1435 #5—PutrisafirA255

77-copy

1435—The Wedding

.

Story from PutrisafirA255

.

Cast

Oh Sehun-Kim Hanna

Byun Baekhyun- Helena Jung

Other Cast

Jung Hyejin-Min Yoongi

etc

.

Genre

Marriage Life, Romance, AU, Fluff, Drama, Family, etc.

.

PG-16

.

Hope you like it and give me comment as appreciation

.

PutrisafirA255©2016 | Blackandwhite

.

Prolog  #1 [Restart] | #2[Propose] | #3 [Could I?]

| #4[The Past] | #5 [The Wedding] (NOW)

.

.

.

Dua bubble tea sudah tersaji di meja bundar itu. Alunan musik yang terdengar hingga ke indra pendengaran pun meredam kuriositas Sehun lebih lama. Namun, pada akhirnya pertahanan itu melemah ketika ia dihadapkan minuman kesukaannya. Sungguh childish!

“Aku memesankannya untukmu. Jadi, minumlah,” Chanyeol berujar, seolah mengetahui apa yang ada dipikiran pria itu. Sejak tadi, iris kelam Chanyeol mengikuti pergerakan pria itu, dan dengan bodohnya masih saja mengedepankan ego.

Dengan ragu, tangan Sehun terulur. Mengambil minuman yang dasarnya adalah kesukaannya, meskipun tatapan kalah ia buang jauh-jauh agar Chanyeol tak menyadarinya. Well, Chanyeol seumurannya dan ia bukan Nara yang masih polos.

“Jadi,” Sehun meletakkan minumannya. “Apa yang kau ingin bicarakan denganku?”

Oh, ya! Chanyeol hampir lupa hanya karena mencoba membaca raut gusar samar yang sejak tadi Sehun jadikan sebagai tameng di hadapannya. “Kau sudah bertemu dengan Kai?” tanyanya sebagai pembuka. Ia tak tahu harus memulai darimana, tapi memberitahu latar belakang Kai terlebih dahulu tidak buruk juga.

“Yang aku tahu, Kim Kai bekerja sebagai tim pendukung politik di New York. Sebenarnya awak media belum mengetahui masalah ini, dan kau beruntung bisa mengetahuinya—”

“Itu tak membuatku naik pangkat,” tukas Chanyeol agak sengit. Benci ketika niat baiknya disalah gunakan untuk memamerkan kekuasaan. Meskipun itu memang tampak nyata. Jika dulu Chanyeol-lah yang menjadi orang terkenal seantero sekolah, maka kini Sehun bisa mengalahkannya. Tapi, ini bukan waktunya membanggakan diri.

Sehun menggendikkan bahunya, acuh. Ia hendak mengutarakan sebuah kalimat jika saja Chanyeol tak lekas menginterupsi akibat kekesalannya yang semakin memuncak. “Kai terobsesi dengan Hanna,” ujarnya memberitahu, dengan nada yang begitu tenang, padahal lawan bicaranya kelabakan di hadapannya.

Sehun membulatkan matanya samar, lantas mengerjapkannya berulang kali. Bingung ingin mengatakan apa, juga sulit untuk mencernanya. Tak peduli mengenai Sehun yang masih kelabakan, Chanyeol tanpa ampun mencecarnya dengan fakta menyedihkan yang pria Oh itu tak tahu.

“Kedatangan Kai dalam kehidupan keluarga Kim juga termasuk salah satu obsesinya terhadap Hanna,” Chanyeol mengarahkan telunjuknya pada Sehun yang masih menatapnya intens. Memusatkan fokus demi mendapatkan penjelasan lebih. “Kau belum tahu tentang ini, ‘kan?”

Sehun bergeming. Enggan menggubris kesombongan Chanyeol yang tingkat arogansinya makin meninggi. Meskipun begitu, ia mengamini dengan sempurna dalam hati. “Kendati aku tak menyukaimu karena sudah mengambil Hanna dariku, setidaknya aku juga ingin melihat ia bahagia—”

“Meski bukan denganmu sekalipun?” sahut Sehun menginterupsi. Langit Seoul masih cerah, namun ia sudah mengajak awan juga petir beradu dalam hati pria Park itu. Harus Chayeol akui bahwa ia masih tak bisa merelakan gadis cinta pertamanya itu direbut, bahkan hendak dipersunting Sehun. Namun, bukankah lebih baik orang yang kau cintai tersenyum daripada mengungkungnya dalam obsesi?

“Aku bukan Kai yang menghalalkan segala cara.” Chanyeol menjatuhkan fokusnya ke sembarang arah. “Aku masih punya hati membiarkan gadisku bahagia—”

She’s mine!” tekannya—mencoba memeringatkan meskipun tak diindahkan. “Tidak semudah itu, bung!” tukas Chanyeol tak kalah pasti. “Kau pikir hanya kau saja yang menyukai Kim Hanna? Selagi ia belum menandatangani akta nikah, ia belum menjadi milik siapapun!” Chanyeol agaknya tak bisa mengendalikan emosinya, padahal ia sudah belajar sebelumnya.

