1435 #13—PutrisafirA255

91 copy

1435—The Truth

.

Story from PutrisafirA255

.

Cast

Oh Sehun-Kim Hanna

Byun Baekhyun- Helena Jung

Jung Hyejin-Min Yoongi

etc

.

Genre

Marriage Life, Romance, AU, Fluff, Drama, Family, etc.

.

PG-16

.

Hope you like it and give me comment as appreciation

.

PutrisafirA255©2016 | Blackandwhite

.

Prolog  #1 [Restart] | #2[Propose] | #3 [Could I?]

| #4[The Past] | #5 [The Wedding] | #6 [After Many Years] | #6 [After Many Years] | #7 [The Secret]

| #8 [Jealously] | #9 [Bad Dream] | #10 [Look at Me!] |

|#11 [Heal Me Then] | #12 [Better Than Before] │#13 [The Truth] (NOW)

.

.

.

“Seharusnya, Nara tidak lupa ingatan.”

Hanna mengucapkan itu dengan teramat ragu. Bukan karena kebenaran yang diungkapkan Chanyeol itu tak berlandaskan―pria itu bahkan membawa dokumen sebagai bukti. Melainkan bagaimana reaksi sang suami yang kini hanya bergeming dengan kelopak matanya yang membulat. Keheningan menyapa dirinya dan juga Sehun yang kini bergerak mundur, kemudian bangkit. Kerongkongannya tercekat, bahkan hanya untuk mengucapkan sepatah katapun.

Hanya ada satu pemikiran di dalam otak cerdasnya; bagaimana anaknya yang sebentar lagi genap berumur lima tahun itu bisa berbohong dengan hal sebesar ini? Apa dasar yang membuat Nara berpikir bahwa pilihan yang diambilnya ini adalah pilihan yang tepat?

“Sehun,” Hanna memanggil, menatap prianya itu khawatir. “aku tahu kau pasti ingin tahu penyebab Nara melakukan semua itu. Tapi―Oh Sehun!” Gadis Kim itu memekik lantaran tubuh jangkung suaminya sudah beralih keluar kamar. Langkah panjang pria itu meregas jarak menuju kamar sang anak, hendak meminta kejelasan. Namun, dengan sigap tangan Hanna mengcengkeram lengan Sehun. Amarah tidak bisa menang dalam hal ini, Hanna tak mau itu semua sampai terjadi.

“Dengarkan aku!” habis sudah kesabaran yang ia punya untuk menghadapi seorang Oh Sehun. Matanya menatap nyalang Sehun, untuk pertama kalinya pasca keduanya sudah berumah tangga. Tak sekalipun Hanna mau menampakkan kemarahannya yang kentara seperti ini, tetapi Sehun sudah hampir berbuat sesuatu di luar akalnya. “Nara sedang tidur. Aku tahu kau marah karena merasa dipermainkan. Tapi, tidak sekarang. Kita harus mencari cara lain untuk mengetahuinya. Dia hanya anak-anak yang―”

“Tapi dia-masih-kecil, Kim Hanna!” bisikan yang penuh akan penekanan itu menyadarkan seorang Kim Hanna atas kekesalan Sehun terhadap sang anak. “Dia sudah membohongiku selama ini. Kau bahkan menangis karena aku membentakmu ketika untuk pertama kalinya ia membohongiku. Kau tahu betapa sakitnya hatiku ketika mengingat itu, Han?”

Tergagap, Hanna bungkam sejenak. Bagaimana bisa Sehun tahu mengenai hal itu? Ketika dirinya menangis lantaran salah paham akan hubungan yang mereka berdua jalani hingga saat itu. Sebelum kejelasan ia dengar sediri dari tutur sang suami, ia selalu saja memikirkan jika Sehun menikahinya hanya karena desakan dari Chanyeol. Ia merasa harga diri yang sudah ia bangun selama ia hidup hancur sudah karenanya.

“Darimana kau tahu?” tanyanya, mengutarakan kebingungan yang melanda dirinya beberapa sekon yang lalu. “Aku tidak menangis di hadapanmu. Kau tidak ada di sana waktu itu.”

Bukannya mengumandangkan kalimat sebagai penjelasan, Sehun menunjuk ke atas. Pandangan Hanna pun teralihkan, begitu dengan netranya yang membulat kemudian. “Rumah ini terlalu besar untuk kuamati sendiri. Aku membutuhkan CCTV untuk membantu. Aku bisa dengan mudah mengaksesnya di ponsel dan―” Irisnya kembali ke arah Sehun, masih dalam lingkup keterkejutan yang sama. Otaknya kemudian mengilhami sesuatu yang mengganggu dirinya.

“Mengapa kau tidak pernah bilang padaku tentang hal ini? Kau menyembunyikannya? Dariku?” tanya Hanna bertubi-tubi, tak peduli akan raut Sehun yang beralih takut jika istrinya akan salah sangka. Hanna adalah gadis yang pandai, tentu Sehun pikir jika gadis itu sudah tahu. Namun, nyatanya justru ini yang terjadi. “Bukan, aku tidak bermaksud menyembunyikannya―kupikir kau sudah tahu tentang ini. Lagipula kau tidak selingkuh, ‘kan? Untuk apa terkejut seperti itu?”

Jadi, sekarang Sehun menuduhnya berselingkuh dengan orang lain, seperti itu?

“Kau―bilang apa, tadi?!” Hanna menggeram.

Mendapati wajah Hanna sarat akan tersinggung terhadap kalimatnya, ia kemudian menyangkal. “A-aku tidak bilang apa-apa, kok!”

“Tidur di sofa!”

***

“Jadi, dia benar-benar tidur di sofa?”

