku mabuk kemarin?”

Sehun bergeming. Ia tak berani mengucapkan sepatah katapun. Ia bahkan nyaris tak berkedip sama sekali. Pasalnya, jantung yang ia miliki berdetak begitu kencang, sampai-sampai tak bisa mengendalikan diri. Oh, lihat bagaimana seorang gentleman seperti Sehun bisa seperti itu!

Tak mendapatkan jawaban sama sekali, Hanna akhirnya mendekati Sehun lagi. “Apa kita melakukan—hm . . ‘itu’?”

Sehun pun mengerjapkan matanya sekali. Kemudian, tatapannya terfokus pada manik coklat Hanna. Ia berpikir sejenak dengan tenaga yang masih tersisa. Otaknya mencoba merangkai kata. Pita suaranya sudah siap mengeluarkan setengah oktaf, namun bibirnya mengatup rapat. Yang bisa ia lakukan sebagai jawaban hanyalah anggukan kepala.

“Ah, maksudku. . belum melewati batas. Aku hanya—”

Dirinya merutuk dalam hati. Bagaimana caranya mengatakan bahwa ia hanya melancarkan manuver dan tak lebih dari itu? Tidak mungkin ‘kan ia mengatakannya dengan begitu terbuka, kendati ia memang menginginkan?

“Syukurlah,” Terdengar suara helaan napas lega setelahnya. “Aku pikir orang lain yang melakukannya,” gumamnya tak begitu jelas, namun masih bisa rungu Sehun tangkap. Mendadak air mukanya yang tadinya begitu takut pun berubah menjadi amarah yang tak terkendalikan. “Tunggu!”

Mendapati suara Sehun naik pitam, Hanna pun bersitatap dengan suaminya. Ia agak terkejut saat suara bariton itu sedikit memekik. “Apakah kau akan lupa segalanya setelah mabuk?”

Hanna ingin mengajukan pembelaan, namun urung ketika Sehun lekas menambahkan. “Apakah kau tidak tahu siapa yang membawamu ke rumah?”

Bukankah Sehun yang mengantarkanku pulang? Tidak mungkin Chanyeol ataupun Kai, ‘kan? Batin Hanna gusar. Ia mencoba mengingat kembali, tapi nihil. Otaknya serasa kosong dan ia tak bisa mengingat apapun. Ah! Seharusnya ia tidak menerima soju dari Hyejin. Jika itu terjadi, Sehun pasti tidak akan marah seperti ini.

“Ah! Aku bisa gila!” Sehun mengacak surai hitamnya gusar. Tak peduli akan tatanan yang sudah ia persiapkan beberapa puluh menit yang lalu. Pikirannya sudah tak bisa diluruskan lagi jika seperti ini. Mengingat bagaimana Hanna mabuk seperti kemarin membuatnya tak bisa berpikir dengan jernih.

Hanna yang merasa bersalah pun bungkam dan menurukan pandangannya. Ia tak mau melihat bagaimana reaksi kesal Sehun yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Jika biasanya tatapan teduh serta menenangkan yang bisa ia lihat, kini pemandangan yang begitu menakutkan tertangkap irisnya.

“Maaf,” gumamnya pelan, nyaris hilang tertelan udara.

Sehun akhirnya mengentikan kegiatan bar-barnya. Ia hampir memekik, namun ada yang lebih mengasyikkan dibandingkan melakukan itu semua. “Bisa kau ulangi?” Sehun membeo. Ia hanya ingin membuktikan apakah yang dikatakan Hyejin semalam bisa berubah karenanya atau tidak.

“Aku lapar. Bisa kita sarapan sekarang?”

.

.

.

Suasana di ruangan itu sungguh berbeda. Jika biasanya Sehun dan Hanna tak ada, maka ruangan itu akan sepi dan dijaga oleh dua penjaga di depan pintu. Tapi kini, kondisinya benar-benar berbeda. Hyejin, Chanyeol dan Yoongi pun juga merasakannya.

“Aku di rumah sakit?”

Sebelum menjawab pertanyaan itu, Hyejin terlebih dahulu menatap Chanyeol dan Yoongi bergiliran. Haruskah ia mengatakannya, ataupun tetap diam sampai menunggu orang tua anak itu kembali? Tetapi, ia memilih untuk menjawab setelah mendapat anggukan dari kekasihnya. “Iya. Apakah kau tidak ingat apa yang terjadi?” tanya Hyejin hati-hati.

Gadis kecil itu mencoba untuk mengingat, namun yang terjadi justru kepalanya diserang pening luar biasa. “Ah!” pekikknya kesakitan sembari memegang kepalanya. Sontak Chanyeol dan Hyejin pun mendekat. “Jangan memaksa untuk mengingat jika kau tidak bisa,” tutur Chanyeol memberitahu.