Pria Park itu menghembuskan napasnya kasar. Mencoba menghilangkan rasa egonya demi menggapai tujuannya. Ia masih mencoba memikirkan kalimat berikutnya, namun Sehun lebih dulu mengambil alih kembali konversasi.

“Kai bukan anak kandung dari keluarga Kim?” tanya Sehun dengan bariton beratnya yang penuh syarat akan keingintahuan tinggi. Sebagai jawaban, Chanyeol lantas mengangguk, kemudian menambahkan penjelasan dengan lisan. “Dia hanya anak angkat Tn. Kim karena ayah Kai pernah menolongnya. Semacam balas budi,”

Sehun menganggukkan kepalanya—sangat—pelan tanda mengerti. “Tapi, aku heran bagaimana Hanna bisa menerimamu kembali secepat itu. Apa kau melakukan sesuatu yang mengancam jiwanya? Atau kau—”

“Aku bukan psyco, jangan berpikiran macam-macam!” sahut Sehun membenarkan, tak terima dengan hinaan yang dilontarkan Chanyeol. Meskipun ia menggunakan Nara sebagai alasan untuk memperkuat niatannya memersunting Hanna. “Lantas, apa kabar denganmu yang sudah meninggalkan Hanna tapi masih mencintainya?” tanya Sehun retoris. Iris coklat pekat itu tak mau kalah argumen.

“Aku tidak meninggalkannya!” Kini giliran Chanyeol membenarkan. “Aku memutuskan hubungan kami karena Hanna lebih memilih Kai daripada aku yang notabene-nya sebagai pacarnya saat itu,”

Hanya dengan mendengar semuanya, Sehun bisa menyimpulkan bahwa Kai begitu berarti dalam kehidupan Hanna. Seolah ia bisa menciptakan oksigennya, atau kebahagiaan yang tak bisa orang lain berikan. Namun, Hanna hanya menganggapnya sebagai perasaan yang wajar terhadap kakak laki-lakinya. Berbeda dengan Kai yang menganggapnya sebagai perasaan cinta terhadap seseorang wanita.

“Bagaimana Hanna bisa se-percaya itu terhadap Kai?”

“Well, informasi tak semudah itu—”

“Apa yang kau inginkan, huh?”

.

.

.

“Tidak punya kerjaan, ya?”

Meskipun kata-katanya terdengar retoris, Hanna tetap saja berkhianat dengan hatinya. Ia begitu senang ketika pria tan itu mendatanginya dan membawa sebuket bunga juga lolipop kesukaannya. Waktu luangnya yang biasanya ia habiskan begitu menyebalkan ketika Chanyeol juga Hyejin tak ada di ruangannya.

“Aku merindukanmu,” ujarnya, dengan nada yang masih sama, terlalu menghayati sampai-sampai Hanna terkikik samar setelahnya. “Mau menggodaku, huh? Tidak mempan!” ucapnya. Sejurus kemudian, tangannya mengambil lolipop di gengaman tangan kanan Kai ketika fokus pria itu pada bingkai foto di sisi kiri pria itu.

“Mengapa harus Chanyeol?” tanya Kai bermonolog ria—pasalnya Hanna sibuk memakan lolipopnya. Jika sudah dihadapkan dengan jenis permen yang satu itu, Hanna tak bisa membagi perhatiannya. “Huh? Apa yang kau katakan, Kai?” Hanna akhirnya bertanya guna memperjelas apa yang dikatakan pria Kim itu.

Bukannya menjawab, Kai justru menggelengkan kepalanya. “Apa kau tidak merasa canggung bertemu dengannya?” tanyanya kemudian. “Maksudmu, Chanyeol?” tebak Hanna yang kemudian Kai mengangguk guna menjawab. “Well, semua itu hanya masa lalu, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Sahutnya menjelaskan, lantas kembali menikmati permen kesukaannya itu.

Ada secercah rasa kesal yang meliputi Kai ketika pertemuan awalnya dengan Hanna yang seharusnya bahagia, malah dihancurkan oleh sosok jangkung yang tiba-tiba datang. Ia sudah lama memendam rindunya, bahkan sejak beberapa tahun lamanya. Mencoba membunuh perasaannya yang begitu teramat dalam, sampai-sampai ia melanggar janjinya sendiri pada ibu angkatnya bahwa ia akan menghilangkan perasaannya pada Hanna.

“Sayang sekali aku tak bisa menghadiri acara kelulusanmu,” Kai sekali lagi berucap ketika iris coklatnya tak sengaja menangkap foto kelulusan gadis Kim itu. Di sampingnya, ada beberapa mahasiswa juga mahasiswi asing yang wajah eropa lebih mendominasi. Membuktikan bahwa gadis itu tak menyelesaikan impiannya di negara kelahiran.

