Take It Slow—Chap. 8

58 copy

Take It Slow

Absurd story by PutrisafirA255

【Main Cast】

Sehun Hester | Hanna Lee

【Other Cast】

Baekhyun Byun | Helena Park | Chanyeol Park

Lee Hanbin| More

「Angst, AU, Drama, Hurt, Comfort, Romance, Friendship, Family」

『PG-16』

ǁEdinburgh, Scotlandǁ and ǁSeoul, South Koreaǁ

「Chaptered」

♠Part 1: First Look

♥ Part 2: What’s Wrong? ♥Part 3: The truth

♥ Part 4: The Trouble was Come ♦Part 5A: Confuse 

Part 5B: Confuse ♣Part 6: Just The Two of Us ∇ Side story of part 6: Gone

♦ Part 7: Ending & Beginning ♥ Part 8: Two Lovers [NOW]

Suara riuh tepuk tangan para hadirin membuat Hanna tersenyum bangga. Ia selalu mempercayakan semuanya pada Hanbin, dan pria itu selalu berhasil—sesuai harapannya. Tak lupa, ia pun juga ikut bertepuk tangan meramaikan suasana. Ia bangga dan akan selalu bangga dengan sang kakak.

“Kau hebat,” Hanna merangsek maju untuk merengkuh sang kakak. “Selalu saja hebat.”

Hanbin tersenyum. Ia lantas merajut jarak untuk menatap sang adik. Senyum itu semakin lebar, dan Hanbin tak menyukainya. Masih dengan alasan yang sama dan akan terus sama. “Terima kasih,” tuturnya lembut pada Hanna. Sebenarnya ia kesal jika harus memperkenalkan produk Samsung setiap tahunnya. Apalagi, setiap tahunnya Samsung mengeluarkan produk tak kurang dari tiga series. Ini gila.

“Hyung, kau sangat keren sekali!” ujar Baekhyun yang tiba-tiba ada di antara mereka berdua. Memukul bahu Hanbin pelan, lalu melemparkan senyum manis kebanggaan pria Byun itu. Sebenarnya Hanna iri dengan senyum Baekhyun yang membuat pria itu semakin cantik di matanya. Senyumnya sangat tulus dan tidak terkesan ‘terpaksa’ sehingga siapapun yang melihatnya akan jatuh hati. Tapi, Hanna tidak seperti Helena yang menyukai Baekhyun dengan alasan yang aneh; aku suka senyum dan tingkah konyolnya.

Cinta memang tak bisa ditebak bukan? Seperti halnya ia dan juga Junmyeon. Pria Kim itu sangat menyukainya. Dua tahun ini, Junmyeon sering sekali memperhatikannya dengan beberapa larangan yang membuat Hanna memutar bola matanya malas. Kendati demikian, ia tak pernah bisa mencintai Junmyeon dari sudut pandang manapun. Kasih sayang yang Junmyeon ditujukan untuknya itu hanya akan membuat Hanna menyayangi Junmyeon sebagai seorang kakak, tak lebih.

“Kau sedang memikirkan apa, Han?” tanya Hanbin setelah melihat raut muka Hanna yang mendadak dingin dan tatapannya yang kosong. Hanbin tahu, adiknya itu pasti ada masalah. “Nothing,” sahutnya, lalu mengambil langkah untuk mendekati beberapa tamu yang agaknya ingin bertemu dengan dirinya. “Dia masih dingin,” celetuk Baekhyun. Pria itu selalu saja mengatakan apa yang ada di pikirannya tanpa perlu menyaringnya terlebih dahulu.

“Dan selalu menyembunyikan apapun dariku,” timpal Hanbin. Baekhyun akan mengambil segelas anggur, sebelum tangan Hanbin menyentuh bahunya seolah teman. Padahal, sejak dulu posisi keduanya tak pernah berubah. Masih saja seperti itu. Ketua dan sekertaris. “Kau juga,”

Mendengar tiga silabel serupa dengan tuduhan yang disuarakan oleh sang atasan, Baekhyun dengan cepat menggeleng. “Tidak,” sahutnya cepat, lantas menambahkan. “Helena yang lebih tahu. Aku hanya peran pembantu seumpama opera.”

Setelah sanggahannya selesai terucap, Baekhyun lekas mengambil anggur yang gagal ia dapat, lalu meneguknya pelan. “Sepertinya kau sangat haus,” ujar Hanbin ambigu. Pernyataan serupa ejekan itu ia tujukan pada sang sekertaris. Baekhyun tertawa, hingga deretan gigi putihnya nampak. “Mumpung gratis, Hyung.”

.

.

.

Setelah rapat, Sehun cepat-cepat mengambil langkah. Ia baru ingat kalau ada seseorang yang akan datang ke ruangannya dengan berita yang menggemparkan. Sialnya, ia harus menjabat beberapa para petinggi untuk menerima pujian atas presetasinya. Persetan dengan semuanya, ia hanya ingin menemui sekertarisnya dan segera mendengarkan penjelasan. Demi semua terumbu karang di lautan, ia ingin segera menemuinya.

Sesampainya di depan ruangan, ia lekas memutar kenop pintu. Menampakkan pria berkulit tan yang mendapat label sebagai teman sudah menduduki kursi kerjanya. Menyandarkan punggung tegapnya di sandaran kursi, sembari menutup mata untuk merebahkan tubuhnya sebentar. Sepertinya, pria itu terlalu lelah dengan pekerjaan yang Sehun berikan. Berubah dari sekertaris menjadi spy hanya demi memenuhi kuriositas pria Hesler itu akan Hanna yang telah meninggalkannya tiga tahun yang lalu.

Wasseo?” tanyanya dengan aksen Korea yang mengingatkannya pada sakitnya masa lalu. Mengambil langkah masuk, lantas menatap sang sekertaris. Menunjuk pintu keluar dengan dagu—mengisyaratkan agar lekas pergi dari ruangannya. Sehun melipat tangannya di depan dada, dengan tatapan dingin yang tak pernah—tak akan pernah berubah. “Kau masih sama seperti terakhir kali aku melihatmu, Hun.”

Sehun lekas mencibir. “Memangnya kapan terakhir kali kau melihatku?”