Ketika Hyejin dan Chanyeol kembali mencek kondisi Nara, sosok jangkung Sehun dan Hanna memasuki ruangan itu sangat terkejut saat melihat Nara sudah bangun dari tidur lamanya. Ia sudah menanti hingga ingin mati rasanya jika mencoba mengingat. “Nara?!”

Berbeda dari Sehun yang menghampiri Nara, Hanna malah bergeming tanpa suara di ambang pintu. Ketakutan yang sudah melanda selama beberapa hari akan terjawab sekarang. Satu kebodohan yang Hanna lakukan adalah; ketika ia bisa mengatakan kemungkinan yang terjadi pada Nara, ia malah sibuk menuduh prianya itu selingkuh.

“Nara-ah. Kau sudah sadar?” tanya Sehun pada gadis kecilnya itu. Ia pun lekas menariknya dalam rengkuhan, menyalurkan kerinduan yang mendalam sebagai seorang ayah yang begitu menyayanginya. “Ayah sangat merindukanmu, tahu? Apa kau sudah merasa baik-baik saja?”

Bukannya menjawab ataupun tersenyum senang, Nara justru mengerutkan dahinya dan mendorong tubuh ayahnya itu. “Apakah ahjussi mengenalku?” ia bertanya dengan nada pelan, seolah bertemu dengan orang asing yang berakting seolah-olah mengenal, juga mengetahui namanya.

Bagai seribu hujaman yang telah membuat luka dihatinya, Sehun terdiam. Dunianya tiba-tiba berhenti tanpa ada aba-aba yang mendahului. Napasnya tercekat, begitu juga dengan pakem bicara yang sejak kecil sudah ia pelajari. Semuanya menguap seperti karbondioksida, hingga ia terhuyung jika saja Hanna tak lekas memeluk lengannya.

“Sehun,” Hanna memanggil dengan penuh keputusasaan. Ketika Sehun merasakan sakit yang luar biasa seperti ini, ia juga seolah bisa merasakan. Air mata yang menggenangi pelupuk mata Sehun juga terjadi padanya. Dunia nampak begitu tidak adil. Ketika ia dan Sehun sudah menjalin hubungan dengan baik, sekarang keduanya harus merasakan pahitnya. Bukankah hidup memang seperti roda yang berputar? Ada kalanya kita akan berada di bawah, dan ada saatnya juga kita akan merasa di puncak. Tetapi, yang Sehun dan Hanna rasakan itu terlalu cepat. Rasa manis yang baru saja datang, terlalu cepat untuk menghilang.

“Dia tidak mengingatku?” Sehun bergumam, pertanyaan yang ia ajukan entah untuk siapa. Tatapannya kosong, tak ada tenaga maupun senyum yang tersisa. “Dia tidak mengingatku?” ulangnya lagi, namun menjadikan Hyejin, Chanyeol dan Yoongi sebagai lawan bicara.

“Dia mengalami benturan yang cukup keras di kepalanya, Sehun-ah.

Bukan. Bukan itu yang ingin ia dengar. Sehun hanya ingin mendengarkan jika ini semua hanyalah mimpi atau mungkin hanya lelucon yang dibuat untuk mengerjainya. Bukan sebuah fakta yang malah memukul ulu hatinya semakin dalam. “Hanna-ah,” Sehun kini membalikkan badannya dan mencengkeram bahu sang istri.

“Lakukan sesuatu, Han. Buat Nara kembali mengingatku. Kau bisa, ‘kan? Kau pasti bisa!” pintanya. Ia akan melakukan apapun yang dirinya bisa untuk mengembalikan ingatan anaknya. Tetapi, pengharapan terkadang tak sesuai dengan kenyataan. Semuanya itu tak akan bisa ia dapatkan secepat membalikkan telapak tangan.

“Sehun-ah, kumohon jangan seperti ini.”

“Lalu aku harus bagaimana? Apakah aku harus berdiam diri ketika anakku tak bisa mengingat apapun?!” sentak Sehun pada Hanna. Pikirannya terlanjur kalut, sampai-sampai ia tak bisa mengontrol emosi yang sudah memuncak di kepalanya. “Katakan, Kim Hanna! Apakah aku harus diam saja?!”

“Oh Sehun!”

Buk!

Chanyeol sudah tak bisa lagi memendam amarah ketika pria itu dengan egoisnya membentak Hanna. Ia menyuruh Sehun menikahi gadis itu untuk disayangi dan dicintai. Bukan untuk dijadikan sebagai pelampiasan atas emosi yang hanya berdasar dari spekulasi. “Aku memintamu menikah dengan Hanna bukan untuk dijadikan seperti ini, brengsek!” pekiknya sembari menggenggam erat kerah kemeja pria itu.