Chanyeol sedari tadi tak bisa menyembunyikan tawa ketika Hanna mengadukan kelakuan Sehun padanya. Menggeleng, Hanna pun kemudian mengubah raut wajahnya menjadi sedih. “Aku tidak bisa menyuruhnya untuk benar-benar tidur di sofa. Jadi, ya―aku menyuruhnya untuk kembali tidur di ranjang.”

Tawanya mereda, tergantikan oleh senyum manis seorang Park Chanyeol yang siap melelehkan hati para wanita. Ia tahu bahwa Hanna tak akan bisa menyakiti, apalagi memenangkan egonya kepada Oh Sehun. Gadis Kim itu tak pernah berubah, meski sakit hati yang kemudian menutupi hati gadis itu hingga terlalu dingin seteleh sekian lama ditinggalkan oleh pria yang menikah dengan sahabatnya sendiri.

“Kau benar-benar istri idaman,” gumam Chanyeol, mengingatkan Hanna untuk terus seperti itu; peduli dan mengesampingkan ego. “aku bahkan ingin seorang gadis baik sepertimu, tapi Tuhan berkata lain mengenai hal itu.” Tambahnya, membuat Hanna kemudian menggenggam tangan pria Park itu dan menimpali, “Kau akan mendapatkan penggantinya, Chan. Seorang gadis yang lebih baik dari Hyerim. Ah, untuk apa aku mengingat gadis jalang itu?!” Hanna mendengus, terlekat begitu jelas ketika ia melihat dengan mata kepalanya sendiri jika Baekhyun tengah berselingkuh. Oh Tuhan, ia tidak bayangkan jika ia berada di posisi Helena.

“Jadi, ketika Sehun tidak ada, kau berselingkuh dengan Chanyeol, Han?”

Suara sopran Hyejin tiba-tiba menggema, memisahkan antara Chanyeol dan Hanna yang tersenyum lantaran saling memberikan kekuatan. Lantas, gadis Jung itu melangkah, memberikan sebuah undangan berwarna merah muda ke atas mejanya. “Kau akan menikah, Hye?”

Alih-alih mengangguk, Hyejin justru mendengus kesal. “Baekhyun baru saja berselingkuh kemarin, dan sekarang malah menikah dengan Helena. Apa gadis itu sudah buta untuk melihat pria baik, huh?” katanya, kemudian mengambil alih kursi di samping Chanyeol dan menatap pria itu dengan tatapan memperingatkan. “Kau memang sahabatku, tapi, jika kau mengkhianati Sehun seperti yang Baekhyun lakukan, aku tak segan-segan akan membunuhmu, ingat itu!”

Seolah-olah takut, pria Park itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Aku tidak akan berselingkuh dengan Hanna, itu terlalu mainstream. Mungkin aku akan mengajaknya kabur dan kemudian mengirimkan surat cerai kepada Sehun. Bukankah itu pilihan yang lebih menarik?” candanya sembari mengedipkan sebelah matanya untuk Hanna, membuat Hyejin tak bisa menahan keinginan untuk memukul kepala Chanyeol dua kali, hingga sang empunya memekik marah. “Kau pikir aku akan membiarkannya, huh?”

“Itu hanya akan aku lakukan jika Sehun menyakiti Hanna. Tapi, nyatanya hubungan mereka baik-baik saja. Jadi, aku tidak akan melakukannya.” Ujar pria ini panjang lebar, mengatakan sesungguhnya, dari lubuk hatinya yang paling dalam. Sekarang, ia jadi sudah terbiasa merelakan orang terkasihnya untuk memilih mana yang membuat mereka bahagia. Seperti Hyerim misalnya yang lebih menyukai orang lain yang tak lain dan tak bukan adalah Byun Baekhyun. Kisah cintanya sangat menyedihkan, bukan?

“Ya, Park Chanyeol! Aku pinjam ponselmu.”

Menaikkan sebelah alisnya, Chanyeol berujar. “Apa ponsel yang dibelikan Sehun tak lebih bagus dari milikku, hm?”

“Lama-lama aku akan membunuhmu juga, Park Chanyeol. Sekarang, berikan aku ponselmu!” pintanya dengan diselingi ancaman karena terlalu kesal akan tingkah kekanak-kanakannya. Mengalah, ia pun akhirnya menyerahkan ponselnya dan membiarkan Hanna mengetikkan sesuatu di dalam ponselnya. Ia memang penasaran, tapi lebih memilih untuk diam dan memperhatikan. Begitu selesai melakukan sesuatu dengan ponselnya, Hanna menggemakan pernyataan yang mengejutkan.

“Aku sudah memasukkan nomor Joohyun di kontakmu. Aku juga sudah mengirimkan pesan untuknya.” Hanna bangkit, lantas menarik tangan Hyejin untuk segera pergi dari ruangannya. “Semangat, Park Chanyeol!”

Buru-buru ia melihat pesan apa yang ditulis istri Sehun itu untuk Joohyun. Dan ketika ia mendapati sebuah kalimat menjijikkan tertulis di sana, Chanyeol pun memekik. Memenuhi ruang kerja Hanna dengan suara bassnya. “Kau kurang ajar, Kim Hanna!”

***

To : My Lovely Oh Sehun

Kau sudah dapat undangannya? Baekhyun dan Helena akan menikah

“My Lovely Oh Sehun?” Hyejin lantaran tak percaya jika Hanna menamai kontak Sehun dengan nama seperti itu. Seumur hidup, ia belum pernah mendapati nama di kontak Hanna yang tak dinamai lengkap beserta marganya. Seperti ia misalkan yang dinamai Jung Hyejin dalam kontak gadis Kim itu.

Meletakkan ponselnya, Hanna memberikan klarifikasi. “Sehun yang mengubahnya. Dia bahkan mengubah kontak Chanyeol dengan nama ‘jangan diangkat’ meskipun aku masih tetap menerimanya.”