Pria berkulit tan itu lantas beranjak dari tempat yang tak seharusnya itu. “Aku bingung dengan cara berpikirmu, sahabat.” Ujarnya sembari menekankan di akhir kata. Sahabat? Ia lebih tampak seperti budak di mata pria dihadapannya itu. “Kau sudah bermain dengan jalang manapun, tapi tetap saja mencarinya? Yang benar saja,”

“Itu bukan urusanmu.” Sahut Sehun dengan raut muka tak bersahabatnya. Alih-alih mendudukkan diri menuju kursi kerjanya, ia justru mengambil alih sofa sebagai destinasi terakhir. Ia enggan berdebat sekarang. “Baiklah,” pria berkulit tan itu duduk di sampingnya. Merogoh saku dalam jas hitamnya, lantas menyodorkannya pada Sehun. Penjelasan pun tak lupa ia berikan setelahnya.

“Dia sekarang menjadi CEO dari Samsung group.” Ujarnya sembari menunjukkan foto yang sedang dilihat oleh Sehun. Di sana, nampak Hanna yang sedang duduk dengan seorang laki-laki saat acara launching ponsel baru dari Samsung beberapa jam yang lalu. Rivalnya. . . ternyata adalah pujaan hatinya.

“Dari berita yang aku dapat, dia pernah mengalami kecelakaan yang membuatnya lupa ingatan. Aku dengar, kecelakaan itu benar-benar menggemparkan seluruh rakyat Korea.”

Sehun membisu. Kecelakaan? Lupa ingatan? Bagaimana bisa? Walaupun otak Sehun sudah diciptakan pintar oleh sang Maha Kuasa pun tak bisa menjawab. Belum selesai dengan rasa kaget yang luar biasa itu, Kim Kai—nama pria berkulit tan itu— lantas kembali memperlihatkan beberapa foto lagi. “Dan ini kekasihnya.”

304045-exo-suho-44-png copy Seorang pria berkulit putih dengan dasi hitam melilit rapi di kerahnya. Bahkan dingin yang terkesan manly itu justru membuat Sehun mengumpat dalam hati. Ternyata, Hanna sudah melupakannya. Ah, tidak. Ini pasti karena Hanna yang lupa ingatan karena kecelakaan. Jadi, gadis itu lupa bukan karena pria itu—Sehun meracau. “Kau sudah punya Kate dan dia sudah punya Junmyeon. Kalian sudah impas, ‘kan?”

“Junmyeon?” Sehun membeo. Jadi, itu namanya? Sehun akan mencari tahu lebih tentang pacar Hanna itu. Mendapati gelagat tak menarik dari Sehun, Kai lekas menyadarkan pria itu dari pikiran liciknya. “Kau tidak berencana membunuhnya, ‘kan? Dia itu satu-satunya pria yang bisa mengambil hati Hanna. For your information.

“Memangnya aku peduli? Aku akan merebut Hanna darinya.”

“Aku rasa kau tak akan berhasil.” Sahut Kai. Pria itu tahu apapun dari yang ia selidiki. Tatapan penuh pertanyaan pun Sehun tampakkan. Hingga ia tak membuang  tenaga untuk menyuarakannya. “Mereka sudah berpacaran selama dua tahun. Dan tiga minggu lagi pesta pertunangannya akan digelar.”

Sehun terhenyak. Bukan sekedar melupakan. Hanna benar-benar melupakannya. Sehun tak bisa diam saja. Ia harus menghentikan semua acara sialan itu. Hanna hanya akan menjadi miliknya. “Jangan egois, Hun. Bukankah cinta tak harus memiliki?” pria Kim itu mengingatkan. Mana Sehun peduli. Merebut Kate dari kekasihnya saja ia berani. Untuk apa takut dalam situasi seperti itu?

“Aku ingin pertemuan dengan Samsung diajukan. Tak peduli bagaimana pun caranya.”

Kai mendesah kesal. Bukannya gaji yang bertambah, bebannya justru semakin berat untuk dipikul. Andai saja Kai adalah psikopat, maka Hanna sudah benar-benar melihat jasad Sehun dari dulu. “Aku tidak janji,”

.

.

.

“Kalian sudah menetapkan tanggal pertunangannya?”

Suara lembut itu kembali mendominasi percakapan. Tn. Kim, Ny.Kim, Junmyeon dan juga Hanna. Gadis Lee itu menyempatkan diri untuk menyapa kembali keluarga calon tunangannya. “Tanggal 22 Mei, bertepatan dengan ulang tahun Junmyeon.” Jawabnya sembari memutar pelan gelas wine yang ada dalam genggamannya. Junmyeon yang ada di sebelahnya hanya tersenyum, lalu mengalihkan tatapannya dari Hanna menuju ibunya. Agaknya tersiksa dengan tatapan Hanna yang seolah senang. Sebut saja Junmyeon terlalu egois, tapi ia sudah terlanjur sayang pada Hanna.

“Syukurlah,” Ny. Kim menghela napas. “Aku kira kalian lupa dengan acara pertunangannya.”

Lupa? Batin Hanna bergumam. Persetan dengan pertunangan, perseteruan Samsung dengan Apple Inc. saja belum selesai. Dan sekarang mau bertunangan? Tapi, demi saham Samsung yang akan melonjak jika mendengar mereka bertunangan pun lantas di gunakan sebagai alasan utama. Sebut saja Hanna gila kekuasaan dan jua ambisius, tapi ia hanya ingin membuktikan kalau bukan faktor marga Lee yang membuatnya menjadi CEO Samsung Electronics. Melainkan bakatnya dalam berbisnis-lah yang menjadi faktor utama. Walau diselingi oleh ide tak masuk akan yang akan menjerumuskan dirinya sendiri.

“Tentu saja tidak, Ny. Kim.” Sahut Hanna. Ia lekas melemparkan senyum tipisnya pada Junmyeon dan juga ibunya. Tanpa mereka ketahui, Hanna mencengkeram dress bawahnya. Agaknya si gadis Lee itu marah atau kesal terhadap sikap manisnya sendiri yang sesungguhnya itu semua adalah poker face. Ia sekarang bisa membenarkan julukan orang lain terhadapnya; monster workaholic yang dingin dan perfectionis. Itu memang kenyataannya.