“Acaranya biasa saja, tidak ada yang lebih.” Kini, Hanna sudah menyelesaikan pekerjaannya menghabiskan permen yang dibawa Kai. Meneguk segelas air putih guna membasahi kerongkongan, lantas mengambil ponselnya yang berdering. Menggeser layarnya untuk menjawab, kemudian mendekatkan benda lima inchi itu ke cuping telinga.

“Apa?” tanyanya tak bersahabat, agaknya malas berkomunikasi dengan lawan bicara yang entah dimana keberadaannya. Pria itu mungkin ada di blue house, tapi ia bisa datang tiba-tiba di rumah sakit dalam waktu sekejap. “Aku ada di luar,” ujarnya memberitahu dengan nada yang kentara memerintah gadis itu agar lekas menghampirinya, namun Hanna bersikap acuh tak acuh dan enggan peduli.

“Lantas kau mau apa?” Hanna memutar irisnya malas. Kemudian, tanpa sengaja ia bersitatap dengan Kai yang menatapnya intens. Pria itu mengangkat sebelah alisnya, menanyakan siapa gerangan yang mengganggunya dengan Hanna untuk kesekian kalinya. Hanna pun hanya menunjukkan telapak tangannya, mengisyaratkan agar pria tan itu menunggu selagi ia keluar ruangan.

Hanna mengukir langkah. Kendati demikian, suaranya masih begitu sengit di telinga Sehun. “Aku malas menemuimu, Kai ada di sini.” Kebohongan pertama disuarakan, hati dan otaknya tak sinkron. Ia hanya menutupi rasa gengsinya dengan kata-kata yang sebenarnya tak dari hati ingin diucapkan.

“Kai lagi?!”

Hanna menghentikan langkahnya. Kini, Hanna bisa melihat bagaimana ekspresi Sehun dari jauh ketika ia mengatakan Kai ada bersamanya. Air mukanya kentara menahan marah. Pria itu bahkan hendak memukul mobil yang ia jadikan untuk sandaran, namun urung dilakukan. Tak mau menyiakan tangannya untuk emosi belaka.

“Memangnya mengapa? Kau cemburu?” tanya Hanna, mencoba menguak lebih dalam bagaimana pria itu akan bereaksi jika ia lebih memilih Kai. Meskipun Hanna sebenarnya dari lubuk hati yang paling dalam ingin mengukir masa lalu keduanya dulu. Ini masih rahasia, Hanna sendiri pun masih mengingkarinya.

“Tentu saja! Memangnya siapa yang tak cemburu jika kekasihnya dekat dengan pria seperti itu?”

Kekasih, ya? Siapa? Hanna?

“Huh?” Hanna kelabakan sendiri. “Ya..ya, aku akan keluar sekarang sekarang,” ujarnya menimpali, sejurus kemudian mematikan sambungan terlebih dahulu agar Sehun tak lagi menginterupsinya. Bukannya segera mendekat, ia justru menunggu beberapa menit berlalu. Mencoba menyusun skenario yang sewajarnya, hingga nampak bahwa ia baru dari ruangannya menuju pelataran rumah sakit.

Ketika Hanna menampakkan diri, seketika itu juga Sehun melangkahkan kaki mendekatinya. Pria itu menggunakan jaket baseball berwarna coklat terang yang tak menampakkan sama sekali aura kewibawaannya. Yang ada justru aura maskulin dan kedewasaan yang begitu kentara. Tunggu! Apa Hanna baru saja memuji Sehun?

“Mengapa lama sekali? Memangnya apa yang kalian lakukan di dalam sana?” cecar Sehun tak bersahabat. Dua menit itu lama dan Sehun tak suka menunggu dengan kuriositas menumpuk. Hanna hanya melipat tangannya sebagai tanda kesal yang tak kalah dari pria itu, lantas berujar, “Mengapa kau ingin tahu sekali, huh?”

“Kalian tidak berbuat sesuatu yang—akh!”

Pekikkan bass milik Sehun menggema setelah dengan kurang ajarnya kaki Hanna menginjak kaki Sehun tanpa dosa. “Kau pikir aku wanita macam apa? Dasar byuntae!” Pekik Hanna tak terima harga dirinya dijatuhkan. Si empunya masih meringis kesakitan, kendati demikian ia menggerutu yang masih bisa didengar baik oleh Hanna. “Semua laki-laki juga seperti itu,” gerutunya.

Hanna memincingkan matanya, “Kai tidak seperti itu! Dia pria yang baik kalau kau mau tahu,” belanya untuk Kai yang direndahkan oleh Sehun. Agaknya pria itu harus diajarkan cara merangkai kata yang baik untuk menggerutu. “Well, let we see how ‘your’ Kai show that,

Tak lama setelahnya, Sehun menggendong gadis Kim itu tak manusiawi. Membiarkan surainya jatuh dengan wajahnya yang hanya bisa menatap punggung tegap pria Oh itu. Kepalanya mulai pusing, namun tangannya tak berhenti meminta Sehun menurukan tubuh mungilnya itu.