Hanna juga masih mengingat betul ketika itu ia tak mengangkat telepon dari Chanyeol, padahal pria itu ingin mengabari jika ada pasien. Ia juga sempat bertengkar kecil dengan Sehun, namun pria itu tak mau mengalah dan akan marah jika Hanna menggantinya.

“Wah, aku baru tahu kalau Sehun se-protektif itu! Ah, iya..kau ‘kan istrinya.”

Hanya membalas dengan senyuman manis, kemudian menyesap macchiato yang baru saja dipesankan oleh Hyejin. “Bagaimana kabarmu dengan Yoongi? Hubungan kalian baik-baik saja, ‘kan?” tanya Hanna ketika ia ingat mengenai Hyejin yang sudah dua hari ini tak masuk kerja dan tak lama bercerita mengenai Min Yoongi.

“Kami sudah berpisah sejak dua hari yang lalu. Dia melanggar janjinya dan―”

“Min Yoongi berselingkuh?”

Hyejin menggeleng. Jika mengingat akan hal ini, dada Hyejin sangatlah sesak. Semua kenangan manis yang ia rangkai bersama Min Yoongi hancur sudah hanya karena satu berita yang membuatnya memilih untuk mundur dari perjuangan yang telah mereka bangun. “Dia pernah berjanji padaku untuk tidak mencalonkan diri menjadi gubernur, tapi ia mengingkarinya. Apa Sehun tak menceritakan itu padamu?”

From : My Lovely Oh Sehun

Ya, Joohyun baru saja memberikannya padaku. Kupikir mereka akan putus, ternyata malah menikah. Kau mau menemui mereka bersamaku nanti malam?

Hanna bertanya-tanya dalam hati. Apakah ini alasan raut wajah Sehun sedikit berbeda semalam? Sebelum memberitahukan suaminya jika Nara berbohong, ia bisa melihat perbedaan yang sangat signifikan. Selelahnya Sehun bekerja, pria itu tetap akan membuat candaan dan juga berbicara lebih banyak sebelum kemudian tidur.

Sejurus kemudian, ia ingat akan sesuatu. Masih ingat ketika Hanna dan Yoongi pertama kali bertemu dan Hanna berterima kasih karena sudah menyelamatkan Nara? Pria Min itu pernah bilang jika ia bukanlah orang baik dan kemudian disangkal oleh dirinya. Apakah ini juga berkaitan dengan majunya nama Yoongi dalam pemilihan gubernur Seoul?

“Sehun tidak bercerita padaku.” Gumam Hanna menimpali, kendati ia merasa menjadi orang yang tak berguna karena ia tak tahu masalah yang dihadapi oleh suaminya sendiri.

“Sehun pasti punya alasan mengapa ia tak menceritakannya padamu. Aku bahkan tak tahu jalan pikiran Yoongi yang mau menuruti keinginan ayahnya.” Hyejin mencoba untuk membuat Hanna tak marah kepada Sehun. Hanna memang orang yang cuek, tetapi bukan berarti benak dan batinnya berdiam diri tak peduli.

“Memangnya, mengapa jika Yoongi mencalonkan diri menjadi gubernur? Kau nampak tak suka, Hyejin-ah.” Hanna bisa membaca semua itu dari cara berbicara dan juga gesture yang Hyejin ciptakan ketika menceritakan tentang masalah ini. Tidak, pasti bukan hanya tentang Yoongi yang menuruti keinginan ayahnya. Ia sangat yakin. “Memangnya, apa yang terjadi jika Yoongi mencalonkan dirinya? Bukankah itu ba―”

“Bagus? Yoongi sudah sering dipermainkan oleh ayahnya hanya untuk sebuah jabatan, Han. Aku tidak memaksa Yoongi untuk membangkang dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya. Aku hanya ingin agar Yoongi tak terkungkung bersama keinginan ayahnya yang membuat pria itu menderita.” Hyejin sudah tak kuasa untuk menyembunyikan hal ini. Ia tahu jika Yoongi sudah sering melanggar untuk keinginan ayahnya yang lain. Namun, mengapa tidak dengan yang satu ini? Karena satu-satunya keinginan ayah Yoongi adalah menjadikan putranya sebagai pesaing bagi Oh Sehun.

“Aku ingin bertemu dengannya.” Mutlak, Hanna sudah membulatkan tekad. “Han―”

“Ini juga menyangkut Suamiku, Oh Sehun. Aku tak mau ia memikul beban yang lebih berat lagi.” Ujarnya tegas, menambahkan alasan mengapa dirinya bersikeras sekali untuk bertemu dengan Yoongi. Padahal ia tak begitu kenal dengannya.

***

Pria itu meletakkan ponselnya. Kemudian irisnya menghujam lurus pada pembicara kedua yang kini tengah duduk di depannya. Ia sudah tak bisa berpikir, apalagi mengilhami perkataan yang Yoongi baru saja gemakan.

“Kau bercanda, ‘kan, Yoon? Ayahmu tidak mungkin―”

“Tapi itu kenyataannya, Oh Sehun. Ayahku yang sudah merencakan untuk membuat Nara kecelakaan, begitu pula mengirim pembunuh bayaran untuk membunuh Nara. Semua itu, ayahku yang melakukannya.” Yoongi menunduk, tak kuasa menahan semua beban yang ia miliki sekarang. Sehun sudah banyak membantunya, dalam hal apapun. Sehun bahkan sudah ia anggap sebagai kakak yang selalu melindunginya, namun ia tak bisa menyembunyikan ini semua darinya.

“Mengapa beliau melakukan itu? Apa karena kekalahannya dalam mencalonkan diri menjadi perdana menteri? Karena ia tak suka aku merebut posisi yang begitu diinginkannya?”

Mendongak kembali, Yoongi menimpali. “Itu salah satu alasannya.”