“Oh, ya. Aku berencana akan mengadakan makan malam hari ini. Bisakah kau ikut?” ajaknya.

Tentu saja. . . tidak. Jangan mengajak Hanna datang ke sebuah acara yang mendadak, karena itu hanya akan sia-sia. Ia tak akan pernah datang. Jadwalnya terlalu padat dan tak ada sela waktu hingga jam sebelas malam—jam tidur. Hanna terdiam. Ia bingung akan menjawab apa. Karena, setelah acara launching itu selesai sekitar jam dua siang, ia harus rapat dengan staff mengenai kerja sama dengan rivalnya—Apple Inc. “Akan saya usahakan.”

Delapan silabel itu akhirnya terucap. Membuat raut wajah Ny. Kim nampak lesu. Sepertinya Ny. Kim sudah terlanjur suka dengannya. Itulah yang terlintas dalam pikiran Hanna. “Hanna sibuk, Eomma.” Kini Junmyeon mengambil bagian dalam dialog. Sebelah tangannya meraih pundak Hanna untuk lantas dibawa ke dalam rengkuhan sepihak. Senyum manis pun ia tampakkan pada gadis Lee itu. “Baiklah,” satu helaan napas dijadikan penutup untuk percakapan mereka.

Hanna pun hanya tersenyum simpul tanpa minat. Ia lekas melirik Rolex yang melingkar ditangan. Sekedar memastikan bahwa jarum pendek sudah berhenti di angka dua. Ia hanya ingin cepat-cepat meninggalkan acara itu dan menghindari Junmyeon untuk sementara waktu. Kedatangan pria itu untuk berlibur di Seoul hanya akan membuat kepalanya pening. Sialnya, jarum panjang masih di angka delapan. Menandakan bahwa masih ada dua puluh menit tersisa.

Melihat Hanna yang bergerak gelisah dalam rengkuhan sepihaknya, Junmyeon menyernyit. “Kau ada rapat?” tebak Junmyeon. Hanna lekas mendongak. Menatap iris coklat Junmyeon lekat. Agaknya pria Kim itu masih ingin berlama-lama dengannya. “Iya,” Hanna akhirnya menjawab. “Tapi, masih dua puluh menit lagi.”

Junmyeon menarik tangannya yang bertengger manis di bahu Hanna, lekas mengambil sebuah kotak kecil yang ia sembunyikan di saku dalam jas hitamnya. Hanna hanya terdiam dengan tatapan herannya. Junmyeon menatap sebentar kotak itu, agaknya ragu. Namun, tekatnya sudah bulat. Ia sudah membelinya di sela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa di Braunschweig University. Semoga Hanna suka—Junmyeon membatin.

“Ini,” Junmyeon berucap sembari membuka kotaknya. Menampakkan sebuah cincin platinum yang sangat ia kenal. Tak perlu bertanya, ia pun sudah tahu jawabannya. Cincin itu karya Wartski—pembuat cincin untuk ratu Kate Middleton. Dan ia pun tahu kalau pria itu menguras isi dompetnya sebanyak 754.200₩(setara dengan 8.712.600 rupiah). Angka yang cukup fantastis untuk membuat Hanna berdecak kagum dalam hati. Menyangkan hatinya yang tak kunjung suka pada Junmyeon, padahal pria itu sudah berbuat lebih untuknya. Well, kita lihat saja kedepannya. Kita tak tahu ‘kan cinta bisa berubah kapan saja?

White-gold-ring-with-Wartski-engraving

“Aku membelinya saat melakukan observasi di Inggris untuk tugas kuliah. Ku harap kau akan menyukainya.” Ucapnya dengan lembut. Bahkan tatapannya ia buang beberapa kali untuk menghindari iris coklat Hanna. Yang diberi justru bergeming. Agaknya terlalu bingung untuk menunjukkan ekspresi apa. Jujur, ia menyukai adegan manis yang diperankan olehnya dan juga Junmyeon. Tapi, untuk yang satu ini, terlalu beresiko jika ia menerimanya. Junmyeon pasti menyangka kalau ia sudah membuka hatinya untuk pria Kim itu.

“Bolehkah aku memasangkannya di jari manismu?” tanya Junmyeon saat mendapati Hanna bergeming sembari menatap cincin yang masih di dalam kotaknya itu. Ia senang Hanna menatapnya dengan tatapan tak percaya. “T-tentu,”

Seulas senyum terbingkai manis di bibir Junmyeon. Ia lekas menarik tangan Hanna yang berada di sisi tubuh untuk segera ia genggam. Membiarkan jari manisnya di pasangkan sebuah cincin platinum karya Wartski itu. Setelah niatnya selesai, ia menarik Hanna dalam rengkuhan. Mendekatkan bibir dengan telinga Hanna, lantas mengucapkan kalimat yang membuat Hanna tercengang.

“Aku tahu, kau belum bisa mencintaiku. Setidaknya kau masih mau menerima cincin pemberianku.”

.

.

.

“Dua minggu lagi.”

Sehun segera menolak. “Tidak, satu minggu lagi.”

Kai menghela napasnya kasar. Pihak Samsung mengajukan dua minggu, dan Sehun dengan seenak jidatnya mengajukan satu minggu? Itu mustahil. “Hanna itu orang yang sibuk, Hun. Dia punya acara rapat lebih dari tiga, kalau kau mau tahu.” Ujar Kai dengan nada tak senangnya. “Itu urusanmu.”

Menanggalkan semua formalitas, Kai lantas menarik dasi hitamnya. Melonggarkan ikatan, lalu merangsek maju menuju kursi di hadapan sang atasan. Meletakkan map merah yang dipegangnya dengan kasar, lantas ikut menyandarkan punggung menuju sandaran kursi. “Dia akan bertunangan dengan brengsek itu tiga minggu lagi. Dan aku tak mau itu terjadi.”

Kai mencibir satu kata yang menjadi atensinya. “Brengsek? Aku rasa kau lebih brengsek darinya, Hun.” Kai mengingatkan. Terbiasa berganti pasangan membuat Kai selalu mengejek sahabatnya itu. Meskipun tampang Kai tak kalah tampan dari sahabatnya itu, tapi Kai masih tetap setia dengan kekasihnya. Itu yang membuat Sehun selalu mengejek Kai dengan sebutan; tak laku.