“Chanyeol, hentikan!” Hyejin kini turut andil menahan pergerakan pria Park itu. Sedangkan Yoongi, ia menggantikan Hanna guna melerai kedua pria yang berkelakukan seperti anak kecil. “Ingat, ada Nara di sini! Apakah kalian mau dicap sebagai sosok ayah yang buruk nantinya, huh?!” Yoongi mengingatkan Sehun maupun Chanyeol. Semua masalah tidak harus diselesaikan dengan emosi, jika masih ada jalan keluar yang lebih baik.

Park Chanyeol menjadi pihak yang terlebih dulu melepaskan cengkramannya dan mengambil dua langkah mundur sebagai antisipasi. Sedangkan Sehun, ia masih mengatur napasnya yang tersenggal-senggal. Mencoba menetralisir rasa amarah yang agaknya enggan pergi.

Seiring berjalan detik ke menit, Ia akhirnya sadar bahwa ada pihak lain yang hanya terdiam. Sehun pun menatap Hanna dengan tatapan sulit diartikan. Ada secercah benci yang akhirnya muncul ketika wanita itu sama sekali enggan melerainya ketika bertengkar dengan Chanyeol—mantan kekashi istrinya itu. Juga kemungkinan mengenai kondisi Nara.

Tentu saja hanya dengan begitu, Sehun bisa menyimpulkan dengan jelas. Bahwa gadis itu masih mencintai sang mantan kekasih. Oh, bukankah Sehun sangat menyedihkan? Ia bahkan masih berharap Hanna akan menyukainya ketika waktu tak memungkinkan itu terjadi.

“Kami akan membawa Nara pulang sekarang.”

.

.

.

Sepeninggal Sehun, Hanna hanya terdiam sembari membuat makanan di dapur. Setelah kejadian tadi, hatinya sangat tersiksa. Mendengar penuturan Chanyeol mengenai pernikahan mereka itu sungguh membunuhnya.

“Aku memintamu menikah dengan Hanna bukan untuk dijadikan seperti ini, brengsek!”

Hanna menutup matanya rapat-rapat. Alisnya bertaut dan dahinya berkerut. Setetes liquid pun membasahi pipi. Dadanya sesak, dan sepersekian detik kemudian ia terisak keras. Mengeluarkan segala kesakitan yang ia rasakan.

Sehun hanya menikahinya karena hak asuh Nara, juga karena paksaan Chanyeol. Tak ada lagi landasan cinta yang ia dambakan selama ini. Yang ada hanyalah desakan waktu yang membuat mereka bersama dalam sebuah ikatan yang dinamakan pernikahan.

Ia pikir Sehun benar-benar mencintainya. Mengingat Sehun hampir memilikinya dengan utuh semalam. Mengesahkan pernikahan suci yang tidak seharusnya dinodai seperti ini. Mimpi dan harapan yang sudah ia bangun juga ia rajut hancur sudah. Hanna enggan jatuh untuk kedua kalinya—lagi.

Ketika pertahanan Hanna runtuh dan tubuhnya beringsut jatuh, sepasang tangan kecil merengkuhnya. Rasa hangat pun menjalar hingga ke dasar hati. Nara—gadis kecil yang bahkan ia sendiri pun belum begitu kenal—memberikan kekuatan agar dirinya tak lagi meneteskan air mata. Gadis kecil itu memberikan senyum terbaiknya untuk menenangkan dirinya.

Jadi, inikah yang dinamakan kebahagiaan ketika menjadi seorang ibu? Ketika ia membutuhkan sandaran dan ingin mencurahkan segala kasih sayangnya juga bisa menggantikan posisi seorang ayah. Hanna malah semakin terisak sekarang.

“Mengapa ahjumma masih menangis? Aku ‘kan sudah memelukmu,” intonasi si kecil yang akan beranjak lima tahun itu bertanya. Rengkuhan tiba-tiba Hanna pun membuat Nara semakin bingung. “Tidak. Aku bahagia,” sanggah Hanna, kemudian memberikan jarak keduanya untuk saling bertatap muka.

“Bahagia itu berarti senang. Kalau ahjumma menangis, berarti ahjumma sedang sedih.” Timpalnya cepat, tak percaya dengan orang dewasa di hadapannya yang kini tengah berbohong—menurutnya. “Jangan menangis lagi, okay?” Nara kembali berujar dengan ibu jarinya yang mungil mengusap permukaan pipi pualamnya.

Hanna menggenggam tangan Nara dan mengangguk. “Baiklah. Aku tidak akan menangis lagi.”

.

To be continue..

.

.

Kebahagiaan itu bukan hanya sekadar canda dan tawa.

Tapi, bagaimana kau bisa merasakan kebahagiaan itu sendiri, sebagai

mukjizat dari Tuhan.

.

.

.

.

Annyeong….