Sehun menjatuhkan punggung tegapnya pada sandaran kursi kerjanya. Hidupnya penuh lika-liku seperti ini, dan yang membuatnya lelah adalah karena tak tahu bagaimana harus mencari jalan keluar. “Mengapa kau tak memberitahuku jika ini alasannya mengapa kau mencalonkan diri menjadi gubernur, hm?” Ia kembali meneganggak badan, walaupun dengan sedikit keengganan yang melingkupi diri. “Aku tidak menyalahkanmu yang ingin mencalonkan diri. Aku bahkan senang, tapi tidak tanpa sepengetahuanku. Kau adikku, kau seharusnya tahu itu.”

Tersenyum lemah, Yoongi mengangguk. Membenarkan setiap perkataan Sehun yang tersirat kasih sayang untuknya. “Aku tahu seharusnya tak menyembunyikan semua ini darimu. Aku hanya tak bisa menemuimu dan kemudian melanggar sumpahku dulu; untuk tak meninggikan jabatan lagi dan akan terus di sampingmu.”

Mungkin terdengar egois bagi Sehun yang masih berharap jika Yoongi akan tetap menjadi sekretarisnya. Tetapi, jujur saja Sehun masih membutuhkan seorang sahabat yang selalu memberikannya nasihat. Seorang sekretaris yang bisa ia andalkan untuk membantu pekerjaannya. Dan juga seorang adik yang bisa ia lindungi. Namun, Sehun sekarang harus belajar mengubah semua kebiasaannya dengan Yoongi, karena sebentar lagi ia tak akan bertemu lagi dengan Min Yoongi. Surat pengunduran diri sudah ada di dalam genggamannya sekarang.

“Mengapa kau tak menjadikan Joohyun sebagai sekretarismu saja? Ia juga sudah sering menghandle masalah yang sama seperti ini, bukan?” sarannya pada Sehun, yang kemudian satu gelengan dijadikan sebagai jawaban. “Hanna tak suka dengan Joohyun, dan kemungkinan besar ia akan menyuruhku tidur di sofa selama Joohyun menjadi sekretarisku.”

“Mereka sudah bertemu?” tanya Yoongi tak percaya.

“Joohyun sudah mendapatkan nilai buruk di mata Hanna. Jadi, aku sebagai pria yang baik dan menghargai perasaan istriku, kupikir aku mau mencari sekretaris pria saja.” Ujar Sehun dengan membanggakan dirinya yang nampak bijak di depan Yoongi. Namun, alih-alih membenarkan untuk fakta yang satu ini, Yoongi jutru mencibir. “Kupastikan kalau yang mendaftar nanti lebih banyak wanita daripada pria.”

Sehun mengedikkan bahunya. Jika itu terjadi, ia bisa apa? Semoga saja dirinya tak tergoda dengan wanita manapun selain Hanna..tentunya. Istri yang paling ia cintai, bahkan ia rela melakukan apapun demi Kim Hanna―wanita yang sudah mengambil hatinya sedari dulu.

***

Keduanya sibuk bepikir dalam hati masing-masing. Tak tahu harus mengatakan apa terlebih dulu lantaran tak ada hubungan yang spesial diantara keduanya. Hanya sekedar kenal nama tanpa perlu tahu kehidupan yang sebenarnya. Hanna berdehem sebentar, menguras seluruh kegugupan yang sudah melandanya.

“Ehm, Min Yoongi-ssi,” Hanna memanggil si pemilik nama hingga memusatkan fokus padanya. Ia sudah menyiapkan seluruh kalimat, hanya tinggal ia berani atau tidak untuk mengungkapkannya. “bagaimana kabarmu?”

Kecanggungan yang luar biasa melanda, tak terbiasa untuk berbicara empat mata dalam ruang lingkup yang tak bisa diilhami. Yoongi tersenyum, membulatkan tekad untuk mengatakan apapun yang istri sahabatnya itu ingin tahu. “Aku baik-baik saja, Kim Hanna-ssi. Bagaimana denganmu sendiri?”

Basa-basi itu sampai ke telinga Hanna dengan sempurna. Ia bukan orang yang suka basa-basi, namun masih punya etika untuk tidak menyakiti. “Tentu aku baik-baik saja. Tetapi, tidak dengan Jung Hyejin.” Ia menghela napas. “Hyejin sering sekali melamun dan berpikir bahwa apa yang ia lakukan salah. Ia menghukum dirinya sendiri karena sudah menghakimi dirimu seperti itu. Kau―” Hanna masih ragu, namun harus ia harus tahu. “―punya alasannya, bukan?”

Ya, Yoongi tahu kemana arah pembicaraan ini berjalan. Hyejin, gadis itu minggu beberapa hari yang lalu sudah memutuskan hubungan mereka secara sepihak, karena ia belum menyetujui ataupun sudah merelakan Hyejin untuk menyendiri. Masih dalam mosi yang sama; mengenai namanya yang diajukan oleh partai ayahnya sebagai calon gubernur Seoul. Hyejin menganggap dirinya sebagai seorang pria yang tidak bisa menepati janjinya. Gadis itu meragukan kalimatnya hingga saat ini.

“Tentu, aku punya.” Timpalnya pelan, hatinya sedang teriris secara perlahan. Sakitnya bahkan masih menohok ulu hatinya, hingga hanya bisa bergeming mendinginkan konversasi jika Hanna tak berinisiatif untuk bertanya lagi. “Apa alasanmu sampai bertindak sejauh itu?”

“Mau melihat dari sudut mana, Hanna-ssi? Sebagai seorang istri dari Oh Sehun, atau seorang sahabat dari Jung Hyejin?” Ia menawarkan, tawaran yang keduanya tak bisa ditolak oleh Kim Hanna. Itu semua alasan mengapa ia memberanikan diri untuk memberikan tanggung jawabnya kepada Chanyeol dan Hyejin untuk menghandle beberapa operasi di rumah sakit. Juga membohongi Oh Sehun yang tadinya ingin mengajak dirinya pergi ke rumah Byun Baekhyun.