“Diam kau, Blacky!” Sehun naik pitam. Agaknya tak mau disandingkan dengan kekasih Hanna yang sebentar lagi akan berubah status menjadi tunangan. “Dia tak akan menikah dalam waktu dekat. Percayalah. Dia sudah terkenal workaholic sejak dulu.” Ujar Kai mencoba menenangkan sahabatnya yang berubah drastis sejak kepulangannya dari airport tiga tahun yang lalu.

Kalau ingin tahu, setelah kepulangan Sehun dari airport pria itu langsung berubah 180o. Jika Sehun dulu adalah pria yang tak mau menyentuh barang setetes alkohol pun, sekarang minuman itu adalah kesukaannya. Jika ada yang menanyakan tempat mana yang Sehun sukai, maka pria itu dengan mudah menjawab, Scotch Wisky.

Dulu, Sehun enggan berhubungan dengan wanita manapun. Bahkan, setelah kehilangan Hanna Alinson ia sangat menutup diri. Namun, ketika menemui nama wanita yang serupa nama kendati berbeda rupa, Sehun langsung membuka diri. Sayangnya, kisah cintanya terlalu rumit untuk dipahami. Sehingga, saat pria Hesler itu kembali patah hati, ia sangat terpukul. Berubah menjadi liar dan terlalu dingin untuk didekati. Maka dari itu, Sehun hanya mempunyai teman dekat yang mengerti jalan hidupnya.

“Aku tidak mau jari manisnya mendapat cincin dari pria lain. Hanya itu, tak lebih.” Sehun berujar, namun dengan nada yang lebih rendah. Seolah mengutarakan apa yang menjadi tujuannya. “She was hurt you, Man. Dan kau akan memaafkannya begitu saja?”

Sehun membenarkan posisi duduknya. Menatap Kai dengan tatapan tajam nan dingin khasnya. “Aku hanya ingin tahu kenapa ia mencampakkanku. Dan jujur, aku masih menyukainya.” Ucap Sehun dengan nada rendah syarat akan kesakitan. Well, selama tiga tahun belakangan ini yang Sehun pikirkan hanyalah Hanna seorang. Bahkan hingga sekarang, gelang couple yang ia belikan untuk Hanna masih dipakai. Ini cukup membuktikan kalau Sehun masih benar-benar mencintai Hanna.

Tak kuasa menghadapi Sehun yang mulai gentar, Kai akhirnya mencari topik baru. “Twenty minute again you has a lunch with Mr. Jacobs, Hun.” Ujar pria berkulit tan itu mengingatkan. Sepertinya Sehun lupa, melihat pria itu menyernyitkan dahi lantas memijat pelipis. Agaknya terlalu pusing memikirkan kehidupannya. Kehidupannya memang rumit.“Bisakah kau menggantikan—”

“Kau akan bertemu calon tunanganmu, Hun.”

“Aku benci yang satu ini.”

.

.

.

Hanna hanya bisa menatap cincin platinum yang diberikan Junmyeon selama rapat. Cincin delapan belas karat itu mengusik ketenangannya hingga ke ulu hati. Agaknya berat menatap cincin itu melingkar apik di jari manisnya. Diam-diam, Hanbin pun ikut mengamati. Cincin itu berwarna perak tanpa ukiran. Namun, dilihat dari tampilannya, sudah pasti kalau cincin itu mahal harganya. Dan ia bisa menebak kalau itu pemberian dari Junmyeon—calon adik iparnya.

Sajangnim,” panggil suara bass di depan podium. “Bagaimana menurut anda tentang kerja sama dengan pihak Apple Inc.? Apakah anda akan menerimanya?”

Hanna tergeragap. Fokusnya pun lekas ia alihkan untuk menatap sang lawan bicara. “Kerja sama apa?”

Oh Tuhan! Semua orang memukul dahinya masing-masing. Di mana dia ketika rapat sedang berlangsung? Apa berteleportasi ke Samudra Pasifik? Ini tidak seperti biasanya. Padahal, di saat-saat seperti ini biasanya mereka akan mendengarkan pendapat cerdas Hanna yang membuat semua staff berdecak kagum. Dan sekarang? Ia nampak seperti anak remaja yang baru saja jatuh cinta. “Apple Inc. Mengajukan kerja sama dengan kita untuk memasok layar OLED.” Ujar Hanbin berbisik. Ia tak mau adiknya dipermalukan.

“Berapa banyak?” Hanna bertanya dengan nada yang berbisik juga pada Hanbin. Sang kakak menoleh sebentar, ia dapat  melihat para staff memandang mereka secara bergilir. “100 juta unit jangka waktu tiga tahun. Hanya 60%” Jawabnya. Setelah diskusi keduanya selesai, Hanna menegapkan posisi duduknya. Berdehem ringan guna membenahi pita suara. “Kenapa tidak? Walau mereka saingan kita, setidaknya kita bisa membuktikan kepada dunia bahwa secara tidak langsung, kita lebih unggul dari mereka.”

“Mereka banyak memasok dari perusahaan lain untuk iPhone 7 yang akan diluncurkan tahun depan. Ini membuktikan kalau Apple Inc. belum bisa membuat keperluan mereka sendiri.” Kalimat sarkastik yang biasa Hanna sampaikan akhirnya keluar. Semua staff akhirnya bisa bernapas lega. CEO mereka tak lupa ingatan—lagi. “Tapi, kita juga bisa mengambil keuntungan. Jika 100 juta unit, maka keuntungan yang kita dapat sekitar 2,59 milyar dolar.”

Semua peserta rapat dan juga Hanbin ikut menganggukkan kepala. “Aku akan membicarakannya dengan CEO Lee Sobin untuk mendapatkan persetujuannya.” Ujarnya final. “Dan untuk perwakilan, aku akan mengajukan Direktur Lee Hanbin.”

Semua orang terperanjat. Bagaimana bisa proyek sebesar ini ditangani oleh seorang Direktur? Ini diluar nalar. “Kenapa aku?”