Hari ini, karena hatiku terketuk untuk memberikan hiburan pasca masalah pribadi sudah selesai, aku update FF-nya lebih cepet. Tapi, kalo yang ini aku baik hati, yang selanjutnya enggak, ya. Karena aku akan lihat komentar—enggak berdasarkan statistiknya, okay?

Apa susah berkomentar di wordpress? Kalo gitu, kalian gak perlu khawatir karena gak punya wordpress. Kalo punya gmail ataupun yahoo itu juga bisa. Jadi, gak perlu punya gmail ataupun yahoo, kok, buat komentar. Toh,  semuanya juga udah bisa komentar. ‘kan aku jadi sedih kalo banyak yang baca(top post tiga minggu berturut-turut) tapi komennya sedikit. Setidaknya sepatah atau dua patah kata, kan aku balesnya juga dengan baik-baik. Mungkin kita bisa jadi temen akrab di Line, gmail, sama kayak yang lainnya. Lagi pula aku gak galak 😀

Buat yang udah, Putri sayang kalian. FF ini akan selalu lanjut apabila banyak yang nungguin, gak cuma nontonin doang. Okay, baby? Love you all!

Line: Putriwahono255

Gmail: putrisafira255@gmail.com

wordpress : http://blackandwhitesnowblog.wordpress.com

-> Aku lagi ngadain project, jadi check this out!

35 thoughts on “1435 #9 —PutrisafirA255”

  1. Ya ampun. Ini beneran si sehun nikahin hanna cuma negara cy? Kasian bgt si hanna. Sehun seharusnya gaa marah marah gitu yak. Aduh makin sedih ngebayangin jadi hanna. Nara cepet cepet pulih deh. Next ditunggu yak. Moga sehun hanna bisa bae bae lagi

    Like

  2. Ya ampun Baper bgt ini ceritanya ….Buat Aer matanya keluar Mulu 😭😭😭 kerennn selalu bisa buat yg Nge feel gini ….Coba sehun kamu jangan marah gitu ke Hanna … Sebenarnya kamu tuh msh sayang gak sih sama dia

    Like

    1. Jangan terlalu baper, hati ini nanti juga ikut/ eh? 😀
      Aku masih sayang kok sama dia/ tengok samping.
      .
      .
      .
      Thanks for commented.. 😀

      Like

  3. Ku sedih pas tau nara gk inget sehun hiks.. Hiks… 😭😭 Moga moga nara bisa inget lagi trus mereka bisa hiduo bahagia..
    Semangat thor ditunggu next nya 😁😁👍👍

    Like

  4. yeee update lagi keren banget, ya tuhan mengapa keluarga mereka harus menanggung cobaan yang banyak, sehun sama hanna jgn patah semangat ya nest
    ya kak ditunggu lohh
    fighting kak!.

    Like

    1. seneng kalo suka chap ini 🙂
      .
      Biar lebih strong keluarganya, juga biasanya yang bisa menyelesaikan masalah itu lebih langgeng. 😀
      .
      .
      Thanks for commented 😀

      Like

  5. please deh authornim jangan ngasih cobaan mulu ke keluarga ini.. 😢
    panggil ibu sayang ibu bukan ahjumma😊 ㅋㅋㅋ
    semangaaaat authorniiiiim~~💪

    Like

    1. Iya, abis ada pepatah mengatakan semakin banya cobaan dalam percintaan, semakin kuat rasa cinta itu ketika kita bisa melewatinya /haseek😂👌
      .
      Thanks for commented. Ditunggu momen sweetnya😚

      Like

  6. Naraaa kenapa jadi amnesiaa😭😭
    Aduhh itu sehun yaa hanna nya diapainn😌
    Akuu suka part yang hanna sama nara kaya ibu anak bangett😭
    Next thor, fighting!

    Liked by 1 person

  7. Speechless pokoknya emang, emang apa? Emang ini ff bikin bafer wafer lafer eh maksudnya buatku terbawa ke alam bebas melewati atmosfir atmosfir lalu terjatuh kedalam pesona oh sehun (lebay mode on). Di tunggu kak chapter selanjutnya, semangat!!!

    Liked by 1 person

    1. Diksi-mu malah lebih bagus dariku👌😂 jangan kebanyakan baper, entar tahu bulatnya keburu dingin.😉
      .
      Thanks for commented😚

      Liked by 1 person

  8. Nara, kasihan banget dia amnesia gitu.
    Cepet sembuh ya Nara, dia baik banhet sama hanna padahal kondisi masih sakit. Terharu sama sikapnya anak kecil kek nara

    Liked by 1 person

  9. seriusan ayahnyayoongi yg ngelakuin? trus gmna dong nnti klo misal sehun tw yg celakain anaknya itu ayah sekertarisnya?
    makin complicated nih..

    Liked by 1 person

Your Feedback, Please!