“Kau mau bawa aku kemana?!” pekik Hanna ketika Sehun menurunkannya di kursi penumpang mobilnya. Sehun menaikkan satu sudut bibir tipisnya. “Aku tidak kalah baik dari Kai, kalau kau mau tahu,”

.

.

.

Ahjumma, apa ayah tidak pulang?”

Si kecil Nara baru saja kembali dari sekolahnya. Setelah berganti baju, ia menghampiri Han ahjumma yang masih berkutat di dapur untuk menyiapkan makan siang. Dengan tersenyum, wanita paruh baya itu menghampiri Nara, lantas menggeleng sembari meletakkan beberapa menu yang sudah matang.

“Mungkin ayahmu itu sedang sibuk,” Han ahjumma berujar. “Memangnya ada apa?”

Si kecil lantas mengangkat tinggi-tinggi selembar kertas dengan coretan spidol merah yang agak besar. Menampilkan tiga digit angka yang membuat wanita itu terseyum lebar. “Wah! Seratus, Nara jjang!” ujarnya bersemangat, bangga dengan anak tuannya yang meraih nilai sempurna dan itu termasuk bagus untuk kategori anak seumuran Nara.

Si kecil yang dipuji justru merunduk. Melipat tangan di atas meja, kemudian meletakkan dagunya malas. “Aku ingin ayah melihatnya,” ungkapnya menyatakan keinginan terdalamnya. Itulah kebiasaannya. Karena jika ayahnya yang super sibuk itu tahu, maka ia akan mendapatkan hadiah, setidaknya lolipop yang masih tersisa di meja kerja ayahnya.

“Jangan murung, Nara-ah,” Han ahjumma mengusap pelan puncak surai gadis kecil itu. Hening menjadi jeda diantara mereka sejenak. Wanita tua itu berpikir, bagaimana caranya agar gadis kecil yang sudah ia anggap sebagai cucunya sendiri itu tak murung.

Tak lama kemudian, wanita tua itu bersorak. “Mengapa Nara tidak ke kantor ayah saja?”

Seketika, Nara yang murung lantas mendongak. Menatap ke arah Han ahjumma dengan tatapan ingin penjelasan yang lebih. “Nara bisa menunjukkannnya hari ini juga pada ayah. Dia pasti senang!” beliau menambahkan, membuat senyum Nara semakin mengembang. Ya! Nara harus ke kantor ayahnya.

.

.

.

Tak lama setelah ‘menculik’ gadis Kim itu, mobil yang Sehun dan Hanna kendarai berhenti di suatu kawasan. Hanna tak tahu pasti, karena ia belum pernah ke tempat itu sebelumnya. Maka dari itu, ia tak menuruti keinginan Sehun ketika pria itu menginginkan dirinya turun dari mobil.

“Aku hanya ingin mengajakmu berbelanja, Han.”

Hanna menatap Sehun tak suka. Untuk saat ini, ia tak percaya apapun yang dikatakan pria bermarga Oh itu. Ia masih ingat, jika dalam situasi yang tak ia ketahui apalagi bersama Sehun, maka pria itu pasti sedang merencanakan sesuatu. “Aku ingin pulang, Oh Sehun!” pekiknya meminta.

Sehun menghela napasnya kasar, lantas mengacak rambutnya kesal. Mengapa membuat Hanna mengerti mengenai situasi begitu sulit. Ini adalah rencana finalnya. Katakanlah bahwa Sehun egois sudah membuat rencana diluar kesepakatan. Tapi, inilah yang terbaik. Karena ia enggan lagi berpisah dengan Hanna.

“Aku mohon,” suara bass itu melemah. “Turuti permintaanku yang satu ini,” ucapnya sembari mencengkeram ambang pintu kuat-kuat. Tak mau meledakkan amarah yang akan merusak atau mungkin lebih parah dari perkiraannya; Hanna akan membencinya. Dan bisa gadis Kim itu lihat, buku jari Sehun memutih. Ia takut, sebenarnya.

“Bisakah aku percaya. . .padamu?” suara Hanna pun ikut melemah seiring pertahanannya yang mulai retak. Hatinya mulai tersentuh dengan kalimat lembut Sehun, namun benteng diri masih dibangun kuat-kuat. Hanna hanya tak mau kembali tersakiti, apalagi dalam skala yang lebih cepat dari sebelumnya. “Aku ingin percaya padamu, tapi aku belum bisa,”

Tujuh belas silabel, terangkum menjadi satu kalimat yang berhasil menohok hati Sehun. Membuat jantungnya berdebar dengan keras kala gadisnya tak bisa menentukan pilihan. Salahkan Sehun yang sudah membuat gadis itu trauma. Meninggalkannya ketika bunga cinta masih bemekaran, dan membunuhnya ketika mahkotanya memancarkan keindahan.

“Kau. . bisa mempercayaiku,” tangan kekar itu terulur lembut, enggan membuat Hanna semakin takut. Di hadapannya, dengan agak ragu jemari lentik milik Hanna bertaut dengan miliknya. Segaris senyum pun terlukis, membuat Sehun bahagia telah kembali dipercaya.