Okay, untuk yang satu ini semua mulai diam. Mendengarkan alasan Hanna yang tega mengumpankan sang kakak untuk masalah yang akan menggemparkan semua divisi. “Dia lebih easygoing daripada aku. Aku kira ia jauh lebih hebat untuk urusan yang satu ini.” Hanna beranjak dari kursi, lalu menggemakan satu kalimat lagi sebagai penutup. “Kami terlahir dari ayah dan ibu yang sama. Jadi, kami juga punya otak yang tak jauh berbeda. Rapat selesai.”

Tak ingin mendengar penolakan, Hanna lekas menutup sesi rapat. Mengambil langkah pergi dan mengabaikan beberapa orang yang hendak melayangkan protes. Peduli apa? Ini keputusannya. Bukankah sudah Hanna katakan kalau baik ia maupun Hanbin sama saja? Kenapa orang selalu menganggap kakaknya itu tidak ada apa-apanya. Ini gila!

“Hanna!”

Tiba-tiba ia merasakan lengannya dicengkeram. Itu tangan Hanbin. Sepertinya pria itu akan menyampaikan apa yang ingin semua orang sampaikan padanya. “Dengar aku—”

“Aku tidak mau dengar, Hanbin-ssi.” Hanna lekas menyela. “Kita itu sama saja, tidak ada yang beda. Perkara mereka mau mencibir aku ataupun kau, abaikan saja. Aku dan kau yang berkuasa di sini. Ini saatnya kau membuktikan pada mereka bahwa kita tidak berbeda dari segi kemampuan!”

Hanna meledak. Ia sudah tak bisa menahan segala emosi. Kenapa hari ini semua orang menyebalkan? Well, itu hanya perasaan Hanna saja. “Mereka jauh lebih percaya padamu, Hanna.” Hanbin berujar dengan nada lembutnya. Menenangkan sang adik yang sedang naik pitam. Ia bukan laki-laki egois yang hanya mengandalkan emosi untuk semua situasi. Seperti api yang padam karena air.

“Aku. . . hanya tidak mau kau dihina seperti itu, Oppa. Kau tahu itu ‘kan?” Hanna akhirnya ikut melemah. Rasa dongkol dalam hatinya tiba-tiba saja lenyap entah kenapa. Hanbin tersenyum, adiknya itu memang sayang padanya. “Baiklah,” Hanbin menyahut. “Aku akan tangani Apple Inc. dan kau akan mengurus RBS, okay?”

Hanna mengangguk cepat. Itulah yang ia inginkan. Dan itulah keputusan yang tak mau dinganggu gugat lagi. “That I want,

.

.

.

Sehun tak peduli. Walau Kai sudah menceramahinya karena style  yang kelewat casual itu, ia masih tetap bersikukuh menggunakannya. Ia pakai apapun tetap tampan, untuk apa diperdebatkan—ujar Sehun pada Kai. Percaya diri yang terlalu berlebih itu membuat Kai mendecak kesal. Namun, ia bisa apa? Posisinya sekarang adalah seorang sekertaris yang bekerja sampingan sebagai sahabat dan juga spy. Ia tak punya hak lebih untuk mengomentari sosok jangkung itu. Well, teman itu ada saat dibutuhkan. Kai sudah menerapkannya dan tak ada manfaat selain mendapat uang lebih.

“Sehun,” Kai memanggil pria di sampingnya itu. Namun, kepala Sehun masih ingin menikmati dentuman lagu yang tengah ia dengar. Hingga akhirnya, Kai menarik salah satu earphone yang terjangkau. Menghasilkan tatapan death glare khas Sehun. “Apa?”

Alih-alih menjawab, Kai justru menunjuk sesuatu dengan dagunya. Menunjukkan bahwa sang calon mertua sudah datang. Cepat-cepat Sehun menarik satu lagi earphonenya, lalu menyembunyikan di saku dalam jasnya. Bangkit dari kursinya, lalu menyunggingkan senyumnya. Sepertinya, Sehun harus berpoker-face ria.

“Anda sudah datang? Maafkan aku terlambat.”

“Jangan seformal itu, Mr. Jacobs. Anda tidak terlambat, aku juga baru datang.”

Sehun mengumpat perkataannya dalam hati. Baru datang katanya? Sehun bahkan sudah datang sejak setengah jam yang lalu. Pria paruh baya yang dipanggil Jacobs itu lantas tersenyum. Nampaknya ia tak salah pilih calon menantu. “Silahkan duduk, ” Sehun mempersilahkan sembari menunjuk sebuah kursi di hadapannya. Kai yang duduk di meja berlainan pun menjadi penguping yang baik. Sehun yang menyuruhnya untuk menemani.

Thanks,” ujarnya. Sehun kembali tersenyum. “Kau sudah pesan makanan, Mr. Hesler?” tanyanya sembari membuka buku menu yang ada di meja. Sehun lekas menggeleng. “Aku menunggumu, Mr. Jacobs.” Jawabnya basa-basi. Sempat ia curi pandang menuju arah Kai yang mengulum senyum. Kai masih ingat gerutu Sehun kala menunggu pria paruh baya itu. Mengeluh lapar puluhan kali, begitupun dengan mengumpat. Sepertinya Sehun sudah kenyang mengumpat—Kai membatin.

Sialan! Sehun lagi-lagi mengumpat. Teman apa yang tertawa ketika teman lainnya sedang susah. Kai memang teman ‘terbaik’ yang pernah ia kenal. Namun bisa apa? Sehun pun hanya bisa memutar irisnya malas. Setelah selesai memilih menu, akhirnya Tn. Jacobs menggemakan satu menu pada pelayan. “Tenderloin Steak.”

Diam-diam Sehun terhenyak. Sudah lama ia tak memakan menu itu. Menu yang pernah dibuat si gadis masa lalu, hingga untuk pertama kalinya ia menyukai tenderloin steak. Dan hanya buatan Hanna, selain itu ia tak pernah memakannya. Sayangnya, setelah kepergian Hanna, Sehun tak mau lagi menyentuh makanan itu. Seolah daging yang dipanggang itu sebuah role film yang akan mengingatkannya dengan masa lalu. Cukup sudah bayang-bayang Hanna membuatnya gila. Ia tak mau lagi.

“Mr. Hesler?”

Sehun lekas mendongak. Ternyata keterdiamannya membuat tak nyaman Tn. Jacobs yang notabene-nya adalah pemegang saham terbesar di Apple Inc. Tak ingin membuat investornya kecewa, Sehun cepat-cepat menganggukkan kepala sebagai jawaban. “Me to,” sahutnya datar. Semoga ia akan lupa ingatan setelah memakan tenderloin steak itu.