“Aku..ingin mendengarkan yang pertama sebagai sahabat dari mantan kekasihmu, kemudian sebagai istri dari sahabatmu.” Kata-kata yang lugas itu sebenarnya menyimpan beribu pertanyaan yang tak bisa lagi ditampung oleh benaknya. Batinnya ingin sekali menjerit, melepaskan semua kewibawaan palsu sebagia tamengnya. Tetapi, ia bukan gadis yang labil hingga harus mendahulukan emosi disaat kepala dingin masih bisa memimpin.

Menyilangkan kedua kaki jenjangnya, ia pun menatap Hanna sendu. Samar, namun Hanna masih bisa melihatnya dengan jelas. “Aku pernah berjanji kepada Jung Hyejin untuk tidak terlibat lebih dalam mengenai politik. Cukup menjadi sekretaris Sehun saja ia tidak mau berbicara padaku. Tetapi, karena desakan dari ayahku dan juga demi keselamatan orang yang aku sayangi, aku menerima desakan itu.”

“Kau menyakiti dirimu sendiri,” sahut Hanna yang awalnya hanya terpikirkan dalam benak, kendati kemudian malah terealisasikan menjadi sebuah silabel penggambar kenyataan. Tak menyangkal, Yoongi justru mengamini. “Setidaknya, demi orang yang selalu sayang dan perhatian padaku, aku akan melakukan sesuai dengan bagaimana mereka memerlakukanku. Itu sudah sesuai hukum alam, Hanna-ssi.”

“Tidak semua orang berpikir sama sepertimu. Banyak orang lain yang kubantu dalam sejarah kehidupan mereka, namun nyatanya mereka malah menusukku dari belakang. Di depanku, seolah mencintai, namun dibaliknya tersimpan banyak makna dan juga keinginan yang menjijikkan.” Seperti Kai salah satunya, batin Hanna menambahkan. Pria itu mencintainya, tetapi cinta itu salah. Tumbuh pada waktu dan tempat yang salah.

Membalas senyum, Yoongi mendorong latte yang baru saja ia pesan untuk Hanna. Pria itu datang lebih dulu, sudah terbiasa akan sikap disiplin dan tepat waktu ketika mendapati janji bertemu. “Aku tidak tahu apa yang kau suka, Hanna-ssi. Jika kau tak suka, kau bisa―”

“Aku tidak peduli dengan rasanya. Yang kupedulikan adalah orang yang memesannya. Kau sudah seperti adik bagi Sehun, tentu aku juga beranggapan seperti itu padamu. Kau belum menceritakan semuanya padaku.” Hanna sudah kesal akan Yoongi yang sibuk membanting mosi ke masalah yang lain. Keduanya tak punya hubungan yang lebih untuk berbicara selain hal yang penting, seperti sekarang misalnya. “Sekarang, aku ingin tahu alasan mengapa ayahmu begitu bersikeras ingin menjadikanmu sebagai gubernur.”

Tak takut untuk mengungkap yang sebenarnya, Yoongi menjawab dengan lantang. “Ini bermula karena ayahmu yang hampir menjadi perdana menteri tahun 1999. Saat itu, pemerintahan kita belum terlalu terbuka seperti ini, sebelum adanya era globalisasi. Belum banyak orang yang tahu mengenai bagaimana sejarah kepemerintahan Korea Selatan.” Penjelasan itu belum berakhir, meskipun ia melihat bagaimana Hanna menatapnya tak suka dan heran dalam satu waktu. “Meninggalnya perdana menteri dan juga karir ayahmu yang cemerlang, membuat beliau berpotensi menggantikan posisi itu. Sedangkan, para politikus saat itu sedang mengincarnya.”

“Kemudian semua orang melakukan apapun untuk menghalangi ayahku mendapatkan posisi itu? Dengan cara membunuhnya?” Hanna sudah mempunyai firasat ini sedari dulu. Ketika ayahnya tiba-tiba dikabarkan meninggal setelah beberapa bulan sebelumnya ibunya meminta gugatan cerai.

Mengangguk, Yoongi membenarkan. “Sekarang, Sehun sedang dalam posisi itu dan aku sedang melindunginya. Aku belum menceritakan ini kepada Sehun. Jadi, kumohon, kita harus bekerja sama.”

***

Kakinya sangat lemas, bahkan hanya untuk masuk ke kamar. Ia berat hati sebenarnya, hingga tak bisa lagi menatap wajah tampan suaminya yang ternyata sudah menunggu kedatangannya di sofa kamar. Raut wajah itu berubah lega ketika mendapati dirinya sudah kembali. Tubuh jangkungnya bangkit, meski kemudian alis sebelahnya berjungkit. Tangannya mencengkeram bahu Hanna, mencecarnya dengan berbagai pertanyaan dan juga pernyataan.

“Kau darimana saja, sayang? Aku sudah menelponmu, tapi ponselmu tidak aktif. Kau sudah makan? Aku akan meminta Jung ahjumma untuk―”

Kalimat itu terhenti, ketika Hanna mengikis jarak diantara keduanya untuk kemudian memertemukan bibirnya dengan milik Sehun. Kedua tangannya memeluk leher pria itu, erat. Semua itu bukan hanya sekedar untuk meluapkan nafsu semata. Melainkan untuk sarat akan berbagi beban satu sama lain. Hanna tak bisa bayangkan betapa bahayanya pekerjaan sang suami meskipun berada di dalam gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Ia tak bisa bayangkan betapa banyak beban yang lebih banyak dipikul daripada yang ia bayangkan sebelumnya.