Setelah melalui negosiasi yang panjang, keduanya akhirnya memasuki sebuah toko. Dimana beberapa gaun pernikahan yang sudah dipasangkan pada manekin memamerkan keanggunannya. Namun, Sehun tak memberikan waktu untuknya memilih beberapa gaun, karena sudah jauh-jauh hari pria itu memesan sebuah gaun juga sepasang dengan tuksedo yang akan dipakai keduanya.

Dahi Hanna mengerut, menyimpan banyak pertanyaan yang tak bisa ia ungkapkan. Selain itu, ia juga menelan bulat-bulat kekagumannya pada salah gaun yang di pilih Sehun. Detailnya sederhana dan tidak terlalu terbuka. Warnanya putih dan berhasil membuat Hanna tak mengalihkan pandangan. Pria itu hebat! Batinnya. Tanpa menanyakan bagaimana kepuasan hatinya, ia bisa tahu bagaimana caranya membuat Hanna tertegun.

“Pakailah, aku ingin kau mencobanya,” Sehun berbisik, membangunkan Hanna dari lamunannya. Gadis itu menoleh, menangkap tatapan iris coklat pekat milik pria itu dengan tatapan; bolehkah?

Tentu saja Sehun mengangguk, lantas menunjuk gaun yang tak jauh di depannya dengan dagu. “Aku akan mencoba tuksedonya,” sahutnya menambahkan. Ia mengecup singkat dahi Hanna sebelum menghilang bersama dengan salah satu wanita berumur empat puluhan yang ia duga adalah desainernya.

Ketika tubuh jangkung Sehun dirasa tak lagi terlihat oleh Hanna, pria itu mengambil ponselnya di saku celana. Menyentuh beberapa kali layarnya, lantas mendekatkannya pada daun telinga. “Apakah semuanya sudah siap, Yoon?”

Pria yang dihubungi—Min Yoongi—di seberang line sana mengangguk. “Ny. Kim juga sudah datang. Dan kau perlu sesuatu fakta yang mencengangkan dan baru saja ku dengar langsung dari Ny. Kim, Hun.” Ucapnya. Si Pria Oh itu menghentikan langkahnya sejenak. “Apa?”

“Ny. Kim tahu kalau Kai memang terobsesi dengan Hanna,”

.

.

.

Suasana di gereja sudah mulai ramai. Para tamu undangan yang begitu mendadak dipanggil pun hanya bisa berbisik ria. Dalam gereja itu, nampak beberapa kerabat dari pihak keluarga Hanna maupun perwakilan dari Sehun datang. Ada Min Yoongi, Jung Hyejin, Park Chanyeol, dan tentu saja Ny. Kim juga Junmyeon. Selain itu, ada beberapa kolega penting perusahaan yang bisa menghadiri acara dadakan itu.

Sehun begitu beruntung bisa mendapatkan sekretaris sebaik Min Yoongi. Pria Min itu melaksanakan tugasnya dengan baik. Hanya perlu waktu tiga jam untuk mempersiapkan semuanya meskipun tak sesempurna pernikahan yang Hanna inginkan. Tapi, setidaknya ikatan sucinya masih tetap sama.

Dibalik semua keberhasilan yang Yoongi ciptakan untuk sahabat kecil tercintanya, ada masalah tak kasat mata yang tidak beberapa orang ketahui. Pasalnya, Yoongi baru saja bertengkar—lagi—dengan Hyejin. Gadis itu menanyakan bagaimana ia bisa ada di acara pernikahan Sehun dan Hanna. Sedangkan, gadis Jung itu tak tahu-menahu mengenai kedekatan kekasihnya dengan perdana menteri itu.

Maka dari itu, duduk keduanya pun agak berjauhan. Hyejin lebih memilik duduk menghimpit Ny. Kim bersama Chanyeol, dan Yoongi sendiri masih sibuk mengurusi beberapa keperluan acara pernikahan mendadak itu.

“Selamat datang,” sapa Yoongi ketika seorang pria yang lebih tinggi darinya itu datang. Wajahnya mirip dengan Sehun, namun tidak identik. Tentu saja Yoongi tahu siapa pria itu. “Apa aku terlambat?” tanyanya sembari mengedarkan pandangan ke segala arah dalam gereja itu.

Pria Min itu tersenyum. “Tidak, Hyung. Lagipula pengantinnya juga belum datang,” sahut Yoongi sembari menjabat tangan pria itu. Sejurus kemudian, pria itu kembali bertanya. Terlalu heran dengan apa yang dilakukan adiknya tersebut. “Adikku agaknya sudah gila,” cecarnya tak percaya. “Bagaimana bisa ia menikah tanpa rencana dan beberapa orang penting datang seperti ini, aku bahkan tidak tahu.”