Enggan berkutat dengan hening, akhirnya Tn. Jacobs membuka percakapan. Menyayangkan anak gadisnya yang belum Sehun kenal. Padahal ia ingin sekali menjodohkan sang putri dengan pria Hesler itu. “Kau belum bertemu dengan Helen?”

Satu gelengan Sehun loloskan untuk menjawab kuriositas sang lawan bicara. “Sayang sekali, padahal aku ingin menjodohkan kalian berdua,” ujarnya tanpa beban. Seolah pria paruh baya itu adalah agen biro perjodohan. Sehun mencaci dalam hati. Kenapa koleganya banyak sekali yang menawarkan anak padanya. Sehun bukan pedofil dan juga sebagainya. “Aku akan menyuruhnya ke sini,” sahut Tn. Jacobs ketika Sehun masih memaki dalam hati. Pria itu lekas mengambil posel lima inchi yang ada di saku dalam jasnya.

Demi semua kerang ajaib yang ada di lautan, Sehun hampir menepuk dahi mulusnya kalau tak segera sadar di mana ia berpijak. Tn. Jacobs yang notabene-nya pemegang saham terbesar di Apple Inc. justru memakai Samsung S7 Edge yang baru saja diluncurkan. Dasar penghianat!—umpat Sehun dalam hati.

Demi menyerang rasa bosan, iris coklat Sehun berpendar. Mencari sesuatu yang menarik untuk dilihat. Kendati ingin melupakan, ada saja yang membuatnya mengingat kembali. Tenderloin steak, samsung, dan masih banyak lagi yang siap membuat Sehun kembali terjebak dalam masa lalu. Agaknya Hanna berperan banyak dalam kehidupan Sehun. Sampai-sampai, tangan Sehun dengan tak sengaja menyentuh gelang couple yang berdampingan dengan Rolexnya. Menyentuhnya pelan, seolah itu adalah barang antik yang mudah rapuh. Sehun benar-benar gila!

She will come about five minute again,”

Suara bass itu mengembalikan alam bawah sadar Sehun untuk kembali ke dunia nyata. Di mana ia harus realistis untuk menerima semua takdir yang sudah tuhan berikan. “Okay,” sahut Sehun dengan nada datar seadanya. Ia masih sedikit kesal dengan perlakuan pria dihadapannya itu. Seolah Sehun tak punya ayah yang bersiap menjadi saksi pernikahannya di altar. Well, memang ayah Sehun masih peduli padanya? Biaya ke California saja di beri Steven, dan sekarang Sehun berharap kalau ayahnya akan mengantarkannya ke altar? Mimpi macam apa itu?

“Aku dengar saham Apple Inc. anjlok. Apa itu benar?” tanya Tn. Jacobs pada Sehun. Pria itu mencoba mencari topik pembicaraan sejak keterdiaman Sehun yang benar-benar berbeda. Kendati ingin menyampaikan sesuatu tentang putrinya, ia masih enggan. Agaknya tak nyaman kalau berbicara di luar konteks pekerjaan. Sehun itu profesional dan tak suka mengaitkan antara masalah pribadi dan juga pekerjaan. Semua orang pun tahu akan satu hal itu.

“Benar,” tukas Sehun. Pria Hesler itu menyempatkan diri untuk membenahi posisi duduknya yang menyandar sandaran kursi, lalu menegapkan punggungnya. “Kami sedang berusaha untuk menaikkan nilai saham Apple kembali. Tahun depan, kami akan meluncurkan iPhone 7 yang dilengkapi dengan beberapa fitur canggih. Saya yakin, produk ini akan menggemparkan dunia.” Sambungnya.

Alih-alih tersenyum bangga, Tn. Jacobs justru tersenyum remeh. Menyandarkan punggungnya, lalu melipat tangan di depan dada. “Well, kita akan lihat nanti,” ujarnya dengan nada yang bisa disimpulkan Sehun seperti meremehkan, namun tak benar-benar berani. Tentu saja, pria itu yang memegang saham terbesar, namun Apple-lah yang memegang kendali. Sehingga, suatu saat ketika Apple sudah tak membutuhkan, pria itu akan didepak pergi dengan tangan kosong. Hukum pun akan memihak Apple, karena hanya Apple-lah satu-satunya ponsel pintar yang mampu bersaing di jagad teknologi Amerika. Walau banyak merk ponsel pintar yang terkenal, tetaplah iPhone dan Samung yang berjaya.

“Ah, itu dia.” Suara bass khas pria paruh baya dihadapannya itu menggema. Menghasilkan kerutan samar pada dahi Sehun, lantas mencari jawaban yang bisa memenuhi kuriositasnya. Mendongak, lalu menatap arah pandang Tn. Jacobs. Seorang gadis dengan bibir tipis berwarna merah menyala, dress hitam sebatas lutut yang anggun, dan rambut pirang yang digelung. Beberapa surainya pun ikut terjatuh. Sungguh putri Tn. Jacobs sangat cantik.

Namun, bukan itu yang membuat Sehun membulatkan mata. Melainkan ia mengenal gadis itu. Gadis yang pernah ia temui ketika merindukan sang gadis pujaan. Ia memang hanya sekali bertemu, namun bukan berarti ia mudah melupakan semua detail yang pernah terjadi. Gadis itu pernah menemuinya di depan apartemen Hanna dan mengaku sebagai roomate gadis Lee kala itu. Ya! Sehun tak salah lagi.

e5e070223380e5eb616c95211f5cb613

“Helena?”

“Sehun?”

Tn. Jacobs yang mendegar keduanya menyebutkan nama dibuat bingung. Jadi mereka sudah kenal? Tapi, kenapa Sehun bilang—Tidak! Sehun menggeleng saat ia menanyakan putri kesayangannya. Bukankah ini sedikit aneh? Untuk mendapatkan jawaban dan memecah keheningan, Tn. Jacobs akhirnya menggemakan satu kalimat tanya yang membuat keduanya ikut menatap sang pemilik suara. “Kalian sudah kenal?”