Suaminya, Oh Sehun, yang selalu ada untuknya. Yang selalu menyatakan dengan terang-terangan bahwa ia cemburu ketika dirinya bersama dengan pria lain. Pria yang selalu ada untuk merengkuhnya ketika ia butuh kehangatan. Pria yang rela melakukan apapun untuknya. Pria yang mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Pria yang posesif, namun semua itu dilakukannya untuk menjaga orang terkasih. Semua itu, hanya seorang Oh Sehun saja yang bisa.

Melepaskan tautan, Sehun bergumam memanggil silabel nama sang istri. Kekhawatirannya semakin memuncak kala mendapati liquid Hanna bersatu dengan salivanya. Hanna jarang sekali menangis, jika hatinya tak sangat terluka. Sehun selalu tahu apa yang Hanna rasakan, meski gadisnya itu tak memberitahukan.

“Maafkan aku karena aku tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu. Maaf karena aku tak bisa menjaga dan menjadi seperti yang kau inginkan. Maaf aku selalu egois dan tak mau meminta maaf terlebih dahulu untuk kesalahan yang aku buat. Maaf karena aku selalu menyusahkanmu―” Sehun mengecap bibir itu untuk membungkamnya dari kalimat yang tidak ingin ia dengar. Setelah dirasa suasana tak lagi seperti sebelumnya, Sehun pun menjawab dengan nada tak sukanya.

“Jangan pernah katakan itu lagi padaku. Aku tidak suka dan tak akan pernah membiarkanmu mengatakan itu lagi. Kau sudah lebih dari cukup untuk menjadi apa yang aku inginkan. Aku beruntung mendapatkanmu, kau bukan gadis yang dengan mudahnya menyerahkan diri kepada pria lain. Itu yang membuatku bersumpah hingga mati untuk tidak meninggalkanmu. Kau mengajarkanku untuk menghargi apa yang namanya komitmen, Kim Hanna.”

Kalimat manis itu terdengar hingga ke cuping telinganya, membuat hatinya menghangat. Sebuah pelukan erat pun dijadikan imbalan untuk Sehun yang sudah berhasil membuat jiwanya selembut permen kapas seperti ini. “Maaf, aku telah berbohong padamu jika aku―”

“Aku tahu, kau tidak ada di rumah sakit. Memangnya kau tadi kemana? Kau tahu jika saja dalam empat jam kau tidak pulang, aku sudah bersumpah akan memanggil menteri pertahanan untuk meminta bawahannya mencarimu.” Ujarnya, mengumbar kekhawatiran yang sudah melandanya sedari tadi, namun malah dibalas kekehan dari sang istri. Sontak Sehun pun menambahkan jarak, menatap iris sang istri yang kini seperti bulan sabit. Manis dan indah.

“Kau terlalu berlebihan. Memangnya aku buronan, apa?” dengusnya, berpura-pura marah, padahal ia sangat bahagia Sehun bisa berpikir seperti itu, meskipun terlalu berlebihan. “Aku hanya menemui adikmu yang sudah membuat suamiku tampan ini pulang kerja dengan muka kusut seperti kemarin.” Katanya sembari mencubit kedua pipi Sehun gemas. “Adik? Aku anak bungsu, Hanna-ah.”

“Maksudku, Min Yoongi.” Hanna meralat, membiarkan keterkejutan melingkupi raut suaminya terlebih dahulu. Semua spekulasi yang terkumpul dalam otak pandainya tak ada satupun yang menjurus ke dalam hal positif. Ketakutan menjalari seluruh tubuhnya, lantas akhirnya mengumandangkannya dalam satu kalimat tanya yang sukses membuat Hanna mendelik kesal. “Kau tidak berselingkuh dengannya, ‘kan?”

Ingin sekali rasanya Hanna memukul kepala pria itu jika saja ia tak ingat bahwa Sehun adalah kepala keluarga dan juga ia sangat menyayanginya. “Aku sudah punya suami yang tinggi, pintar, tampan dan baik meskipun terkadang menyebalkan dan kekanak-kanakan. Jadi, untuk apa mencari pria lain disaat ada seorang pria yang mencintaiku dengan tulus, hm?”

Senyum merekah di bibir tipis Sehun. Kini, Hanna dengan terang-terangan memujinya. Namun, menggoda istrinya sendiri tidak salah, ‘kan?

“Kau baru saja memujiku?”

“Tidak, aku memuji Vivi, kok!”

“Mau kupanggilkan?”

“Oh Sehun!”

***

Pagi ini memang agak sedikit canggung. Sudah puluhan kali Hanna mengatakan pada Sehun untuk tidak bersikap seperti itu kepada Nara, tapi masih saja dilakukan. Pria itu tak bisa menyembunyikan kekesalan atas kebohongan yang anaknya lakukan. Ia bersikeras ingin mendengarkan penjelasan dari Nara sendiri, tanpa adanya perantara. Hal yang membuat semuanya menjadi sulit adalah Sehun tak mau mengalah untuk masalah yang satu ini.

Setelah kepergian Nara yang baru saja diantar Ahn ahjussi berangkat ke sekolah, Hanna pun mengutarakan kekecewaan terhadap sikap yang Sehun tunjukkan. “Mengapa kau lakukan itu? Bukankah sudah kubilang untuk tidak bersikap egois seperti itu?”

Meletakkan cangkir kopi miliknya, Sehun pun menatap Hanna. “Kau sudah tahu jawabannya, Han. Selama ia tak mengakui kesalahannya, maka aku tak akan memaafkannya. Ini bisa menjadi pelajaran untuknya untuk tak lagi berbohong, apalagi kepadaku yang notabene-nya adalah ayahnya sendiri.”

“Aku tahu, Oh Sehun. Tapi bukan seperti ini caranya.”