Yoongi terkekeh. “Kau tamu penting di sini, Hyung. Sehun pasti sangat senang kalau kau bisa datang secepat—”

“Jaehyun oppa?” panggil suara sopran yang amat familiar bagi Yoongi. Kedua pria itu lekas memutar fokus, menuju sumber suara. Bisa pria Min itu lihat gadisnya datang sembari tersenyum pada Oh Jaehyun—kakak Sehun. “Sudah lama kita tidak bertemu, bukan?” ujarnya, lantas menerima pelukan hangat pria yang lebih tua darinya enam tahun itu.

Jaehyun tersenyum. “Terakhir kali aku melihatmu ketika kelulusan Sehun dan sekarang kau sudah sebesar ini,” ucapnya sembari menciptakan kembali jarak, lantas mengacak puncak kepala Hyejin. “Kau dan Sehun masih berteman baik, ‘kan?” tanya Jaehyun pada Hyejin, lupa kalau ada pria yang mulai mengepalkan tangannya di sisi tubuh—terbakar api cemburu yang tak kentara.

Sebagai jawaban, Hyejin mengangguk. “Tentu saja, oppa. Mungkin yang membedakan hanyalah aku tak lagi menginap di rumah Sehun.” Celetuknya tanpa berpikir kalau ada pihak yang terluka tepat di sampingnya. Keduanya kembali bertukar tawa. “Well, kau semakin cantik sekarang,”

Diam-diam, Hyejin memerhatikan air muka Yoongi, namun masih terpusat pada pembicaraan. “Terima kasih,” Hyejin menangkup pipinya, mencoba menutupi semburat jingga yang sebenarnya itu hanya akal-akalannya saja agar Yoongi semakin cemburu.

“Aku permisi dulu, Sehun akan segera datang.” Ucapnya undur diri, lantas meninggalkan keduanya semakin larut dalam pembicaraan. Yoongi tak lagi peduli, urusan Hyejin ia bisa mengurusnya nanti. Yang penting, acara yang sudah ia buat sebaik mungkin ini tak boleh hancur karena ia tahu Sehun begitu mengharapkan acara ini menjadi acara terbaik dalam hidupnya.

Pria itu kemudian menuju halaman gereja. Menunggu kedatangan mobil Range Rover putih milik Sehun yang tak lama kemudian akhirnya datang. Yoongi lantas mendekati mobil Sehun dan Hanna, membukakan pintu untuk si gadis Kim.

Gaun yang dipilihkan Sehun kini melekat indah di tubuh ramping Hanna. Begitu juga dengan tuksedo yang sudah dipilih Sehun dan kini dikenakan pada tubuh atletisnya. Keduanya bertukar pandangan sejenak sebelum akhirnya Hanna dihampiri oleh Junmyeon.

“Hai, Bunny!” sapa Junmyeon, kemudian menarik gadis itu dalam rengkuhan hangatnya. “Kau akan mendahuluiku,” ujarnya pelan, dan hanya bisa didengar oleh Hanna saja. “Akhirnya, aku bisa mengantarkanmu ke altar juga. Aku sudah menunggu momen ini sejak dulu,” ucapnya menambahkan dengan suka cita, hingga Hanna ingin menitihkan air mata segera.

“Tidak. . tidak, jangan menangis,” cegah Junmyeon segera. “Sehun sudah ke altar, kita juga akan ke sana sebentar lagi, ayo!”

.

.

.

“Dimana Nara?” tanyanya pada Yoongi yang mengantarkannya menuju gereja. Meninggalkan Hanna dengan Junmyeon yang akan menyusulnya untuk melakukan sumpah sehidup semati di hadapan pendeta juga tamu lainnya. Pria Min yang di ajak bicara pun menoleh, “Mungkin dalam perjalanan. Aku sedikit terlambat memberitahukan Han ahjussi agar ke sini.”

Sehun pun hanya mengangguk. Fokusnya kembali pada perhelatan yang begitu ia tunggu. Saat pembawa acara memanggil pengantin pria, Sehun lekas membenahi jasnya yang tak kusut sama sekali, masih rapi seperti sebelumnya. Ia hanya gugup, dan menutupinya sedemikian rupa agar tak menghancurkan pernikahannya sendiri.

Pintu di hadapannya perlahan terbuka. Menampakkan beberapa tamu yang sudah menyempatkan diri untuk datang ditengah kesibukan jadwal mereka. Tak lupa ada juga rival yang sudah mau membantunya—Chanyeol—dan kakaknya yang sudah lama tak bertemu—Jaehyun. Hanya kedua pria yang saling bersebelahan itu yang bisa Sehun lihat meskipun hanya sekilas. Karena setelahnya, ia harus fokus menghadap lurus ke depan.

Setelah si mempelai pria yang sudah menginjakkan kakinya di altar, disusul kemudian pembawa acara yang sudah memanggil memepelai pria. Kini giliran Hanna yang memasuki gereja dengan gaun putih panjang yang Sehun pilihkan. Melingkarkan tangannya pada lengan Junmyeon, lantas menginjakkan diri menuju altar dengan begitu anggunnya.

Sehun ingin mati rasanya ketika untuk kedua kalinya ia berdiri di altar, namun perbedaannya begitu signifikan. Jika dahulu ia menikahi seorang gadis yang tak ia cintai sama sekali, maka sekarang ia bisa mengucapkan janji suci dengan gadis yang ia harapkan.