Sehun dan Helena kembali bertatapan. Seolah mereka berdiskusi siapa yang akan menjawab melalui tatapan mata. Helena yang ingin Sehun menjawab, begitu pun Sehun yang menunjuk Tn. Jacobs dengan satu alisnya yang terangkat. Tatapannya pun bisa diartikan seperti;  Kau lebih pintar bicara. Hasil akhirnya, Helena yang mengalah. “Yes, His my senior.”

Untuk mendukung jawaban, Sehun tersenyum walau kentara canggung. “Baguslah kalau begitu,” ujar Tn. Jacobs. Bukankah bagus, jadi ia tak perlu repot-repot menggelar makan malam lagi untuk mendekatkan keduanya. Sehun mengumpat dalam hati. Bagus apanya? Ia justru kaget setengah mati saat tahu kalau anak partnernya itu adalah Helena. Walau ia bisa mengambil keuntungan dengan dalil; Helena pasti tahu tentang Hanna tiga tahun ini.

“Aku rasa tidak perlu ditutupi lagi,” sambung pria Jacobs itu. Ia pun kembali duduk. Di susul Sehun dan Helena yang ikut mendudukkan diri, lantas menyernyit. Kentara bingung dengan kalimat ambigu yang begitu mengusik perhatian. Kai pun diam-diam mengamati sosok gadis yang akan menjadi calon tunangan Sehun. Tak buruk—Kai membatin.

What do you mean, Dad?” tanya Helena. Alih-alih menjawab, Tn. Jacobs justru tersenyum penuh kemenangan. “Aku sudah bicara dengan Stephen Hesler. Ayahmu.” Ujarnya sembari menatap Sehun yang masih belum bisa membaca medan. Agaknya kolot berkat keterkejutannya yang masih mendominasi dalam otak cerdas miliknya. “Ayahku?” Sehun bertanya.

Yes, him.

“Anda bertemu dengan ayahku?” Sehun kembali memperdengarkan kalimat tanya yang sama. Agaknya Sehun berubah menjadi sosok nerd dalam sekejap. Ia tampak bodoh dengan mempertanyakan kembali kalimat yang jelas jawabannya. Tn. Jacobs mengangguk—membenarkan. “Memangnya kenapa? Aku dan Stephen berteman baik.”

Berteman baik katanya? Persetan dengan semua itu. Ia tak peduli. Berapa ribu kali ia harus mengatakan? Kendati Hanna menghianatinya, Sehun masih  tetap menyukainya. Karena perpisahan itu hanya Hanna yang mengetahui jawabannya. Bukan seperti ia dan si gadis Alinson yang sudah jelas masalahnya. Gadis british itu berselingkuh. Berbeda konotasi tapi masih satu makna. Sehun masih jadi pria yang dicampakkan. Sungguh malang pria casanova yang satu ini. “Sejak kapan?”

Well, kami satu kampus di Edinburgh.”

Satu pukulan telak pun Sehun dapatkan. Ia sungguh terkejut dengan banyak fakta yang ia dapatkan. Helena yang ternyata anak Tn. Jacobs dan ayah Helena itu adalah sahabat ayahnya. Sungguh hebat. “Helena mengambil jurusan kedokteran dan satu tahun lagi akan selesai. Dia juga pernah belajar di korea.”

Sehun tak berniat mendengarkan penjelasan lagi. Setelah tenderloinnya tiba, ia lekas mencicipi sedikit sebagai rasa hormat. Setelah itu, ia mengajak Helena keluar sebentar untuk mencari udara segar. Tentu saja Tn. Jacobs memperbolehkan. Hingga akhirnya, keduanya sudah sampai di salah satu taman yang ada di sana.

“Senang bertemu denganmu, Sehun sunbae,” ujar Helena membuka percakapan dengan bahasa korea khasnya. Sehun menghentikan langkahnya. Membalikkan badannya untuk menatap Helena yang sudah lebih dulu berhenti. “Kau tahu apa yang terjadi dengan Hanna?” tanya Sehun to-the-point. Enggan berbasa-basi ria hanya untuk bertegur sapa. Di menit selanjutnya, terdengar kekehan Helena yang justru mengundang kerutan di dahi Sehun. “You miss Hanna so much. Am I right?

Sehun mendegus. Ia hanya butuh jawaban yang memenuhi kuriositas. Bukan pertanyaan yang akan di jawab dengan pertanyaan. Apalagi jawabannya sudah pasti. “I really love her, Helena. You know if—

Ne, arrayo.” Sahut Helena. Ia tahu kalau cinta Sehun melampaui batas normal. Ia tahu kalau Sehun akan melakukan apapun untuk bertemu kembali dengan Hanna. Dan ia tahu, kalau dirinya sendiri pada pasangan romantis yang berakhir dramatis itu. Seperti ia dan juga Baekhyun. Semenjak ayahnya mengancam akan membunuh Baekhyun jika Helena masih berhubungan dengan pria Byun itu. Maka dari itu, ia lebih memilih mundur walau tanggal pernikahan keduanya sudah dirundingkan. Tanpa keluarga dan hanya mereka berdua yang tahu.

Sayangnya, Tuhan berkehendak lain. Pernikahan. . tidak. Jangankan menikah, meminta restu pun ia sulit. Bahkan banyak rintangan yang menerjang. Yang akhirnya membuat Helena melangkah seperti pengecut yang Hanna bilang. Memang susah ketika seorang ayah yang perfeksionis lebih banyak menuntuk hak daripada melakukan kewajiban. Hanya tunggu kegoisan siapa yang akan runtuh, dan membuat orang lain bahagia tanpa perlu menyakiti. Truthfully, life is not as simple as that. Dijalani lantas di sakiti, mundur sebagai pengecut untuk kepentingan sepihak walau berakhir menyakitkan. Menyembunyikan kebenaran untuk lantas menjadi boomerang sendiri.

“Sama sepertimu, aku juga kehilangan orang yang aku cintai.”

“Pria itu?”

Helena menyernyit. Pria mana yang dimaksud Sehun?