“Ini caraku untuk mendidiknya.” Susunan nadanya tegas, bagaimana pria itu bicara. Kali ini, bisa membuat Hanna mengedipkan kelopak matanya tak percaya. Kata-kata lugas itu seakan mengingatkan dirinya pada sang ayah yang tak lagi bisa dibantah jika keputusannya sudah final, seperti Oh Sehun. “Aku bukan bermaksud membuatmu tidak nyaman, Hanna-ah. Aku hanya ingin agar dia menghargai yang namanya kepercayaan.”

Ya, Hanna tahu itu. Hanya saja ia belum terbiasa akan kerasnya didikan seorang Oh Sehun yang selama ini ia anggap kekanak-kanakan. Batinnya tersenyum menanggapi, tahu seperti apa suaminya sekarang dan yang sebenarnya. Ia butuh waktu untuk memahami sikapnya yang suka berubah-ubah itu.

“Aku tahu mengenai hal itu. Kau adalah kepala keluarga dan aku akan menerima keputusan apapun yang kau buat. Hanya saja, jangan sampai melukai hati Nara. Aku akan memukulmu jika kau sampai membuatnya menangis.”

Sehun mengangguk, kemudian mengacak surai Hanna yang sudah tertata rapi beberapa jam yang lalu. Si empunya mendecak, kesal karena kebiasaan itu tak lekas pudar meskipun umur sudah bertambah. “Aku mau berangkat kerja dan kau merusak rambutku!” Jemari lentiknya kembali mengembalikan tatanan tanpa peduli akan Sehun yang kini menatapnya.

“Han, aku ingin bicara sesuatu.”

“Apa?”

“Ini mengenai pekerjaanmu.” Hening menjadi jeda yang tak lama kemudian dipecah oleh baritonnya. “Bisakah kau berhenti dari pekerjaanmu?” pintanya sungguh-sungguh yang hanya dibalas tatapan bingung dari Hanna. Gadis itu sudah mengira jauh sebelum dirinya menikah dengan Sehun. Pria yang baik dan mapan tentu tak akan membiarkan istrinya ikut membantu kewajiban suami. Ia ingin menolak permintaan itu, namun tak bisa. Ia tak kuasa mengatakannya.

“Hun,” Hanna menangkup kedua sisi wajah Sehun dengan lembut. Usapan yang pelan namun berhasil membuat darah si pria Oh itu berdesir. “kuduga kau pasti menginginkan hal ini.” Gumamnya, nyaris berbisik tetapi masih bisa ditangkan oleh rungunya. Ia masih memilih untuk diam, mendengarkan argumen yang akan diberikan oleh Hanna sebagai jawaban.

“Aku tak bisa. Aku sangat tahu jika kau bisa membiayai kehidupanku, seluruh kebutuhanku. Hanya saja, pekerjaan ini adalah keinginanku sedari dulu. Kau juga tahu akan hal itu.” Kepalanya menunduk, tak mampu melihat kekecewaan yang ada di wajah tampan suaminya. “Ini cita-citaku, dan sekarang aku sudah mendapatkannya. Kumohon, beri aku waktu untuk menikmati dari hasil yang sudah kuraih. Suatu saat, akan ada masa dimana aku akan melepaskan semua itu. Aku akan menjadi ibu rumah tangga, mengabdikan seluruh waktuku untuk kalian berdua.”

Sungguh, kata-kata yang Hanna ucapkan membuatnya terenyuh seketika itu juga. Ia memang tidak berekspektasi jika Hanna akan menerima permintaannya dengan senang hati. Ia tahu betul bagaimana sedari dulu Hanna memimpikan menjadi dokter bedah. Gadis itu bahkan mengenyam pendidikan di luar negeri demi cita-citanya tercapai. Seperti yang diinginkan dan dikatakan oleh Hanna, ia akan memberi waktu.

“Semua keputusan ada di tanganmu, Han. Aku tidak akan memaksakan.”

***

Hyejin menganggukkan kepalanya. Semua penuturan sahabatnya itu membuat dirinya terhenyak, meskipun pada akhirnya harus percaya. Hanna baru saja memberitahunya mengenai semua percakapannya dengan Yoongi, begitu pula dengan ia yang menambahkan beberapa informasi yang ia tahu setelahnya.

“Lalu, langkah apa yang harus kita ambil?”

Satu pertanyaan itu mengusiknya. Ia juga tak tahu langkah apa yang harus diambil dalam masalah ini. Sebenarnya, bukan hanya masalah ini saja yang mengusik, masih banyak juga masalah di rumah dan juga yang Sehun katakan tadi pagi mengenai pekerjaannya. Hanna hanya manusia biasa yang juga bisa lelah, begitu pula dengan pemikirannya yang kini bercabang kemana-mana.

“Hanna? Kau ada masalah?” Hyejin bisa membaca dengan sangat tepat ketika Hanna diam seolah sedang merenungi sesuatu. Ingat, mereka bukan hanya satu atau dua tahun saling mengenal. Bahkan sebelum Helena datang mengacau hubungan Hanna dan Sehun, keduanya sudah saling mengenal.

“Hye, aku bingung.” Ia menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya kasar. Berat rasanya untuk mengucapkan serangkaian kalimat yang mewakili perasaan dan juga pokok permasalahannya. Namun, pada akhirnya ia berujar pada Hyejin mengenai masalahnya. “Sehun tadi pagi memintaku untuk berhenti bekerja.”

Tak menunggu lama, Hyejin mencondongkan badannya. Mendekat kepada Hanna meskipun terhalang oleh satu meja bundar di hadapan keduanya. “Sehun memintanya secepat ini?”