Karena rasa gugupnya selama prosesi pernikahan yang teramat sakral itu, Sehun bahkan tak bisa memikirkan selain apa yang ia hadapi sekarang. Ia bahkan tak mengira kalau anak semata wayangnya entah sudah berada di sana dan melihat ayahnya akan menikah, atau belum. Pikirannya terlalu kalut untuk memikirkan hal yang lain.

“Bisakah kita melakukan upacaranya sekarang?” tanya pendeta yang berada di hadapan keduanya. Menanyakan bagaimana kesiapan kedua mempelai yang akan melangsungkan janji suci sehidup semati di hadapannya, juga berpuluh-puluh pasang mata yang menghadiri, juga Tuhan yang ikut serta memandang bagaimana pasangan sejoli itu mengikat diri dalam ikatan suci pernikahan.

Sehun lebih dulu mengangguk. Memberikan kode non verba mengenai kesiapannya. Namun, berbanding terbalik dengan pria yang ada di sampingnya, Hanna justru bergeming. Pikirannya menerawang jauh. Memikirkan beberapa kali mengenai keputusannya mengikuti jalan permainan Sehun yang entah mau dibawa kemana.

Ketika Sehun sadar bahwa gadis itu tak mengangguk sampai-sampai pendeta pun melirik ke arah Hanna, seketika juga detak jantungnya tak normal. Ia begitu takut, sampai-sampai ingin mati rasanya. Sebuah mimpi buruk yang tak pernah sekalipun Sehun bayangkan; ketika ia bisa menikahi gadis yang ia cintai, gadis itu justru meninggalkannya. Tak salah bukan jika Sehun berpikir kalau Hanna akan balas dendam?

“Ya,”

Satu silabel itu menjadi pemutus pikiran tak lurus milik Sehun yang sedari tadi berkecamuk tak benar. Kini, ia bisa bernapas lega. Kedua tangan pendeta sudah mulai terangkat ke atas, sembari menanyakan beberapa pertanyaan mengenai kesiapan keduanya dalam mengarungi rumah tangga.

“Silahkan untuk kedua mempelai saling berhadapan.” Titah sang pendeta. Keduanya pun menurut, saling berhadapan, sekaligus menggenggam tangan satu sama lain. “Apakah Anda, tuan Oh Sehun, menerima nyonya Kim Hanna sebagai istri Anda? Dalam suka maupun duka, dalam senang maupun susah?”

Sehun menghujam manik coklat Hanna yang ada di hadapannya. “Ya. Saya, Oh Sehun, siap menerima Kim Hanna sebagai istri Saya. Dalam suka maupun duka, dalam senang maupun susah.”

Ada jeda beberapa detik diantara keduanya, dan Hanna yang memulai. Gadis itu menimpali hujaman dari manik coklat pekat milik Sehun yang masih menatapnya intens. Dan jika Sehun boleh jujur, gadis itu sudah membuatnya seperti diambang kematian sejak tadi.

Satu anggukan, juga seulas senyuman tulus akhirnya membuat Hanna yakin mengenai ucapan selanjutnya. “Saya juga menerima Oh Sehun, sebagai suami Saya. Dalam suka maupun duka, dalam senang maupun susah.” Ucapnya, sembari mengusap tangan Sehun yang bergetar dalam genggamannya.

.

.

.

Yoongi akhirnya bisa bernapas lega. Namun, bukan berarti masalah yang akan dihadapi Sehun selesai. Terlebih setelah janji suci keduanya sleesai terucap, ia lekas menghampiri Chanyeol yang duduk tepat di samping ibunda Hanna.

“Bisakah kita bicara sebentar?” tanyanya pada Chanyeol yang masih bertepuk tangan untuk pasangan yang akhirnya resmi menikah di atas altar itu. Sebentar, Chanyeol menatap Yoongi, mencoba membaca apa yang ingin pria itu katakan. Namun nihil, pria itu bisa menutupi kekhawatirannya lebih baik dari siapapun.

Setelah pamit undur diri pada Ny. Kim, Chanyeol pun mengikuti langkah Yoongi menuju keluar gereja. Pria Min itu mengedarkan pandangan sejenak, kemudian hazelnya kembali pada Chanyeol yang menunggu kalimatnya.

“Aku tahu kau pasti mendapat panggilan dari rumah sakit. Apa aku benar?” tebak Yoongi. Alis pria Park itu bertaut, antara bingung juga heran. “Darimana kau tahu kalau—”

“Oh Nara, anak dari Sehun kecelakaan mobil dengan supirnya setengah jam yang lalu dan aku menyuruh mereka untuk membawanya ke rumah sakit tempatmu bekerja.” Ucap Yoongi. Alih-alih bertanya kejelasannya, Chanyeol refleks mencengkeram kerah kemeja Yoongi. “Brengsek! Bagaimana kau baru mengatakannya sedangkan ia pasti menunggu Hanna—”

“Mengapa harus Hanna?” Yoongi menyela dan Chanyeol menghela napasnya kasar, lantas mengacak surai hitamnya gusar. “Intinya, tanpa persetujuan Hanna, mereka tidak bisa melakukan operasi itu!”