“Pria yang mengira kita ada hubungan. Tepat lima hari sebelum Hanna meninggalkan—” suara Sehun terhenti seketika. Ia baru sadar atas apa yang dikatakannya. Nampak Helena membelalak samar, namun lekas tersenyum—mencoba membenarkan. “Dia memang meninggalkanmu. Tapi, dia sangat menyesal setelah itu.” Ujar sang pemilik suara sopran yang berjarak dua meter dari Sehun. Ia mengikis jarak untuk mendekat. Memeluk Sehun tiba-tiba lalu menggemakan suara tepat di telinganya. “Sebelum kecelakaan, Hanna pernah bilang padaku,”

Satu tangan Helena meraih tangan kiri Sehun. Menyentuh pergelangan yang terikat Rolex dan gelang couple yang sama dengan Hanna, lalu membuat jarak. “Kalau kau mau memperjuangkan hakmu, kau akan mendapatkannya kembali.”

Tanpa sadar, Sehun melirik tangan kirinya yang terasa aneh. Seolah ada yang baru dan menarik perhatian. Satu gelang yang sama dengan miliknya, melingkat apik di pergelangan. “Dia sudah bercerita banyak tentang rahasia yang ia sembunyikan darimu,”

Sehun lekas menyahut. “Kalau begitu katakan—”

“Tidak akan pernah.” Tukas Helena. “Perjuangkan dulu cintamu, baru aku akan membantu. As Hanna friends.

“Dia lupa ingatan, Helena.” Ujar Sehun mengingatkan. Ia masih mengingat tentang Kai yang mengatakan apa yang terjadi dengan Hanna. Maka dari itu, Sehun begitu pesimis sebelum berperang. “That’s your problem.” Ujar Helena sarkastik. Agaknya ia mulai sebal dengan sikap Sehun yang mundur terlebih dahulu. Nampak sekali Sehun cinta, tapi kenapa gentar lebih menguasai pria bertubuh kekar itu? Dasar payah—umpat Helena dalam hati.

“Kau harus membuatnya mengingat tentang kenangan kalian berdua.”

I can’t.

Bastard!

「To Be Continue」

Halo semuaaaa……

Maapkan dakuh yang selalu menghiasi notif email kalian. Menurut kalian, aku terlalu cepet gak sih update-nya? Atau bahkan kelamaan?

Maapkan dakuh kepada semua readers yang mengatakan ini dilua ekspektasi. Karena, aku belum siap FF ini kelarr 😦

Oh, ya kemarin ada yang tanya Sehun tuh ada di australia? Enggak. Sehun itu ada di Amerika(tepatnya Cupertino, Amerika), yang dari Australia itu bedmate-nya./ekhem/ Kalo ada yang mau tanya, silahkan.

21 thoughts on “Take It Slow—Chap. 8”

  1. Kamu ga kecepetan kok updatenya santaii ajaa wkwkw
    Baekhyun helena ga direstuinn??
    Oh makin rumit putriii nyebelin deh

    Sehun helena dijodohin ga??
    Jangan dong,, sehun buru buru nemuin hanna kek geregetan sendiri sumvah..

    Ywdeh ditunggu lanjutannya ya put..
    Semangat ^^

    Liked by 1 person

  2. Jinjja~
    Super greget deh :s
    Ini mah masalah dimana mana T.T puyeng aing wkwkwk

    Pacarnya sehun itu kate? Ga muncul2 lg, apa udah dilupain ckckck

    Btw, jangan sampe helena-sehun dijodohin :/ masa temen makan temen….
    Udah helena perjuangin baek ajah, mereka lebih cocok (y)

    Btw, akhirnya seengganya sehun ada usaha buat ketemu hanna lg. Kalo udah ketemu, culik aja hun trus kawin lari hahahaha \kaya sinetron2/
    pas bgt yah tunangan hanna itu si olang kaya wkwk gatau knp akhir2 ni lg demen bgt ama suho XD

    Ini updatenya ga kecepetan kok eonn T.T agak lama juga engga hahahaha

    Nextnya ditunggu bgt eonn part sehun-hanna ketemu XD

    Liked by 1 person

    1. Halooo…
      Kate itu kayak one stand night-nya Sehun gitu. Ceritanya ‘kan Sehun frustasi gegara kehilangan Hanna, dia sekarang jadi badboy gitu…

      Papi suholang kaya? Orang yang suka bakar uang itu? Hati-hati loh kena efek ketampanan papi suho..

      Makasih udah komentar, see you next chap 😀

      Like

  3. tuhh kan hanna sma suho, sehun sih diem aja, yg inisiatif kek. nyusul hanna gitu donkk,

    aku ketinggalan baca ni ff,, tau2 udah chap 9 aja, oke deh aku langsung bca chap 9 ya..

    Like

  4. Pertemukanlah Sehun dan Hanna kembali yaa authorrr hahahhah 😁
    Ku setuju sma perkataan.a Helena, ya ampunnn gue punya sahabat tpi cra pemikiran.a beda kya Helena 😂
    Sahabat oh sahabat, btw aku ngelindur beudd dri topik.a ya?
    Yaudah next yaaa

    Liked by 1 person

  5. Sehun patah hati nih yee… Yg dulunya ga suka alkohol, ga main perempuan skarang iya gegara ditinggal Hanna. Smoga aja Sehun ga beneran dijodohin sama Helena. Biar sama Hanna aja, lebih cocok soalnya ^^
    Btw, emailku yg nanyain pw chap 7 blm kaka bales

    Like

  6. Haduh hun hunn
    Jangan nyerah dong ahh
    Tuh masih baik ada helena yang muncul
    Kan jadinya kesempatan hanna-sehun balik lagi kan yaaa
    Itu maksudnya helena – baekhyun putus?:((
    Sedih juga sihh
    Mereka padahal couple yang lucuu:(

    Like

  7. Aku fikir Baekhyun dan Helena udah menikah dan memiliki anak. Ehh ternyata salah, jln cerita cinta mereka tdk jauh bedanya dengan sehun dan hanna. Kasihan bagetsih.
    Sehun semagat kau pasti bisa buat hanna mengigatmu.

    Like

  8. Oh jadi si baekbaek itu batal nikah? Hanna itu sebenarnya kecelakaan apa ya? Trus kok si cahyo juga gak keliatan, trus kenapa tahu bulat bisa bulat? Oiya kak itu seharusnya”me too” bukan “me to” mungkin typo kurang o, udah itu aja dari tahu bulat tijel 😁

    Liked by 1 person

Your Feedback, Please!