“Aku bahkan belum genap dua tahun menjadi dokter bedah. Haruskah aku mengakhirinya?” timpalnya, kemudian melipat tangan di atas meja dan menenggelamkan wajah cantiknya di sana. “Aku harus bagaimana, Jung Hyejin?!” teriaknya yang tak terlalu keras lantaran teredam di dalam sana. Ia sudah frustasi memikirkan bagaimana caranya untuk tetap menjadi seorang dokter, begitu pula menjadi seorang istri yang menurut dengan permintaan suaminya.

Dan sebenarnya, kesalahan Hanna hanya satu; ia berbicara dengan orang yang tidak tepat. “Aku belum menikah, jadi aku tidak tahu apa solusinya. Kau seharusnya meminta saran dengan orang yang sudah menikah. Mungkin kau bisa meminta saran Helena, ya..itu kalau mau, sih.”

Berlekas-lekas Hanna menegakkan badannya lagi. “Kau benar! Terima kasih, Jung Hyejin! Aku pergi dulu!”

“Ya, Kim Hanna! Kau masih punya dua jadwal operasi lagi!”

***

Hai semuanya..miss me? Ini 4.595 word man-teman:) puas gak? Maaf kalo jalan ceritanya malah makin hancur. Ini kayaknya kurang satu chap lagi selesai deh… :(( aku masih punya banyak work yang harus diselesaikan. Tanggung jawab ‘kan harus dikerjakan, ya enggak guys :)) masalahnya, di ff ini moodku sudah berubah haluan. Kalo dulu suka banget sama yang married life, sekarang berubah menjadi relationship. Semacam yang berbau pacaran gitu.. (padahal yang nulis gak punya pacar).
Okay, abaikan yang tadi. Work yang satu ini ada di lapak lain, yang akan aku share alamatnya ketika pre-last chap dirilis. Gak perlu khawatir, meskipun aku udah gak di sini, aku masih nulis di lapak lain. Cuma, enggak seintensif dulu. Maklum, nilaiku naudzubillah jelek luar biasa, jadi, fokus nulis sama belajar :”)) biar tetep serius sama sekolah dan juga serius sama hobi dan cita-cita yang mau ambil sastra (belum tahu sastra apa). *doa’in ya 😉
Ini, aku rencananya enggak mau kasih pass buat chap terakhir. Kenapa? Karena aku mau nih sekali-kali kasih kesempatan silent riders buat tahu akhir jalan ceritanya. Entar kalo gak tahu endingnya enggak bisa tidur, trus aku yang disalahin 😀 Banyak masalahnya yang bilang gitu.. Tapi, ada satu syarat, yaitu kalo chap selanjutnya sama yang ini minimal ada 20 komentar. Kalo kurang, terpaksa aku lock last chap-nya.
Buat siders, aku sayang kalian kok. Makanya enggak kayak yang TIS aku lock tiga chap. Aku cuma mau ngasih hiburan tapi juga minta feedbacknya. Kan aku enggak minta suruh beliin soto, ya enggak? Aku cuma minta waktu kalian buat kasih aku feedback. Itu doang..semoga dengan ini kalian terketuk hatinya untuk menulis di kolom komentar..
.

.

.

Putri sayang kalian.. kiss you!

25 thoughts on “1435 #13—PutrisafirA255”

    1. Itung” minta maaf karena hiatus lama. Dan mungkin abis itu sering update karena sebulan dirumah jadi pengacara sok sukses😑(pengangguran banyak acara)

      Thanks for commented😚

      Like

  1. Akhirnya ada notip update dri ini 😍 biarpun lama tapi selalu suka sama ceritanya ,gaya bahasanya yg mudah di pahami ,BTw Hana sama sehun kalo akur gini liatnya adem bgt hahahahaaa 😂😙

    Liked by 1 person

    1. Entah mengapa akhir-akhir ini aku malah pengen nyoba gaya penulisan yang gak baku alias alay😂

      Thanks for commented😚

      Like

  2. puasa penuh berkah,akhirnya update juga.semoga cepet update lagi udah gak sabar gimana kelanjutannya,semangat buat nulisnya ya FIGHTING!!!

    Like

    1. Iya, meskipun di chap ini gak terlalu jelas banget permasalahannya, semoga endingnya bahagia /?😥

      Thanks for commented😍

      Like

    1. Next chap ya…😄 tenang aja, semoga gak lama karna udah selesai ukknya😊

      Thanks for commented

      Like

  3. Ditunggu banget nih ff.. Akhirnya diupdate juga.yoongi bener” shabat/adik yg ngelindungi banget ya. Rela korbanin dirinya buat sehun.

    Liked by 1 person

  4. Akhir nya yang ditunggu” update juga seperti biasa ff kakak bener” keren abis hanna sama sehun so sweet banget sihhh next ya kak ditunggu ☺😄😉😃😀😊
    Figting kak!

    Like

  5. Akhirnyaaa update lagii ~
    Tapi beneran itu Nara cuma pura-pura lupa ingatan?
    Kok gituu?
    Haduh kepo aku.

    Like

  6. Akhirnya update, kesel ayah yoongi jahat kasian kan hubungan hyejin sama yoongi jadi udahan, penasara hanna bakalan berhenti engga ya jadi dokter, ditunggu lanjutannya ka 😄😍

    Liked by 1 person

  7. Uwaaaaaahhhh daebak lah ini ceritanya… Bingung mau komentar apa 🤔🤔 bner2 bagus suka bngt sama couple di cerita ini. Semangat buat author… 👍👍👍💪💪 gk selamanya nilai bisa ngukur kadar kesuksesan orang, tpi diliat dri usahanya, mungkin blm rezeki dpt nilai bagus 😊😊 hwaiting… Hwaiting… 👏👏👏😄😄😄
    Ditunggu next nya gk sabar ama kelanjutan ceritanya 😆😆😆

    Liked by 1 person

Your Feedback, Please!