Kini, giliran Yoongi yang dibuat bungkam dengan fakta yang tak ia ketahui. Yoongi memang mengetahui apapun mengenai politik, tapi ia tak mengetahui bagaimana prosedur rumah sakit yang sebenarnya. Jika seperti ini, maka Hanna harus ke rumah sakit untuk menyelamatkan Nara.

“Tunggu,” Chanyeol mencegah Yoongi ketika pria itu hendak menghampiri Hanna. “Katakan detail kecelakaannya, mungkin aku bisa memprediksi bagaimana keadaan Nara sekarang,” katanya, mencoba meredam kekalutan meskipun juga bingung.

“Kecelakaannya terjadi sekitar pukul setengah tiga—”

“Bukan! Katakan bagian mobil mana yang rusak parah, juga tempat duduk anak Sehun.” Chanyeol meralat. Yoongi mengerutkan dahi, mencoba mengingatnya. “Bagian belakang yang rusaknya paling parah, tapi sebelumnya ada mobil yang menabrak bagian depan mobil—”

“Dan gadis kecil itu ada di kursi penumpang depan?” Chanyeol mencoba menebak, namun setelahnya ia yakin jawabannya ketika Yoongi menganggukkan kepalanya. “Aku rasa tingginya tidak mencapai dashbor, sehingga kepalanya akan terbentur—” Chanyeol menjeda sejenak kalimatnya.

“Kita harus segera ke rumah sakit. Suruh Hanna berganti pakaian, aku akan ke rumah sakit sekarang.”

.

.

.

Hai, guys!

Gimana, seru gak? Atau aneh dan alurnya kecepetan? Atau malah bingung nih FF isinya apa dan gak sesuai dengan judulnya? ‘kan belum diperinci 😀

Di chap depan bakalan ada rahasia yang terbongkar, yang akan menjawab rasa penasaran semua pembaca, meskipun aku bikin penasaran dulu di chap ini 😀 kkkk. Maapkan dakuh, hobi ini susah dihilangkan—suka bikin pensaran orang. Yang pasti, pernikahan ini gak sesuai dengan ekspektasi, ‘kan? Sehun bisa nikah dengan persiapan yang cuma butuh hitungan jam, tapi pada akhirnya mereka bisa juga nikah/ yeayyyy..

 

Kakaknya Sehun di sini enggak sama kayak di realita. Abis lupa namanya, maapkan dakuh. Ini visualnya…

202799_600.jpg

Thanks for reading, like and comment. Lope you from me 😀 have a nice day…

 

34 thoughts on “1435 #5—PutrisafirA255”

  1. wahh di update lagii~
    NARA WHY KECELAKAAN
    KENALA DISAAT SEHUN NIKAH DIA KECELAKAAN
    agak kepo sama lanjutannya nih
    jangan update lama lama yaa😏

    Like

  2. Ohh ini ceritanya mereka cuma nyiapain beberapa jam doang? 😅😅 daebakkk keren amat yakk wkwk. Kai knapa harus suka sama hanna siii? Ini endinnya ya ampun, knapa katanya harus kecelakaan? Kasian, mereka baru aja nikah. Shock pasti si sehun deh. Hmm, rahaasia apa nihh? Bikin penasaran 😆😆 next yaaa. Aku penasaran bangettt wkwk

    Like

  3. Ahh akhirnya di update. Wkwkwk. Mereka nikahnya cepet sekali. Wkwk. Nara gimana??ihh kasian bangett sih,semoga gak kenapa2 yaaaa. Ditunggu Next chapternya. Keep writing and fighting!!

    Like

  4. Aaaa akhirnyaa update jugaaa👏
    Sehun pasti ngerasa keberadaannya terancam dan gk nyaman banget karena kehadiran kai😢 yg sabar ya hun…

    Sebenernya aku penasaran sama reaksi hanna begitu tau dia bakal nikah hr itu juga, tp gk dijelasin😳

    Kenapa nara harus kecelakaan saat acara pernikahan? Kenapa?😲

    Sampe skrg aku msh penasaran sebenernya nara itu anaknya siapa..

    Duuh komen aku kepanjangan yaa?? Maafiiin🙇

    Ditunggu update selanjutnyaaaa🙋

    Liked by 1 person

    1. Kalo di sini aku bikin Hanna itu orangnya pendiem, biar gak mainstream😁

      Panjang gak papa kok. Aku malah seneng😘 thanks sudah berkomentar😙

      Like

  5. Oh yoo yeon seok, nah lho apa ada yang ngerencanain? SEHUUUNNN NIKAH DADAKAN GITU KAYA TAHU BULAT (maaf capslock jebol). Wah izin baca ya kak….

    Liked by 1 person

Your Feedback, Please!